Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengupayakan peningkatan kualitas pangan melalui sektor pertanian yang salah satu tujuannya untuk mencegah stunting atau kekerdilan.
"Peningkatan produktivitas setiap komoditas pertanian penting dilakukan, namun peningkatan kesehatan dari produktivitas itu juga tak kalah penting untuk digenjot," ucap Bupati Sigi, Mohammad Irwan Lapatta di Sigi, Kamis.
Pemkab Sigi, kata Mohammad Irwan Lapatta, menggandeng instansi terkait lainnya dalam hal meningkatkan kualitas pangan dari sektor pertanian, agar petani dalam kegiatan bercocok tanam memperhatikan aspek kesehatan, dengan menggunakan teknologi dan varietas unggulan untuk peningkatan produktivitas.
Mwnurut Irwan Lapatta, pangan dengan kualitas dan kesehatan yang tinggi, salah satunya yang memberikan dampak maksimal terhadap upaya mencegah kasus stunting atau kekerdilan di Sigi.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan.
Hingga saat itu, akui Bupati, stunting menjadi satu tantangan yang dihadapi oleh Pemkab Sigi. Karena itu, stunting atau kekerdilan menjadi salah satu fokus pembangunan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sigi.
Berdasarkan data Pemkab Sigi melalui Dinas Kesehatan bahwa angka kasus stunting di Sigi tahun 2019 dengan status pendek dan sangat pendek untuk usia 0 - 23 bulan mencapai 1.199 kasus atau 20,2 persen, sementara untuk usia 0-59 bulan mencapai 3.580 kasus atau 24,7 persen.
Pemerintah Kabupaten Sigi, sebut Bupati, telah menetapkan 10 desa sebagai lokasi fokus (lokus) pencegahan dan penanganan kasus kekerdilan atau stunting guna memperbaiki dan mewujudkan tumbung kembang anak dengan kualitas yang tinggi.
“Sepuluh desa lokasi kerja ini harus menjadi perhatian kita bersama,” sebut Mohammad Irwan.
Ke-10 desa tersebut ditetapkan oleh Pemkab Sigi melalui Keputusan Bupati Sigi Nomor: 444-185 Tahun 2020 terdiri atas Desa Lemosiranindi, Pelempea, Morui, Marena, Siwongi, Rantewulu, Waturalele, Langko, Sibalaya Selatan dan Sibalaya Barat.
Dengan penetapan tersebut, kata bupati, diharap menjadi konvergensi percepatan penurunan stunting tahun 2021, dengan mendorong pelibatan semua pihak baik pemerintah dan masyarakat.
Terkait hal itu, Kepala Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Sigi, Rika Sakaruddin mengemukakan, langkah penanganan dan pecegahan stunting di Sigi dilakukan dengan mengacu pada lima pilar konvergensi, disertai dengan deapan aksi pengentasan stunting.
"Ini juga diikutkan dengan program-program inovasi daerah yang diselenggarakan oleh Pemkab Sigi," kata Rika.
Lima pilar penting penanganan stunting tersebut yaitu komitmen, kampanye, konvergensi program, akses pangan bergizi dan monitoring progam. Kemudian delapan aksi meliputi, identifikasi sebaran stunting, menyusun rencana kegiatan, menyelenggarakan rembuk stunting tingkat kabupaten.
Selain itu memberikan kepastian hukum bagi desa, memastikan tersedianya dan berfungsinya kader yang membantu pemerintah desa, meningkatkan sistem pengelolaan data stunting, melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak dan terakhir melakukan review kinerja pelaksanaan program.
"Penanganan stunting menggunakan istilah ‘konvergensi’ sehingga sinergitas mutlak ada. Intervensi stunting dilakukan secara spesifik oleh Dinas Kesehatan dan sensitif oleh OPD terkait, dan dikemas dalam sebuah komitmen saat rembug stunting Kabupaten Sigi," ungkap Rika.
Kepala Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Sigi, Rika F Sakaruddin (ANTARA/HO-Humas Pemkab Sigi)
"Peningkatan produktivitas setiap komoditas pertanian penting dilakukan, namun peningkatan kesehatan dari produktivitas itu juga tak kalah penting untuk digenjot," ucap Bupati Sigi, Mohammad Irwan Lapatta di Sigi, Kamis.
Pemkab Sigi, kata Mohammad Irwan Lapatta, menggandeng instansi terkait lainnya dalam hal meningkatkan kualitas pangan dari sektor pertanian, agar petani dalam kegiatan bercocok tanam memperhatikan aspek kesehatan, dengan menggunakan teknologi dan varietas unggulan untuk peningkatan produktivitas.
Mwnurut Irwan Lapatta, pangan dengan kualitas dan kesehatan yang tinggi, salah satunya yang memberikan dampak maksimal terhadap upaya mencegah kasus stunting atau kekerdilan di Sigi.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan.
Hingga saat itu, akui Bupati, stunting menjadi satu tantangan yang dihadapi oleh Pemkab Sigi. Karena itu, stunting atau kekerdilan menjadi salah satu fokus pembangunan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sigi.
Berdasarkan data Pemkab Sigi melalui Dinas Kesehatan bahwa angka kasus stunting di Sigi tahun 2019 dengan status pendek dan sangat pendek untuk usia 0 - 23 bulan mencapai 1.199 kasus atau 20,2 persen, sementara untuk usia 0-59 bulan mencapai 3.580 kasus atau 24,7 persen.
Pemerintah Kabupaten Sigi, sebut Bupati, telah menetapkan 10 desa sebagai lokasi fokus (lokus) pencegahan dan penanganan kasus kekerdilan atau stunting guna memperbaiki dan mewujudkan tumbung kembang anak dengan kualitas yang tinggi.
“Sepuluh desa lokasi kerja ini harus menjadi perhatian kita bersama,” sebut Mohammad Irwan.
Ke-10 desa tersebut ditetapkan oleh Pemkab Sigi melalui Keputusan Bupati Sigi Nomor: 444-185 Tahun 2020 terdiri atas Desa Lemosiranindi, Pelempea, Morui, Marena, Siwongi, Rantewulu, Waturalele, Langko, Sibalaya Selatan dan Sibalaya Barat.
Dengan penetapan tersebut, kata bupati, diharap menjadi konvergensi percepatan penurunan stunting tahun 2021, dengan mendorong pelibatan semua pihak baik pemerintah dan masyarakat.
Terkait hal itu, Kepala Bidang Kesmas Dinas Kesehatan Sigi, Rika Sakaruddin mengemukakan, langkah penanganan dan pecegahan stunting di Sigi dilakukan dengan mengacu pada lima pilar konvergensi, disertai dengan deapan aksi pengentasan stunting.
"Ini juga diikutkan dengan program-program inovasi daerah yang diselenggarakan oleh Pemkab Sigi," kata Rika.
Lima pilar penting penanganan stunting tersebut yaitu komitmen, kampanye, konvergensi program, akses pangan bergizi dan monitoring progam. Kemudian delapan aksi meliputi, identifikasi sebaran stunting, menyusun rencana kegiatan, menyelenggarakan rembuk stunting tingkat kabupaten.
Selain itu memberikan kepastian hukum bagi desa, memastikan tersedianya dan berfungsinya kader yang membantu pemerintah desa, meningkatkan sistem pengelolaan data stunting, melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak dan terakhir melakukan review kinerja pelaksanaan program.
"Penanganan stunting menggunakan istilah ‘konvergensi’ sehingga sinergitas mutlak ada. Intervensi stunting dilakukan secara spesifik oleh Dinas Kesehatan dan sensitif oleh OPD terkait, dan dikemas dalam sebuah komitmen saat rembug stunting Kabupaten Sigi," ungkap Rika.