Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memeriksa Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo (EP) dalam penyidikan kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan Edhy diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
"EP diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJT," kata Ali melalui keterangannya di Jakarta, Kamis.
Selain itu, KPK juga memeriksa Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM) sebagai saksi untuk tersangka Edhy.
"APM diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," ujar Ali.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK telah menggeledah rumah dinas Edhy di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/12). Dari geledah tersebut, KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait perkara, barang bukti elektronik, dan delapan unit sepeda.
Selain itu, KPK juga menemukan uang dalam bentuk rupiah dan mata asing dengan total sekitar Rp4 miliar.
Total KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).
Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Suharjito (SJT).
KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan Edhy diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
"EP diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJT," kata Ali melalui keterangannya di Jakarta, Kamis.
Selain itu, KPK juga memeriksa Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM) sebagai saksi untuk tersangka Edhy.
"APM diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," ujar Ali.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK telah menggeledah rumah dinas Edhy di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/12). Dari geledah tersebut, KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait perkara, barang bukti elektronik, dan delapan unit sepeda.
Selain itu, KPK juga menemukan uang dalam bentuk rupiah dan mata asing dengan total sekitar Rp4 miliar.
Total KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).
Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Suharjito (SJT).
KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.