Jakarta (ANTARA) - Indonesia perlu terus menambah jumlah entrepreneur atau pelaku usaha untuk keluar dari perangkap negara berpenghasilan menengah menjadi berpenghasilan tinggi.
Project leader Growth Indonesia – a Triangular Approach (GITA), Prof. Neil Towers di Jakarta, Jumat mengatakan, para entrepreneur tersebut berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja.
"Ini pada gilirannya akan mendorong peningkatan kinerja perekonomian suatu negara, tambahnya, jika perekonomian negara tersebut terus meningkat, ini akan berkontribusi pada terciptanya masyarakat madani dan sejahtera, serta stabilitas bagi negara tersebut," ujar Towers yang juga pakar retail marketing dari University of Gloucestershire, United Kingdom, dalam Konferensi Internasional GITA yang diselenggarakan secara virtual.
Merujuk laporan Global Entrepreneuship Index 2018 (GEI) yang dirilisoleh The Global Entrepreneurship Development Institute (GEDI), Indonesia masih menempati peringkat ke-94 dari 137 negara di bawah beberapa negara tetangga, seperti Brunei Darussalam peringkat 53, Malaysia (peringkat 58), Thailand (71), bahkan Filipina (84,) dan Vietnam (87).
Towers menambahkan, salah satu tempat untuk mencetak pengusaha-pengusaha baru adalah perguruan tinggi. Di beberapa negara maju, memang banyak pengusaha yang lahir di lingkungan kampus.
Perusahaan- perusahaan seperti Yahoo! Inc., Google, Facebook, FedEx adalah bisnis-bisnis yang lahir dari kampus. Di Amerika Serikat, Stanford University adalah
universitas yang banyak melahirkan pebisnis dari lingkungan kampus.
Upaya untuk melahirkan lebih banyak pengusaha dari lingkungan kampus itulah yang dilakukan oleh konsorsium GITA yang beranggotakan tujuh universitas dari Indonesia dan empat universitas dari Eropa.
Pada konferensi internasional GITA, Towers melaporkan bahwa GITA telah melahirkan 112 perusahaan rintisan (startup) baru dengan nilai bisnis mencapai Rp115,4 miliar.
Rektor President University Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto mengatakan jika ingin menjadi negara maju, sejajar dengan negara-negara seperti AS, Inggris,
atau Jerman, Indonesia harus menjadikan kampus-kampusnya sebagai tempat untuk mencetak lahirnya pengusaha-pengusaha baru.
“Untuk sampai ke sana, tentu banyak hal yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi," ujarnya.
Pihaknya, tambahnya, bahkan sampai merombak kurikulum dengan memasukkan mata kuliah Entrepreneurship sedini mungkin selain itu juga mendirikan inkubator bisnis, menggandeng para praktisi bisnis untuk menjadi mentor dan investor bagi bisnis-bisnis yang dirintis oleh mahasiswa.
Selain itu, kampus juga perlu memiliki paradigma kewirausahaan dan harus mampu membangun ekosistem entrepreneurial yang melekat dalam praktik bisnisnya sehari-hari. Intinya, kampus perlu bertransformasi menjadi Entrepreneurial University.
Terkait upaya kampus-kampus untuk melahirkan lebih banyak pengusaha baru tersebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengembangkan program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka.
Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC, Ph.D., menjelaskan melalui program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka perguruan tinggi dituntut untuk mempersiapkan kompetensi mahasiswanya salah satunya menjadi seorang wirausahawan.
“Salah satu program dari Merdeka Belajar, Kampus Merdeka adalah memberikan hak kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studinya selama tiga semester. Selama kurun waktu tersebut, mahasiswa boleh memilih serangkaian aktivitas di antaranya, melakukan kegiatan wirausaha dengan
bimbingan dosen,” katanya.
Project leader Growth Indonesia – a Triangular Approach (GITA), Prof. Neil Towers di Jakarta, Jumat mengatakan, para entrepreneur tersebut berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja.
"Ini pada gilirannya akan mendorong peningkatan kinerja perekonomian suatu negara, tambahnya, jika perekonomian negara tersebut terus meningkat, ini akan berkontribusi pada terciptanya masyarakat madani dan sejahtera, serta stabilitas bagi negara tersebut," ujar Towers yang juga pakar retail marketing dari University of Gloucestershire, United Kingdom, dalam Konferensi Internasional GITA yang diselenggarakan secara virtual.
Merujuk laporan Global Entrepreneuship Index 2018 (GEI) yang dirilisoleh The Global Entrepreneurship Development Institute (GEDI), Indonesia masih menempati peringkat ke-94 dari 137 negara di bawah beberapa negara tetangga, seperti Brunei Darussalam peringkat 53, Malaysia (peringkat 58), Thailand (71), bahkan Filipina (84,) dan Vietnam (87).
Towers menambahkan, salah satu tempat untuk mencetak pengusaha-pengusaha baru adalah perguruan tinggi. Di beberapa negara maju, memang banyak pengusaha yang lahir di lingkungan kampus.
Perusahaan- perusahaan seperti Yahoo! Inc., Google, Facebook, FedEx adalah bisnis-bisnis yang lahir dari kampus. Di Amerika Serikat, Stanford University adalah
universitas yang banyak melahirkan pebisnis dari lingkungan kampus.
Upaya untuk melahirkan lebih banyak pengusaha dari lingkungan kampus itulah yang dilakukan oleh konsorsium GITA yang beranggotakan tujuh universitas dari Indonesia dan empat universitas dari Eropa.
Pada konferensi internasional GITA, Towers melaporkan bahwa GITA telah melahirkan 112 perusahaan rintisan (startup) baru dengan nilai bisnis mencapai Rp115,4 miliar.
Rektor President University Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto mengatakan jika ingin menjadi negara maju, sejajar dengan negara-negara seperti AS, Inggris,
atau Jerman, Indonesia harus menjadikan kampus-kampusnya sebagai tempat untuk mencetak lahirnya pengusaha-pengusaha baru.
“Untuk sampai ke sana, tentu banyak hal yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi," ujarnya.
Pihaknya, tambahnya, bahkan sampai merombak kurikulum dengan memasukkan mata kuliah Entrepreneurship sedini mungkin selain itu juga mendirikan inkubator bisnis, menggandeng para praktisi bisnis untuk menjadi mentor dan investor bagi bisnis-bisnis yang dirintis oleh mahasiswa.
Selain itu, kampus juga perlu memiliki paradigma kewirausahaan dan harus mampu membangun ekosistem entrepreneurial yang melekat dalam praktik bisnisnya sehari-hari. Intinya, kampus perlu bertransformasi menjadi Entrepreneurial University.
Terkait upaya kampus-kampus untuk melahirkan lebih banyak pengusaha baru tersebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengembangkan program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka.
Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC, Ph.D., menjelaskan melalui program Merdeka Belajar, Kampus Merdeka perguruan tinggi dituntut untuk mempersiapkan kompetensi mahasiswanya salah satunya menjadi seorang wirausahawan.
“Salah satu program dari Merdeka Belajar, Kampus Merdeka adalah memberikan hak kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studinya selama tiga semester. Selama kurun waktu tersebut, mahasiswa boleh memilih serangkaian aktivitas di antaranya, melakukan kegiatan wirausaha dengan
bimbingan dosen,” katanya.