Palu (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) perwakilan Sulawesi Tengah membentuk 2.000 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berada di setiap desa di kabupaten/kota sebagai upaya pencegahan stunting di daerah itu.
Ia mengatakan 2.000 kader TPK yang tersebar ke setiap desa di 13 kabupaten/kota bertugas mendampingi setiap keluarga dan memberikan edukasi sebagai upaya pencegahan stunting.
"Kami memiliki Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri atas bidan, kader Keluarga Berencana (KB) dan kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang bertugas menjadi pendamping masyarakat," kata Koordinator Manajemen Satuan Tugas (Satgas) Stunting BKKBN Sulteng Try Nur Ekawati Lukman di Palu, Jumat.
Ia mengatakan 2.000 kader TPK yang tersebar ke setiap desa di 13 kabupaten/kota bertugas mendampingi setiap keluarga dan memberikan edukasi sebagai upaya pencegahan stunting.
TPK, kata dia, bertugas untuk mendampingi keluarga yang berisiko stunting, seperti calon pengantin, ibu hamil yang berisiko, serta keluarga dengan sanitasi dan ketersediaan air bersih yang kurang memadai.
"Kader TPK juga bertugas memberikan edukasi, memfasilitasi calon pengantin ke fasilitas kesehatan, sehingga kondisi kesehatannya ideal untuk menikah, hamil dan melahirkan," katanya.
Menurut dia, TPK dapat memberikan penyuluhan dan pendampingan mulai dari tiga bulan sebelum nikah sampai pasca melahirkan.
Selain itu, TPK juga bisa mendampingi para remaja dalam mempersiapkan para remaja itu memasuki masa pernikahan menjadi pengantin, hamil, usai melahirkan dan seterusnya.
Lanjut dia, para kader TPK itu dalam pendampingan akan mengawasi dan memberi saran dan masukan kepada para calon pengantin dalam mematangkan persiapan memasuki kehidupan rumah tangga, kesehatan calon ibu dan anak bahkan sejak anak itu masih janin.
Kemudian tentang pemenuhan asupan gizi anak sejak 1.000 hari pertama kehidupan atau hingga usia anak itu dua tahun.
"Begitu juga terhadap pendampingan kepada para remaja, seperti tentang kesehatan reproduksi dan lain sebagainya, di mana kesemuanya itu merupakan upaya mencegah terjadinya kasus stunting," katanya.
Berdasarkan survei status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka prevalensi stunting di Sulawesi Tengah mencapai 28,2 persen, angka ini menurun 1,5 persen dari tahun 2021.