Palu,  (antarasulteng.com) - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulteng, Miyono berharap penyaluran kredit bagi usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) sebaiknya dikawal dengan pelatihan peningkatan kapasitas.

"Jika masyarakat diberikan kredit, sebaiknya dikawal dalam artian dilakukan pembinaan. Seperti kredit pada petani, diperlukan peran lebih dari penyuluh untuk melakukan itu," kata Miyono di Palu, Rabu.

Selain itu, peran pendidikan keuangan bagi masyarakat juga sangat penting. Karena mayarakat penerima kredit usaha rakyat (KUR) misalnya, harus dapat membedakan mana bantuan dan mana hutang.

"Kalau bantuan diberikan tanpa adanya pengembalian, sementara kredit itu utang yang ketika dipinjam harus dikembalikan. Sehingga membangun pemahaman masyrakat yang paling penting," ujarnya.

Miyono menjelaskan contoh pendidikan keuangan yang dapat dilakukan antara lain, mengajarkan kepada penerima kredit bagaimana cara mengelola keuangan, menabung, membuat administrasi dan perencanaan pemasaran dengan baik.

"Khusus untu Bank Indonesia, terus melakukan pembinaan-pembinaan dan pelatihan kepada UMKM. Bagaimana mereka dapat memghasilkan produk dengan baik, kami mendatangkan ahli-ahli untuk memberikan informasi kepada mereka," ujarnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Sulteng per November 2016, selain mengambarkan penurunan realisasi KUR di triwulan III-2016, ikut memperlihatkan jumlah rekening peserta sebanyak 10.030, turun dari triwulan III-2015 sebanyak 14.281 rekening. Realisasi itu juga, masih ebih rendah dari triwulan I-2015 sebesar Rp359,08 miliar dengan 18.478 rekening.

Kabupaten Sigi yang merupakan daerah paling rendah realisasi KUR juga merupakan daerah dengan realisasi kredit macet tertinggi sebesar 28,79 persen. Naiknya angka kredit macet itu berasal dari perdagangan pertanian dan bengkel reparasi motor pihak swasta.

Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sagir M Amin mengatakan siapa saja yang memberi pinjaman dana atau kreditur, harus mengayomi nasabah/debitur atau mereka yang diberikan pinjaman.

"Ini yang jarang dilakukan kreditur, setelah mereka memberikan pinjaman, kemudian dilepas begitu saja tanpa adanya pengawasan," katanya.

Menurut Sagir, pengawasan yang dilakukan kreditur sangat penting karena selain bentuk tanggung jawab, pemberi pinjaman dapat membantu melihat perkembangan usaha dari modal yang diberikan.

"Minimal sebulan sekali dilihat usahanya, bagaimana perkembangannya, apa masalah yang bereka hadapi dan lain sebagainya," ujarnya.

Selain itu, jika bentuk seperti itu jarang dilakukan, sebaiknya kreditur saat pertama kali memberikan pinjaman, harus menyampaikan pada debitur bahwa barang yang dibeli harus sesuai dengan kebutuhan usaha. Kemudian disampaikan untuk berhati-hati dalam mengelola uang, semua transaksi yang dilakukan sebaiknya dicatat dengan pembukuan yang baik.

"Karena kondisi debitur, mereka lancar dalam mengambil uang tetapi sulit mengembalikan pinjaman," tutup Sagir.  

Pewarta : Fauzi
Editor : Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2024