Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Prof Dr dr Mirta Hediyati Reksodiputra, Sp.THT-BKL, Subsp.FPR(K) menyatakan bahwa anak dengan mikrotia atau telinga kecil perlu diberi pemahaman sebelum menjalani operasi.
 

“Karena ini adalah suatu long journey (proses yang panjang). Jadi, operasi mikrotia itu bukan seperti operasi tonsil atau operasi kecil lain yang hanya dua hari atau dua minggu kontrol lalu semuanya selesai,” ucap Mirta dalam diskusi yang diikuti secara daring pada Selasa.

Dia menuturkan bahwa mikrotia merupakan kelainan yang menyebabkan daun telinga tidak terbentuk sempurna sehingga terlihat lebih kecil daripada daun telinga normal.



Oleh karena itu, lanjut Mirta, proses operasi bagi penderita mikrotia harus dilakukan dalam beberapa tahap. Jika mikrotia yang diderita tidak terlalu parah, maka dapat dilakukan otoplasty, yaitu operasi untuk memperbaiki bentuk dan ukuran daun telinga.

Namun, jika mikrotia yang diderita ada pada tahap lanjut, maka perlu dibuat implan daun telinga dari tulang rawan iga maupun biomaterial buatan.

Meskipun begitu, dokter spesialis THT tersebut menyarankan implan yang digunakan adalah yang berasal dari tulang rawan iga pasien karena akan lebih mudah diterima oleh jaringan tubuh pasien itu sendiri.

Karena terbuat dari tulang rawan iga, maka pembuatan implan tersebut disarankan untuk dilaksanakan saat anak berumur 6-8 tahun dengan lingkar dada mencapai 60 sentimeter (cm).

Menurut Mirta, pada usia ini anak sudah memiliki tulang rawan iga yang cukup untuk dibentuk menjadi implan dan ukuran daun telinganya pun sudah mencapai 80 persen dari ukuran daun telinga orang dewasa.

Sementara itu, ia tidak menyarankan orang-orang berusia di atas 30 tahun untuk melakukan implan daun telinga dengan tulang rawan iga karena pada umur tersebut, tulang rawan umumnya sudah mengalami osifikasi atau pengerasan tulang.

Pada Instagram Live bertajuk “Bersahabat dengan Si Telinga Kecil: Seputar Mikrotia” tersebut, dokter di RSUI itu juga mengatakan bahwa anak dengan mikrotia juga perlu diberi pemahaman untuk menjaga kesehatannya sebelum operasi karena proses tersebut akan memakan waktu yang cukup lama.

“Operasinya kan bukan operasi yang sebentar ya, ini operasi yang lama. Tentu hemodinamik pasiennya harus dinilai cukup baik. Selain itu, jantung serta paru-parunya juga harus bagus, tidak memiliki gangguan aliran darah, dan tidak ada gangguan proses pembukuan darah,” ujar dia.

 


Pewarta : Uyu Septiyati Liman
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024