Jakarta (ANTARA) -
Perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mengembangkan dan meningkatkan produk alat kesehatan dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di tengah bisnis obat-obatan yang tertekan pelemahan nilai tukar rupiah.
Direktur Kalbe Farma Kartika Setiabudi mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah memang akan mempengaruhi bisnis obat-obatan sektor farmasi.
"Apalagi, volatilitas rupiah akhir-akhir ini luar biasa karena faktor eksternal," ujar Kartika dalam acara Media Plant Visit Kalbe Farma di Jakarta, Kamis.
Saat ini, nilai tukar rupiah dalam tren depresiasi dan menyentuh level di atas Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS).
Ia menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah dirasakan oleh bisnis obat-obatan, dikarenakan tingkat impor bahan baku tinggi.
Adapun, bahan baku obat- obatan Kalbe Farma sendiri sekitar 90 sampai 95 persen masih hasil impor dari berbagai negara.
"Kalau dilihat dari total bahan baku kami, mungkin 90 sampai 95 persen masih harus diimpor dari China, dari India, dari Eropa, dari New Zealand," ujar Kartika.
Secara jangka pendek, Kartika menjelaskan Kalbe Farma menyiapkan dana cadangan dalam denominasi mata uang asing untuk membantu memitigasi potensi risiko fluktuasi nilai tukar ke depan.
"Margin diharapkan stabil karena harga-harga row material stabil. Global supply chain juga diharapkan lebih baik," ujar Kartika.
Secara jangka panjang, pihaknya mulai mengeksplorasi lini bisnis yang memiliki TKDN tinggi, seperti alat kesehatan.
Kalbe Farma melalui PT Forsta Kalmedic Global membangun fasilitas produksi Dialyzer pertama di Indonesia dan kedua di Asia Tenggara (ASEAN), yang merupakan alat cuci darah produksi Kalbe ini mengandung TKDN di atas 40 persen.
"Produksi dalam negeri, ke depan digunakan untuk mesin cuci darah. Ini area driver pertumbuhan Kalbe ke depannya untuk tidak lagi impor [alat kesehatan]," ujar Lartika.
Dialyzer merupakan bahan habis pakai (consumables) penting dalam tindakan hemodialisis atau cuci darah. Dialyzer telah meraih sertifikasi Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dari Kementerian Kesehatan.
Ada sejumlah manfaat dari kemandirian industri hemodialisa di berbagai sektor, diantaranya pada sektor ekonomi, dapat mengurangi impor dan menciptakan lapangan kerja.
Pada sektor kesehatan, membantu ketersediaan alat yang semakin terjangkau dan efisiensi pasokan alat kesehatan.
Sementara itu, pada sektor ketahanan nasional, produksi lokal dialyzer memperkuat ketahanan nasional dengan memastikan ketersediaan produk tetap stabil dan layanan kesehatan berlanjut meski terjadi krisis global.
Direktur Kalbe Farma Kartika Setiabudi mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah memang akan mempengaruhi bisnis obat-obatan sektor farmasi.
"Apalagi, volatilitas rupiah akhir-akhir ini luar biasa karena faktor eksternal," ujar Kartika dalam acara Media Plant Visit Kalbe Farma di Jakarta, Kamis.
Saat ini, nilai tukar rupiah dalam tren depresiasi dan menyentuh level di atas Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS).
Ia menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah dirasakan oleh bisnis obat-obatan, dikarenakan tingkat impor bahan baku tinggi.
Adapun, bahan baku obat- obatan Kalbe Farma sendiri sekitar 90 sampai 95 persen masih hasil impor dari berbagai negara.
"Kalau dilihat dari total bahan baku kami, mungkin 90 sampai 95 persen masih harus diimpor dari China, dari India, dari Eropa, dari New Zealand," ujar Kartika.
Secara jangka pendek, Kartika menjelaskan Kalbe Farma menyiapkan dana cadangan dalam denominasi mata uang asing untuk membantu memitigasi potensi risiko fluktuasi nilai tukar ke depan.
"Margin diharapkan stabil karena harga-harga row material stabil. Global supply chain juga diharapkan lebih baik," ujar Kartika.
Secara jangka panjang, pihaknya mulai mengeksplorasi lini bisnis yang memiliki TKDN tinggi, seperti alat kesehatan.
Kalbe Farma melalui PT Forsta Kalmedic Global membangun fasilitas produksi Dialyzer pertama di Indonesia dan kedua di Asia Tenggara (ASEAN), yang merupakan alat cuci darah produksi Kalbe ini mengandung TKDN di atas 40 persen.
"Produksi dalam negeri, ke depan digunakan untuk mesin cuci darah. Ini area driver pertumbuhan Kalbe ke depannya untuk tidak lagi impor [alat kesehatan]," ujar Lartika.
Dialyzer merupakan bahan habis pakai (consumables) penting dalam tindakan hemodialisis atau cuci darah. Dialyzer telah meraih sertifikasi Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dari Kementerian Kesehatan.
Ada sejumlah manfaat dari kemandirian industri hemodialisa di berbagai sektor, diantaranya pada sektor ekonomi, dapat mengurangi impor dan menciptakan lapangan kerja.
Pada sektor kesehatan, membantu ketersediaan alat yang semakin terjangkau dan efisiensi pasokan alat kesehatan.
Sementara itu, pada sektor ketahanan nasional, produksi lokal dialyzer memperkuat ketahanan nasional dengan memastikan ketersediaan produk tetap stabil dan layanan kesehatan berlanjut meski terjadi krisis global.