Palu (ANTARA) - Sejumlah petani di Provinsi Sulawesi Tengah kesulitan menjemur gabah hasil panen mereka karena intensitas curah hujan dalam beberapa hari terakhir cukup tinggi.

"Rata-rata petani di Sulteng selama ini hanya berharap panas matahari untuk mengeringkan gabah," kata Huber SP, seorang anggota kelompok tani Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi di Sigi, Rabu.

Ia mengatakan hampir seluruh wilayah Kabupaten Sigi, termasuk di Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, saban hari diguyur hujan deras.

Akibatnya, gabah petani tidak bisa dijemur karena hanya bergantung pada sinar matahari untuk mengeringkannya, sementara saban hari dari pagi sampai malam hujan terus turun.

Dikhawatirkan jika gabah terlambat dikeringkan, justru akan mempengaruhi kualitas beras menjadi rendah dan akan sangat sulit dijual di pasaran.

Baca juga : FAO kucurkan bantuan untuk petani dan nelayan di Sulawesi Tengah

Desa Lembantongoa merupakan salah satu desa di Kecamatan Palolo adalah salah satu sentra produksi beras di Kabupaten Sigi.
 Selama ini hasil panen di desa ini sebagian besar dipasarkan ke Kota Palu, Ibu Kota Provinsi Sulteng.

Keluhan senada juga disampaikan Ruben, seorang petani di dataran tinggi Napu, Kabupaten Poso. 

Ia membenarkan hambatan utama yang dihadapi petani di wilayah itu adalah hujan yang sudah berlangsung beberapa pekan terakhir sehingga mengakibatkan petani sulit mengeringkan gabah hasil panen mereka.

Banyak gabah petani saat ini hanya menumpuk di gudang-gudang penggilingan padi karena belum kering.

"Tidak mungkin gabah belum kering dipaksa untuk digiling," katanya.

Para petani di wilayah itu juga khawatir kualitas beras jadi rusak karena kondisi cuaca yang ekstrem masih terus mengguyur dataran tinggi Napu, Kabupaten Poso.

Bukan hanya di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, tetapi cuaca ekstrem juga melanda hampir semua daerah di Provinsi Sulteng.***

Pewarta : Anas Masa
Editor : Adha Nadjemudin
Copyright © ANTARA 2024