Palu (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM bekerjasama dengan United Nations Office Drugs and Crime (UNODC), kantor PBB urusan obat-obatan dan kejahatan menggelar rapat koordinasi Penyusunan Pedoman Penanganan Bencana UPT Pemasyarakatan, di Rutan Kelas II Palu, Selasa.

Rakor itu dihadiri berbagai unsur seperti Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, BPBD, PMI, pemadam kebakaran, Komnas HAM, dan unsur pemerintah daerah.

Rakor tersebut dilaksanakan dalam rangka mewujudkan lembaga pemasyarakatan tangguh bencana yang dilandasi tiga pilar, yaitu infrastruktur tahan bencana, kesiapsiagaan terhadap bencana dan penanganan darurat bencana.

Kemenkumham menjadikan Lapas Palu sebagai salah satu lapas sampel uji petik selain Pekalongan, Padang dan Mataram karena daerah ini merupakan daerah bencana.

Tim ahli telah menyusun standar operasional prosedur lembaga pemasyarakatan tangguh bencana.

Perwakilan UNODC, Aisyah mengungkapkan komitmennya untuk memperkuat rencana kontigensi di sejumlah UPT pemasyarakatan yang rentan bencana termasuk di Sulawesi Tengah.

"Ini bagian dari bantuan UN kepada Palu termasuk dengan sistem pendidikannya," kata Aisyah.

Baca juga: Remisi khusus gempa Wabin Lapas Palu tunggu Keppres
Baca juga: Lapas dan rutan di Sulteng kelebihan kapasitas

Sementara itu Sekretaris Provinsi Sulawesi Tengah Hidayat mengatakan kebijakan mengeluarkan warga binaan lembaga pemasyarakatan untuk sementara waktu dari Lapas Palu saat bencana 28 September 2018 merupakan kebijakan di luar SOP karena alasan kemanusiaan.

"Lapas adalah bagian dari infrastruktur yang terkena bencana, sehingga ada kebijakan besar diambil waktu itu," kata Hidayat Lamakarate.

Saat gempa 7,4 SR mengguncang Kota Palu dan sekitarnya, mengakibatkan runtuhnya tembok-tembok lapas dan warga binaan berduyun-duyun keluar menyelamatkan diri.

Namun sayangnya setelah keadaan normal, masih ada warbin yang belum kembali sampai sekarang.

"Ada beberapa yang sadar dan tidak sadar, yang tidak kembali karena mungkin mengira sudah dikeluarkan seterusnya," katanya.

Hidayat berharap ke depan nanti ada legitimasi untuk mengambil kebijakan-kebijakan kritis agar tidak menjadi bumerang bagi pejabat, termasuk upaya menyadarkan sisa-sisa warbin yang belum kembali ke lembaga.

"Harus ada regulasi untuk melegalkan kebijakan yang dibuat," katanya.***

Pewarta : Rolex Malaha
Editor : Adha Nadjemudin
Copyright © ANTARA 2024