Palu (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Kompas Peduli Hutan atau KOMIU mengajak seluruh masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah menjaga satwa endemik agar tidak mendekati kepunahan.
"Jadikan momen Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional ini sebagai langkah kita mempertegas kelestarian satwa-satwa yang ada di daerah ini untuk diwariskan kegenerasi berikutnya," kata Direktur KOMIU Givents, di Palu, Selasa.
Hari cinta puspa dan satwa nasional sebagai momentum yang ditujukan untuk meningkatkan rasa kepedulian dan pelestarian terhadap satwa beserta habitatnya sebagai makhluk hidup yang berdampingan dengan manusia agar keanekaragaman hayati selalu terjaga.
Menurut dia, sudah seharusnya masyarakat sadar dan peduli terhadap alam beserta isinya sebagai titipan tuhan untuk kelangsungan hidup semua makhluk. Pelestarian lingkungan merupakan bagian dari upaya menjaga flora dan fauna agar tidak terancam punah.
"Jika hutan sebagai habitat satwa tidak hilang, maka populansinya juga tidak hilang demikian sebaliknya. Oleh karena itu harus ada keseimbangan antara makhluk hidup satu dengan yang lainnya," ungkap Givents.
Berdasarkan hasil riset mereka, dari 266 jenis burung yang hidup di hutan Sulawesi Tengah ditemukan oleh KOMIU dan sudah tercatat terdapat 83 jenis diantaranya dinyatakan sebagai endemik Sulawesi. Beberapa spesies diantaranya juga dilindungi.
Menurut dia, satwa endemik adalah aset daerah yang harus dipertahankan kelangsungannya agar bisa berkembang biak untuk kepentingan khalayak luas, salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai objek penelitian tentang burung dan edukasi bagi generasi berikutnya.
Dikatakannya, beberapa faktor mempengaruhi penurunan jumlah populasi burung endemik di Sulawesi antara lain akibat kegiatan perdagangan satwa secara ilegal, selain itu perburuan liar dan tingkat deforestasi hutan cukup tinggi.
"Dalam kurun waktu 18 tahun terakhir perambahan hutan mencapai 599.000 hektare, ini keadaan yang sangat tidak kondusif bagi kelangsungan hidup satwa liar," kata Givents.
Dia meminta pemerintah sebagai perpanjangan tangan masyarakat agar melakukan upaya-upaya pencegahan dari kegiatan dan aktivitas merusak lingkungan termasuk perburuan liar serta bentuk perdagangan satwa dilindungi.
"Semua pihak harus ikut terlibat menjaga maupun melestarikan satwa-satwa ini," ujarnya.*
Baca juga: LSM di Sulteng ajak masyarakat jaga kelestarian satwa endemik
Baca juga: LSM KOMIU sebut endemik gagak Banggai terancam punah
"Jadikan momen Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional ini sebagai langkah kita mempertegas kelestarian satwa-satwa yang ada di daerah ini untuk diwariskan kegenerasi berikutnya," kata Direktur KOMIU Givents, di Palu, Selasa.
Hari cinta puspa dan satwa nasional sebagai momentum yang ditujukan untuk meningkatkan rasa kepedulian dan pelestarian terhadap satwa beserta habitatnya sebagai makhluk hidup yang berdampingan dengan manusia agar keanekaragaman hayati selalu terjaga.
Menurut dia, sudah seharusnya masyarakat sadar dan peduli terhadap alam beserta isinya sebagai titipan tuhan untuk kelangsungan hidup semua makhluk. Pelestarian lingkungan merupakan bagian dari upaya menjaga flora dan fauna agar tidak terancam punah.
"Jika hutan sebagai habitat satwa tidak hilang, maka populansinya juga tidak hilang demikian sebaliknya. Oleh karena itu harus ada keseimbangan antara makhluk hidup satu dengan yang lainnya," ungkap Givents.
Berdasarkan hasil riset mereka, dari 266 jenis burung yang hidup di hutan Sulawesi Tengah ditemukan oleh KOMIU dan sudah tercatat terdapat 83 jenis diantaranya dinyatakan sebagai endemik Sulawesi. Beberapa spesies diantaranya juga dilindungi.
Menurut dia, satwa endemik adalah aset daerah yang harus dipertahankan kelangsungannya agar bisa berkembang biak untuk kepentingan khalayak luas, salah satunya dapat dimanfaatkan sebagai objek penelitian tentang burung dan edukasi bagi generasi berikutnya.
Dikatakannya, beberapa faktor mempengaruhi penurunan jumlah populasi burung endemik di Sulawesi antara lain akibat kegiatan perdagangan satwa secara ilegal, selain itu perburuan liar dan tingkat deforestasi hutan cukup tinggi.
"Dalam kurun waktu 18 tahun terakhir perambahan hutan mencapai 599.000 hektare, ini keadaan yang sangat tidak kondusif bagi kelangsungan hidup satwa liar," kata Givents.
Dia meminta pemerintah sebagai perpanjangan tangan masyarakat agar melakukan upaya-upaya pencegahan dari kegiatan dan aktivitas merusak lingkungan termasuk perburuan liar serta bentuk perdagangan satwa dilindungi.
"Semua pihak harus ikut terlibat menjaga maupun melestarikan satwa-satwa ini," ujarnya.*
Baca juga: LSM di Sulteng ajak masyarakat jaga kelestarian satwa endemik
Baca juga: LSM KOMIU sebut endemik gagak Banggai terancam punah