Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah melalui BKSDA Resort Sampit mengambil kembali kamera trap yang dipasang di Pulau Hanibung, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), kurang lebih satu setengah bulan
“Kami melakukan giat pengambilan kamera trap yang dipasang rekan-rekan BKSDA Kalteng di Pulau Hanibung. Sementara hasilnya, kamera merekam berbagai kegiatan satwa seperti beruk, monyet ekor panjang dan tupa,” kata Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah di Sampit, Minggu.
Ia menjelaskan pemasangan kamera trap ini merupakan bagian dari kegiatan survei yang dilakukan Tim KeHati (Keanekaragaman Hayati) BKSDA Kalteng pada pertengahan Mei lalu.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari rencana pemerintah daerah setempat untuk menjadikan Pulau Hanibung sebagai objek wisata taman satwa sekaligus kawasan konservasi bagi aneka flora dan fauna.
Selain satwa yang terekam dalam kamera trap, Muriansyah menyampaikan pihaknya menemukan jejak dan kotoran satwa lainnya di lokasi tersebut yang diduga merupakan jejak musang. Hal ini menandakan kemungkinan masih banyak satwa lainnya di pulau tersebut yang tak terekam kamera.
“Untuk mendeteksi keberadaan satwa itu bisa dari jejak, kotoran, bulu, sisa buah yang dimakan dan lainnya. Waktu itu kami menemukan adanya jejak satwa lain, namun sayangnya tidak terekam kamera,” ucapnya.
Muriansyah menjelaskan selain pengambilan kamera trap pihaknya juga melakukan sosialisasi dan diskusi dengan warga sekitar terkait jenis-jenis satwa liar yang dilindungi Undang-Undang dan cara penanganannya.
Dengan demikian, diharapkan warga bisa ikut menjaga keberadaan satwa liar di lokasi tersebut sebagai kekayaan dari keanekaragaman hayati di Pulau Hanibung.
Sebagai informasi, Pulau Hanibung merupakan bagian wilayah hulu Desa Camba, Kecamatan Kota Besi. Pulau seluas 260 hektare yang masih alami ini terdapat banyak flora dan fauna, sehingga dinilai memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata taman satwa.
Untuk mencapai pulau tersebut perlu menggunakan perahu yang jika dari Dermaga Habaring Hurung Sampit diperlukan waktu kurang lebih 2 jam. Meski terkesan jauh, namun hal ini justru memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk menikmati susur sungai dan pemandangan di sekitarnya.
Selain memasang kamera trap, Tim KeHati juga telah turun langsung untuk melakukan survei keanekaragaman hayati di pulau tersebut. Metode survei yang dilakukan, yakni analisis vegetasi (anveg), pengambilan foto udara atau mapping, monitoring satwa dan wawancara dengan masyarakat sekitar.
Berdasarkan survei tersebut potensi flora yang ditemukan di Pulau Hanibung antara lain, papuri, jambu burung, ubar, ubar putih, gentalang atau manggis hutan, pempaning, ficus, jambu, pelawi, rungun, kakapas, banitan, rengas, jangkit, kumpang, gelam, gelam tikus, halaba, tabulus, tababuluh, pelawan, sepakau, seraka, rawa, katari, bengkirai dan ulin.
Kemudian potensi fauna mulai dari primata ada orang utan, bekantan, lutung hitam, monyet ekor panjang. Aneka burung seperti rangkong, elang brontok, elang bondol, kengkareng dada putih, jalak kerbau, burak, burung hantu, bubut, pempulu, kacer, cucak ijo, murai atau tinjau, tiung mas dan punai.
Lalu, berbagai jenis ikan di antaranya hiu kalimantan, parang-parang, lais bamban, lawang, baung, pari air tawar, baga-baga, papuntin, patin, pipih atau belida, gabus, kelabau, sanggang, papuyu atau betok, kapar, seluang, kaloi atau gurame, udang galah, keringau, mangki, masau, sidat dan tapah.
Selain itu, ada pula berbagai jenis reptil seperti buaya muara, biawak, ular piton, king kobra, labi-labi, biuku dan ular welang.
Dengan menjadikan lokasi tersebut sebagai objek wisata taman satwa diharapkan bisa membantu melestarikan keberadaan flora dan fauna yang ada.
Di sisi lain, untuk membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat. Misalnya dengan membuka usaha transportasi menggunakan perahu menuju Pulau Hanibung, mendirikan penginapan, warung makan dan sebagainya.
Ia menjelaskan pemasangan kamera trap ini merupakan bagian dari kegiatan survei yang dilakukan Tim KeHati (Keanekaragaman Hayati) BKSDA Kalteng pada pertengahan Mei lalu.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari rencana pemerintah daerah setempat untuk menjadikan Pulau Hanibung sebagai objek wisata taman satwa sekaligus kawasan konservasi bagi aneka flora dan fauna.
Selain satwa yang terekam dalam kamera trap, Muriansyah menyampaikan pihaknya menemukan jejak dan kotoran satwa lainnya di lokasi tersebut yang diduga merupakan jejak musang. Hal ini menandakan kemungkinan masih banyak satwa lainnya di pulau tersebut yang tak terekam kamera.
“Untuk mendeteksi keberadaan satwa itu bisa dari jejak, kotoran, bulu, sisa buah yang dimakan dan lainnya. Waktu itu kami menemukan adanya jejak satwa lain, namun sayangnya tidak terekam kamera,” ucapnya.
Muriansyah menjelaskan selain pengambilan kamera trap pihaknya juga melakukan sosialisasi dan diskusi dengan warga sekitar terkait jenis-jenis satwa liar yang dilindungi Undang-Undang dan cara penanganannya.
Dengan demikian, diharapkan warga bisa ikut menjaga keberadaan satwa liar di lokasi tersebut sebagai kekayaan dari keanekaragaman hayati di Pulau Hanibung.
Sebagai informasi, Pulau Hanibung merupakan bagian wilayah hulu Desa Camba, Kecamatan Kota Besi. Pulau seluas 260 hektare yang masih alami ini terdapat banyak flora dan fauna, sehingga dinilai memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata taman satwa.
Untuk mencapai pulau tersebut perlu menggunakan perahu yang jika dari Dermaga Habaring Hurung Sampit diperlukan waktu kurang lebih 2 jam. Meski terkesan jauh, namun hal ini justru memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk menikmati susur sungai dan pemandangan di sekitarnya.
Selain memasang kamera trap, Tim KeHati juga telah turun langsung untuk melakukan survei keanekaragaman hayati di pulau tersebut. Metode survei yang dilakukan, yakni analisis vegetasi (anveg), pengambilan foto udara atau mapping, monitoring satwa dan wawancara dengan masyarakat sekitar.
Berdasarkan survei tersebut potensi flora yang ditemukan di Pulau Hanibung antara lain, papuri, jambu burung, ubar, ubar putih, gentalang atau manggis hutan, pempaning, ficus, jambu, pelawi, rungun, kakapas, banitan, rengas, jangkit, kumpang, gelam, gelam tikus, halaba, tabulus, tababuluh, pelawan, sepakau, seraka, rawa, katari, bengkirai dan ulin.
Kemudian potensi fauna mulai dari primata ada orang utan, bekantan, lutung hitam, monyet ekor panjang. Aneka burung seperti rangkong, elang brontok, elang bondol, kengkareng dada putih, jalak kerbau, burak, burung hantu, bubut, pempulu, kacer, cucak ijo, murai atau tinjau, tiung mas dan punai.
Lalu, berbagai jenis ikan di antaranya hiu kalimantan, parang-parang, lais bamban, lawang, baung, pari air tawar, baga-baga, papuntin, patin, pipih atau belida, gabus, kelabau, sanggang, papuyu atau betok, kapar, seluang, kaloi atau gurame, udang galah, keringau, mangki, masau, sidat dan tapah.
Selain itu, ada pula berbagai jenis reptil seperti buaya muara, biawak, ular piton, king kobra, labi-labi, biuku dan ular welang.
Dengan menjadikan lokasi tersebut sebagai objek wisata taman satwa diharapkan bisa membantu melestarikan keberadaan flora dan fauna yang ada.
Di sisi lain, untuk membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat. Misalnya dengan membuka usaha transportasi menggunakan perahu menuju Pulau Hanibung, mendirikan penginapan, warung makan dan sebagainya.