Jakarta (ANTARA) - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menduga pelapor Budianto Tahapary hendak mencelakakan IPW terkait tuduhan oknum anggota Polrestro Jakarta Selatan memeras uang senilai Rp1 miliar.
"Saya tidak paham kenapa pelapor Budianto jadi melantur begitu dan omongannya jadi berbeda dalam kasus dugaan pemerasan Rp1 miliar yang dilakukan oknum Polrestro Jakarta Selatan terhadap dirinya," kata Neta melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Neta menjelaskan selama 45 hari pelapor Budianto berkomunikasi secara intens dan bertemu beberapa kali dengan pengurus IPW, serta menyebutkan adanya oknum anggota Polrestro Jakarta Selatan yang meminta uang untuk menyelesaikan perkaranya.
Neta mengungkapkan Budianto juga mengaku memiliki dua saksi terkait dugaan pemerasan yang dilakukan Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan AKBP Andi Sinjaya Ghalib.
"Dia mengatakan ada dua orang, satu temannya Kasat Serse dan satu lagi temannya sendiri, yang kemudian dia pertemukan dengan saya," ujar Neta.
Budianto juga menurut Neta meminta bantuan melaporkan dugaan pemerasan itu ke Kapolda Metro Jaya, kemudian Budianto membuat laporan tertulis.
"Setelah saya baca, saya memintanya mengantarkan laporan itu ke Koorsespri Kapolda Metro Jaya. Budianto juga yg meminta bantuan saya agar kasus itu dirilis ke media massa," tutur Neta.
Saat bertemu petugas Bidang Propam Polda Metro Jaya pun diungkapkan Neta, Budianto menyampaikan Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan meminta uang Rp1 miliar.
Bahkan anggota Bidang Propam Polda Metro Jaya juga meminta bukti laporan dan barang bukti lainnya kepada Budianto.
"Jadi saya merasa aneh penjelasan Budianto ke media berubah menjadi lain ceritanya. IPW kok malah dipojokkan Budianto, ada apa?" ucap Neta.
Terkait informasi Budianto itu, Neta meminta Propam Polda Metro Jaya merekomendasikan Bareskrim Mabes Polri mengusut laporan bohong Budianto yang diduga bohong tersebut agar diproses pidana.
Sebelumnya, Neta menyatakan AKBP Andi Sinjaya diduga terlibat pemerasan Rp1 miliar terhadap salah satu pelapor bernama Budianto untuk merampungkan kasusnya di Polrestro Jakarta Selatan.
Dari hasil pemeriksaan intensif, Bidang Propam Polda Metro Jaya menegaskan AKBP Andi Sinjaya Ghalib terbukti tidak terlibat pemerasan terhadap Budianto.
Bahkan, Budianto menjelaskan kronologis kejadian adanya makelar kasus dari oknum pengacara berinisial Al yang meminta uang Rp1 miliar mengatasnamakan AKBP Andi Sinjaya untuk menyelesaikan laporan kasusnya di Polrestro Jakarta Selatan.
Budianto meminta maaf atas ramainya pemberitaan mengenai tuduhan AKBP Andi Sinjaya memeras Rp 1 miliar berdasarkan keterangan Neta S Pane yang tidak terklarifikasi.
Budianto juga membantah AKBP Andi Sinjaya yang meminta uang Rp1 miliar untuk menyelesaikan laporan kasus terkait menempati lahan tanah tanpa izin itu.
"Bukan kasat tapi mengatasnamakan kasat," ucap Budianto.
Sementara itu, komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Andre H Poeloengan mendesak Neta S Pane meminta maaf secara terbuka terkait pemberitaan tuduhan Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan AKBP Andi Sinjaya Ghalib memeras Rp1 miliar kepada pelapor.
"Kalau yang Neta bicarakan itu tidak benar maka perlu minta maaf di hadapan publik," tutur Andre.
Andre mengatakan Neta harus meluruskan dan menyelesaikan persoalan berita itu dengan pelapor bernama Budianto Tahapary, serta mengklarifikasi kepada Bidang Propam Polda Metro Jaya dan penyidik Polrestro Jakarta Selatan.
"Kalau benar yang disampaikan Neta berikan alat buktinya ke Propam Polda Metro Jaya," Andre menegaskan.
"Saya tidak paham kenapa pelapor Budianto jadi melantur begitu dan omongannya jadi berbeda dalam kasus dugaan pemerasan Rp1 miliar yang dilakukan oknum Polrestro Jakarta Selatan terhadap dirinya," kata Neta melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Neta menjelaskan selama 45 hari pelapor Budianto berkomunikasi secara intens dan bertemu beberapa kali dengan pengurus IPW, serta menyebutkan adanya oknum anggota Polrestro Jakarta Selatan yang meminta uang untuk menyelesaikan perkaranya.
Neta mengungkapkan Budianto juga mengaku memiliki dua saksi terkait dugaan pemerasan yang dilakukan Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan AKBP Andi Sinjaya Ghalib.
"Dia mengatakan ada dua orang, satu temannya Kasat Serse dan satu lagi temannya sendiri, yang kemudian dia pertemukan dengan saya," ujar Neta.
Budianto juga menurut Neta meminta bantuan melaporkan dugaan pemerasan itu ke Kapolda Metro Jaya, kemudian Budianto membuat laporan tertulis.
"Setelah saya baca, saya memintanya mengantarkan laporan itu ke Koorsespri Kapolda Metro Jaya. Budianto juga yg meminta bantuan saya agar kasus itu dirilis ke media massa," tutur Neta.
Saat bertemu petugas Bidang Propam Polda Metro Jaya pun diungkapkan Neta, Budianto menyampaikan Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan meminta uang Rp1 miliar.
Bahkan anggota Bidang Propam Polda Metro Jaya juga meminta bukti laporan dan barang bukti lainnya kepada Budianto.
"Jadi saya merasa aneh penjelasan Budianto ke media berubah menjadi lain ceritanya. IPW kok malah dipojokkan Budianto, ada apa?" ucap Neta.
Terkait informasi Budianto itu, Neta meminta Propam Polda Metro Jaya merekomendasikan Bareskrim Mabes Polri mengusut laporan bohong Budianto yang diduga bohong tersebut agar diproses pidana.
Sebelumnya, Neta menyatakan AKBP Andi Sinjaya diduga terlibat pemerasan Rp1 miliar terhadap salah satu pelapor bernama Budianto untuk merampungkan kasusnya di Polrestro Jakarta Selatan.
Dari hasil pemeriksaan intensif, Bidang Propam Polda Metro Jaya menegaskan AKBP Andi Sinjaya Ghalib terbukti tidak terlibat pemerasan terhadap Budianto.
Bahkan, Budianto menjelaskan kronologis kejadian adanya makelar kasus dari oknum pengacara berinisial Al yang meminta uang Rp1 miliar mengatasnamakan AKBP Andi Sinjaya untuk menyelesaikan laporan kasusnya di Polrestro Jakarta Selatan.
Budianto meminta maaf atas ramainya pemberitaan mengenai tuduhan AKBP Andi Sinjaya memeras Rp 1 miliar berdasarkan keterangan Neta S Pane yang tidak terklarifikasi.
Budianto juga membantah AKBP Andi Sinjaya yang meminta uang Rp1 miliar untuk menyelesaikan laporan kasus terkait menempati lahan tanah tanpa izin itu.
"Bukan kasat tapi mengatasnamakan kasat," ucap Budianto.
Sementara itu, komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Andre H Poeloengan mendesak Neta S Pane meminta maaf secara terbuka terkait pemberitaan tuduhan Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan AKBP Andi Sinjaya Ghalib memeras Rp1 miliar kepada pelapor.
"Kalau yang Neta bicarakan itu tidak benar maka perlu minta maaf di hadapan publik," tutur Andre.
Andre mengatakan Neta harus meluruskan dan menyelesaikan persoalan berita itu dengan pelapor bernama Budianto Tahapary, serta mengklarifikasi kepada Bidang Propam Polda Metro Jaya dan penyidik Polrestro Jakarta Selatan.
"Kalau benar yang disampaikan Neta berikan alat buktinya ke Propam Polda Metro Jaya," Andre menegaskan.