Raja Mori diusulkan jadi Pahlawan Nasional

id raja mori

Raja Mori diusulkan jadi Pahlawan Nasional

Gambar lukisan Raja Mori Mokole Marunduh. (ANTARA/HO/Pramaartha Pode)

Kolonodale (ANTARA) - Kongres ke-2 Wita Mori di Kolonodale, Kabupaten Morowali Utara secara resmi mengusulkan Raja Mori Mokole Marunduh sebagai Pahlawan Nasional dari Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Pakar Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga putra daerah Morowali Utara, Pramaartha Pode pada kegiatan kongres yang berlangsung di Gedung Tepo Asa Aroa Morokoa, 28-29 Februari 2020 itu mengatakan, usulan ini dimunculkan mengingat saat ini belum ada Pahlawan Nasional dari Sulteng.

“Raja Mori Mokole Marunduh gugur di medan perang melawan Belanda di Benteng Wulanderi. Tidak seperti daerah lain yang rajanya takluk kepada Belanda, Raja Mori memilih lebih baik mati daripada menyerah kepada penjajah,” ujar Praamartha.

Anggota Dewan Pakar Badan Musyawarah Adat Sulawesi Tengah ini menambahkan, dengan peran yang sangat besar di masa Kemerdekaan Republik Indonesia, Raja Mori Mokole Marunduh layak diberi anugerah sebagai Pahlawan Nasional.

Ia berharap tahun 2021 usulan ini sudah dapat dipertimbangkan Pemerintah Pusat karena proses pengurusannya berjenjang mulai dari kabupaten, provinsi dan terakhir di pemerintah pusat. Oleh karena itu usulan tersebut telah diterima dengan baik melalui Kongres II Wita Mori dan akan segera diproses lebih lanjut sesuai ketentuan aturan yang berlaku.

Menurut dia, pemberian gelar Pahlawan Nasional ini, tentunya berpedoman pada UU No. 20 Tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, khususnya pasal 26. Dalam pasal ini dijelaskan gelar yang diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia dan yang semasa tinggal pernah melakukan perjuangan atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahan kan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

 

                                          Perkuat Silaturahmi

Ketua Panitia Reimon Monsangi melaporkan bahwa pelaksanaan Kongres Wita Mori selama dua hari itu diselenggarakan atas dasar  UUD 1945 pasal 18 b dan Pasal 28 i, Anggaran Dasar/Aanggaran Rumah Tangga (AD/ART) Dewan Adat Wita Mori, Akta Notaris Dewan Adat Wita Mori dan Keputusan Dewan Adat Wita Mori tentang panitia penyelenggara Kongres Wita Mori.

Pelaksanakan Kongres Wita Mori bertujuan dalam upaya menghimpun pendapat dan gagasan dari berbagai perspektif narasumber, sehingga peserta kongres terarah dan termotivasi merumuskan sikap, mewujudkan masyarakat Mori yang beradab inklusif, damai, demokratis melalui bahasa, adat istiadat dan budaya serta kesenian.

Selain itu juga untuk menanamkan kembali idealis “To Mori” dalam merajut kebersamaan Wita Mori di Kabupaten Morowali Utara sebagai daerah otonom yang maju di Provinsi Sulawesi Tengah .

Bupati Morowali Utara Aptripel Tumimomor memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yg terkait, khususnya panitia yang telah berupaya mewujudkan Kongres ke-2 Wita Mori itu hingga terlaksana dengan baik.

Tumimomor bersyukur atas perhatian dan kepedulian para tokoh Wita Mori, baik yang berada di Kabupaten Morowali Utara maupun di perantauan yang turut menjaga serta melestarikan nilai luhur budaya Wita Mori.

Sebelumnya Bupati Morowali Utara optimistis pelaksanaan Kongres Wita Mori tersebut berjalan dengan baik dan sukses serta berpesan agar dijadikan ‘Tepo Asa Aroa’ sebagai wadah dalam mewujudkan pemikiran, gagasan khususnya mempersatukan 44 anak suku Wita Mori di Kabupaten Morowali Utara.

“Semangat Tepo Asa Aroa dikedepankan untuk menjalin tali silaturahmi antaranak suku Mori. Diharapkan melalui kegiatan ini, seluruh peserta kongres juga ikut membahas serta melahirkan inovasi dalam melestarikan budaya Wita Mori,” ujar Tumimomor

 

Suasana Kongres ke-2 Wita Mori di Kolonodale, Jumat (28/020/2020). (ANTARA/HO/Pramaartha Pode)