120 KK penyintas gempa Palu terima sembako dari Iluni UI
Palu (ANTARA) - Sebanyak 120 kepala keluarga penyintas gempa dan tsunami 28 September 2018 yang saat ini berada di hunian sementara (huntara) di Kelurahan Talise, Kota Palu, menerima batuan sembako dari Ikatan Alumni Uiversitas Indonesia (Iluni UI).
"Sumbangan yang kami berikan mudah-mudahan ada manfaatnya, ini sebagai bentuk ketulusan dan keikhlasan kami, khususnya bagi mereka yang tertimpa korban tsunami," ucap Ketua Umum Iluni UI Sulawesi Tengah (Sulteng) Longki Djanggola di Palu, Jumat.
Paket sembako yang diberikan kepada penyintas itu berupa kebutuhan atas pangan yang berisikan beras, gula pasir, tepung terigu, dan minyak goreng.
Pembagian sembako yang dipimpin oleh Longki Djanggola yang juga Gubernur Sulteng didampingi Ketua Harian dr Abdullah itu merupakan langkah untuk menjalankan program Iluni UI Sulteng.
Kepada penyintas bencana gempa dan tsunami di Kelurahan Talise, para alumni UI itu mengaku sengaja datang untuk berbagi dengan mereka.
"Sengaja datang untuk berbagi rezeki, khususnya bagi mereka yang bermukim di huntara," ucap dr Abdullah.
Pembagian sembako dilakukan dengan mengedepankan protokol kesehatan dalam pencegahan penyebaran virus corona jenis baru (COVID-19).
Penyintas bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi dan Donggala kini menghadapi dengan masa-masa sulit. Belum pulih sepenuhnya dari bencana gempa, tsunami dan likuefaksi, kini mereka juga terdampak adanya penyebaran virus corona jenis baru (COVID-19).
Apalagi kaum perempuan yang saat ini berada di hunian sementara yang ada di lokasi pengungsian, dipandang sebagai kelompok yang sangat rentan terpapar bencana non-alam itu.
"Apalagi di selter pengungsian di wilayah Kota Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Sosial distancing harusnya menjadi suatu keharusan dalam upaya mencegah atau memutus rantai penyebaran COVID-19, namun melihat kondisi Sulawesi Tengah setahun lebih pascabencana, masih banyak yang tinggal di selter atau huntara, yang sulit melakukan social distancing atau physial distancing, karena kondsi huntara yang hanya 4 X 6 meter dan berbatasan dinding. Tentunya sangat sulit dan memosisikan para penyintas, khususnya perempuan, lebih rentan terpapar," kata Direktur Pelaksana Yayasan Sikola Mombine Sulteng Risnawati.
"Sumbangan yang kami berikan mudah-mudahan ada manfaatnya, ini sebagai bentuk ketulusan dan keikhlasan kami, khususnya bagi mereka yang tertimpa korban tsunami," ucap Ketua Umum Iluni UI Sulawesi Tengah (Sulteng) Longki Djanggola di Palu, Jumat.
Paket sembako yang diberikan kepada penyintas itu berupa kebutuhan atas pangan yang berisikan beras, gula pasir, tepung terigu, dan minyak goreng.
Pembagian sembako yang dipimpin oleh Longki Djanggola yang juga Gubernur Sulteng didampingi Ketua Harian dr Abdullah itu merupakan langkah untuk menjalankan program Iluni UI Sulteng.
Kepada penyintas bencana gempa dan tsunami di Kelurahan Talise, para alumni UI itu mengaku sengaja datang untuk berbagi dengan mereka.
"Sengaja datang untuk berbagi rezeki, khususnya bagi mereka yang bermukim di huntara," ucap dr Abdullah.
Pembagian sembako dilakukan dengan mengedepankan protokol kesehatan dalam pencegahan penyebaran virus corona jenis baru (COVID-19).
Penyintas bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi dan Donggala kini menghadapi dengan masa-masa sulit. Belum pulih sepenuhnya dari bencana gempa, tsunami dan likuefaksi, kini mereka juga terdampak adanya penyebaran virus corona jenis baru (COVID-19).
Apalagi kaum perempuan yang saat ini berada di hunian sementara yang ada di lokasi pengungsian, dipandang sebagai kelompok yang sangat rentan terpapar bencana non-alam itu.
"Apalagi di selter pengungsian di wilayah Kota Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Sosial distancing harusnya menjadi suatu keharusan dalam upaya mencegah atau memutus rantai penyebaran COVID-19, namun melihat kondisi Sulawesi Tengah setahun lebih pascabencana, masih banyak yang tinggal di selter atau huntara, yang sulit melakukan social distancing atau physial distancing, karena kondsi huntara yang hanya 4 X 6 meter dan berbatasan dinding. Tentunya sangat sulit dan memosisikan para penyintas, khususnya perempuan, lebih rentan terpapar," kata Direktur Pelaksana Yayasan Sikola Mombine Sulteng Risnawati.