Warga Kulawi-Sigi jadikan HHBK sumber ekonomi baru

id Produk HHBK,Madu HUtan Kulawi,karsa Institut,HHBK Sigi,HHBK,Ipul Karsa

Warga Kulawi-Sigi jadikan HHBK sumber ekonomi baru

Desa Lonca, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi. (ANTARA/HO-Karsa Institut)

Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Sebagian warga di Kulawi, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, telah mengelola hasil hutan bukan kayu sebagai sumber ekonomi baru untuk menunjang kehidupan mereka di daerah itu.

"Salah satu HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) yang diolah masyarakat Kulawi yakni madu hutan, dan Karsa Institut ikut mendampingi terhadap upaya pemanfaatan dan pengelolaan HHBK tersebut," kata Direktur Karsa Institut Sulawesi Tengah, Syaiful Taslim, di Palu, Rabu.

Dia mengatakan saat ini pengelolaan madu yang dilakukan masyarakat sekitar hutan tersebut masih secara tradisional.

Dia mengatakan Karsa Institut mendampingi masyarakat tersebut berawal dari semangat masyarakat untuk membentuk hutan Desa Lonca.

Baca juga: PT BPST libatkan Pemprov Sulteng kembangkan potensi wisata hutan

Semangat itu kemudian direspon oleh Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan RI.

Setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kehutanan, kata Syaiful, dibentuklah Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang tidak lepas dari dukungan Kementerian Kehutanan.

Dalam Lembaga Pengelola Hutan Desa, sebut dia, terdapat kelompok usaha pengelola perhutanan sosial.

Kelompok itu yang kemudian mengelola dan mengembangkan HHBK jenis madu.

"Mereka beranggotakan kurang lebih sekitar 10 orang," ujarnya.

Dalam pengelolaannya, ujar Syaiful, setiap tahun kelompok tersebut dapat memproduksi atau panen madu dari wilayah hutan Desa Lonca mencapai satu ton.

"Madu yang mereka ambil atau panen, berasal dari dalam hutan pada wilayah hutan Desa Lonca," sebutnya.

Baca juga: Pemkab Sigi harus lindungi produk ekonomi kreatif berbasis HHBK

Ia mengakui bahwa pengelolaan dan tata cara pengambilan madu masih tradisional karena belum menggunakan alat bantu berbasis mesin.

Bahkan, kata dia, hingga saat ini belum ada label atau merek khusus dari madu tersebut.

"Nah ini yang kami sedang upayakan agar mereka punya label atau merek khusus. Dulu pernah label terhadap jenis HHBK tersebut, namun itu hanya karena ada kegiatan atau hanya bersifat temporer," ujarnya.

Madu yang diambil oleh kelompok tersebut, kata dia, dijual di Kota Palu dan kepada masyarakat di Kabupaten Sigi serta di wilayah Kecamatan Kulawi.

"Mereka juga melakukan budidaya dengan memelihara tempat-tempat yang kemudian bisa menjadi tempat lebah bersarang," kata dia.

Karsa Institut, sebut Ipul, berupaya agar ke depan kelompok tersebut bisa mengelola madu secara profesional, termasuk membangun kemitraan dengan pemerintah dan pelaku usaha dalam hal pasar, sehingga manfaat dari madu tersebut, bisa berdampak maksimal terhadap ekonomi masyarakat di Desa Lonca.

Berkaitan dengan itu, Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sigi, Rahmat Saleh mengemukakan potensi HHBK di Kabupaten Sigi sangat banyak dan dapat dimanfaatkan Pemkab Sigi untuk menjadi penopang pendapatan daerah.

"Idealnya potensi HHBK bisa menjadi satu kekuatan daerah khususnya Kabupaten Sigi, dalam hal penunjang pendapatan, dan pembangunan ekonomi kerakyatan," sebutnya.

Rahmat mendesak Pemkab Sigi agar membantu masyarakat sekitar hutan yang telah mengelola HHBK, meliputi permodalan, pengembangan dan akses pasar, agar produk HHBK yang dihasilkan benar-benar berdampak pada ekonomi warga.

Baca juga: LSM di Sulteng bantu tampung hasil hutan bukan kayu

Direktur Karsa Institut Provinsi Sulteng, Syaiful Taslim (ANTARA/Muhammad Hajiji)