Pelepasan kawasan hutan di Kalteng menjadi kendala realisasi plasma

id pelepasan kawasan hutan kalteng,plasma sawit,kelapa sawit,dprd ,kalteng

Pelepasan kawasan hutan di Kalteng menjadi kendala realisasi plasma

Ilustrasi - Kawasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.ANTARA/Kasriadi

Palangka Raya (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II bidang Sumber Daya Alam (SDA) dan Perekonomian DPRD Kalimantan Tengah Sudarsono menilai, sulitnya melakukan pelepasan kawasan hutan, menjadi kendala merealisasikan plasma dari perusahaan besar swasta yang beroperasi di provinsi ini kepada masyarakat sekitar.

Ditambah lagi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng yang sampai saat tak kunjung belum tuntas, semakin membuat realisasi plasma mengalami kendala, kata Sudarsono di Palangka Raya, Rabu.

"Alhasil, masalah realisasi plasma ini sering menjadi keluhan dari masyarakat yang kami terima saat melakukan reses ataupun kunjungan ke daerah pemilihan," ujarnya.

Dia pun mencontohkan aspirasi dari masyarakat di Desa Paring Raya, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan, terkait realisasi plasma dari salah satu PBS perkebunan. Di mana, masyarakat di desa tersebut sudah hampir 12 tahun memperjuangkan plasma seluas 1.500 hektare, namun sampai sekarang ini baru sekitar 287 hektare.

"Aspirasi mereka itu tidak salah, karena memang ada diatur dalam undang-undang terkait kewajiban PBS perkebunan memberikan lahan plasma 20 persen kepada masyarakat sekitar kebun," kata mantan Bupati Seruyan itu.

Sudarsono pun memastikan bahwa pihaknya di Komisi II DPRD Kalteng, memberikan perhatian serius terhadap persoalan plasma ini. Bahkan, Komisi II berencana menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk berkonsultasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta lainnya.

Dia mengatakan, sejumlah PBS perkebunan pada dasarnya siap dan bersedia melakukan pembukaan lahan yang peruntukannya plasma masyarakat. Sepanjang, lahan yang dijadikan lokasi plasma itu ada pelepasan status kawasan hutan, agar tidak bermasalah di kemudian hari.

"Persoalan ini bisa sesegera mungkin mendapat solusi terbaik, sehingga masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari keberadaan PBS perkebunan di provinsi ini," demikian Sudarsono.*