APRI: Ketentuan tentang rotan pada Permendag 2023 masih multi-tafsir

id APRI,Peraturan kemendag,Produksi rotan

APRI: Ketentuan tentang rotan pada Permendag 2023 masih multi-tafsir

Arsip foto - Pekerja menjemur rotan mentah untuk bahan baku industri mebel dan kerajinan rumah tangga, di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (17/10/2020). (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Palu (ANTARA) -
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI) Julius Hoesan menyatakan ketentuan tentang rotan pada Permendag No. 22 tahun 2023 tentang Barang Yang Dilarang Ekspor, di mana terdapat pengecualian atas diameter tertentu dari komoditas rotan yang dapat diekspor masih multi tafsir. 


 


"Kami berharap pemerintah melakukan sosialisasi terkait Permendag tersebut agar pihak lain atau instansi terkait sama pemahamannya bahwa rotan untuk diameter tertentu sudah dapat diekspor," kata Julius Hoesan saat di hubungi ANTARA dari Palu, Kamis. 


 


Dia menjelaskan, dengan diterbitkannya Permendag No. 22 Tahun 2023 itu, pihaknya memahami bahwa rotan sudah boleh diekspor, tetapi pihak lain menafsirkannya dilarang ekspor sehingga di sini masih multi tafsir.


 


"Sehingga kami minta Kemendag untuk melakukan sosialisasi terkait ini," ujarnya. 


 


Menurut dia, dengan terbitnya Permendag No. 22 tanggal 10 Juli 2023 tentang Barang Yang Dilarang Ekspor, di mana terdapat pengecualian atas diameter tertentu dari komoditi rotan yang dapat diekspor, telah membawa harapan bagi pengusaha dan masyarakat daerah penghasil rotan di luar Pulau Jawa.


 


Namun demikian maksud dan ketentuan tentang rotan dalam Permendag tersebut masih memiliki multi tafsir sehingga diperlukan penjelasan dan sosialisasi dari kementerian terkait.


 


Ia mengatakan sejak terbitnya Permendag No.35 tahun 2011 yang melarang ekspor rotan setengah jadi dengan tujuan membangkitkan ekspor mebel rotan, telah membawa "kehancuran" bagi industri rotan olahan setengah jadi dan kesengsaraan masyarakat pengumpul rotan pada daerah penghasil rotan seperti di Pulau Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera.


 


"Ironisnya produksi dan ekspor mebel rotan dalam kurun waktu 12 tahun sejak rotan dilarang ekspornya justru tidak maju bahkan merosot terus, penggunaan rotan pada mebel rotan justru telah tergantikan dengan bahan substitusi seperti aluminium sebagai rangka mebel dan plastik sebagai bahan anyaman," ujarnya. 


 


Indonesia memiliki sekitar 85 persen potensi rotan dunia namun kehilangan nilai ekonomis atas komoditas rotan miliknya.


 


"Potensi produksi rotan olahan setengah jadi kita sebesar 250.000 ton per tahun sedangkan penyerapan industri mebel dalam negeri hanya 15.000 ton per tahun, sehingga sisa yang tidak terserap mubazir karena larang ekspor tersebut," ungkapnya. 


 


Kini peran komoditas rotan Indonesia di pasar global telah diambil alih oleh rotan Philipina, Malaysia dan Myanmar, katanya. 


 


"Kami harapkan kementerian bisa mengkaji kembali peraturan yang berkaitan komoditas rotan ini karena selain merupakan komoditas yang 85 persen tumbuh di Indonesia, juga menyangkut kesempatan kehidupan bagi masyarakat daerah penghasil rotan yang berada di luar Pulau Jawa," ujarnya.