Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengingatkan bahwa pencabutan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), termasuk terkait sengketa pemilihan umum anggota legislatif harus didengarkan dalam persidangan.
"Supaya nanti Mahkamah tidak salah ketika mengabulkan penarikan tanpa dihadirkan yang bersangkutan, kemudian asal dikabulkan, ternyata yang bersangkutan belum pernah menarik permohonan secara formal," kata Suhartoyo pada sidang panel satu PHPU Pileg 2024 di Gedung I Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis.
Suhartoyo mengatakan MK pernah menerima penarikan permohonan tanpa dikonfirmasi di persidangan, tetapi pemohon yang bersangkutan ternyata tidak pernah menarik permohonannya.
Ia menyebut kejadian seperti itu pernah terjadi ketika MK menangani sengketa Pilkada Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
"Dalam perkara-perkara PHPU, termasuk pilkada, ini acap kali MK itu menerima penarikan, tetapi kemudian ketika tidak dikonfirmasi dari yang bersangkutan di persidangan, itu ternyata yang bersangkutan langsung disetujui oleh Mahkamah. Pernah punya pengalaman seperti itu, ternyata yang bersangkutan tidak pernah menarik (permohonan)," ucapnya.
Sejak peristiwa itu, imbuh Suhartoyo, MK memberlakukan penarikan permohonan harus tetap didengar keterangannya di persidangan sebagai pertimbangan kehati-hatian bagi lembaganya.
"Kami minta ketegasannya karena untuk kepastian sikap Mahkamah ke depan," tambah Ketua MK.
Mulanya, kuasa hukum Partai Golkar dalam perkara Nomor 201-02-04-02/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, Afrianto Butarbutar, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan pencabutan berkas perkara sehingga tidak akan membacakan pokok-pokok permohonan.
"Di mana pencabutan kami itu sudah diterbitkan tanda terima tambahan berkas perkara oleh kepaniteraan MK. Terkait pencabutan kami ini karena sampai saat ini kami tidak dapat persetujuan dari DPP," kata Afrianto di hadapan Mahkamah.
"Jadi, pendiriannya tetap ditarik, ya, Pak?" tanya Suhartoyo memastikan.
"Iya, demikian Yang Mulia," jawab Afrianto.