PP terkait kesehatan belum akan direvisi

id Menkes ,Budi Gunadi Sadikin,PP Terkait Kesehatan,Industri Tembakau

PP terkait kesehatan belum akan direvisi

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tengah), Dubes Uni Emirat Arab Abdulla Salem Obaid Salem Al Dhaheri (kiri) dan Penjabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin (kanan), memberikan keterangan di Gedung Sate Bandung, Jumat (2/8/2024). ANTARA/Ricky Prayoga

Bandung (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang dikritisi kalangan industri tembakau belum akan direvisi.

"PP-nya tidak akan direvisi, kan baru keluar," ujar Budi di Bandung, Jumat.

Munculnya PP terkait kesehatan yang menimbulkan pro kontra, kata Budi, adalah demi mencari keseimbangan antara dua sisi, yakni industri dan kesehatan.

Saat ini, pemerintah sendiri telah melihat pentingnya aspek kesehatan, terlebih pasca-COVID-19 banyak yang meninggal akibat komplikasi paru-paru. Terlebih saat ini, lanjut dia, polusi juga tinggi, sehingga perlu dicari cara untuk menyiapkan kesehatan masyarakat.

"Seperti misalnya industri gula (yang disorot akibat pasien anak cuci darah), terkait industri tembakau, pasti memang ada dua sisi, nah keseimbangan ini harus dijaga," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 terkait Kesehatan yang mengatur larangan penjualan produk tembakau (rokok) secara eceran satuan per batang, kecuali cerutu atau rokok elektronik.

Ketentuan itu tertera dalam Pasal 434 ayat (1) poin c dalam PP tersebut, sebagaimana salinan PP yang dilihat dalam laman jdih.setneg.go.id.

Dalam Pasal 434 tertulis Ayat (1) setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik, jika poin (a) disebutkan menggunakan mesin layan diri, poin (b) kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil, (c) secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.

Sedangkan poin (d) dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui, (e) dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan (f) menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.

Sementara pada Pasal 434 ayat (2), ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f bagi jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dikecualikan jika terdapat verifikasi umur.

Aturan tersebut juga mengatur promosi susu formula atau produk-produk pengganti air susu ibu (ASI) eksklusif. Berbagai ketentuan untuk mengendalikan susu formula, di antaranya melarang promosi produk pengganti ASI eksklusif, baik melalui tenaga kesehatan hingga endorsement pemengaruh media sosial (influencer).

PP Kesehatan tersebut menuai protes di antaranya dilayangkan Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi). Bagian yang menjadi keberatan mereka adalah pengaturan menyangkut perdagangan produk tembakau alias rokok karena mereka anggap mengancam keberlangsungan usaha pedagang pasar.

Ketua Umum Aparsi Suhendro dalam keterangan di Jakarta, Jumat (2/8), menyatakan, penerbitan PP Kesehatan itu akan mengancam keberlangsungan hidup sembilan juta pedagang di pasar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia.

Salah satu pasal yang akan diberlakukan, yaitu larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain serta larangan menjual rokok eceran yang dinilai masih sangat rancu untuk diberlakukan.

"Kami menolak keras dua larangan ini karena beberapa faktor. Salah satunya karena banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah, institusi pendidikan atau fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga dapat menurunkan omzet pedagang pasar yang banyak berasal dari penjualan produk tembakau. Hal ini akan menimbulkan permasalahan baru bagi kami sebagai pelaku usaha," katanya.