Kota Gaza, Palestina (ANTARA) - Kelompok perlawanan Palestina, Hamas menyebut perjanjian gencatan senjata dengan Israel di Jalur Gaza yang akan mulai berlaku pada Minggu (19/1) sebagai sebuah “titik balik” dalam perjuangan melawan pendudukan Israel.
“Gencatan senjata ini adalah sebuah pencapaian bagi rakyat kami, perlawanan kami, bangsa kami, dan seluruh orang yang mencintai kebebasan di dunia,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan
“Ini adalah titik balik dalam perjuangan kami melawan musuh yang terus berlanjut, serta sebuah langkah menuju tujuan kami untuk pembebasan dan kembali ke tanah air.” lanjut pernyataan tersebut.
Kelompok perlawanan Palestina itu memuji tercapainya kesepakatan sebagai produk dari “keteguhan legendaris” rakyat Palestina dan ketahanan perlawanan Gaza selama 15 bulan terakhir.
Hamas menekankan bahwa perjanjian tersebut mencerminkan tanggung jawabnya kepada rakyat Gaza untuk menghentikan agresi Israel, mengakhiri pembantaian, dan menghentikan genosida yang berdampak pada warga sipil.
Kelompok itu juga mengucapkan terima kasih atas dukungan internasional yang didapat Gaza, terutama dari Arab, masyarakat Muslim dan global, untuk meningkatkan kesadaran mengenai tindakan Israel dan menuntut diakhirinya kekerasan.
Hamas berterima kasih kepada para mediator, terutama Qatar dan Mesir, atas upaya mereka memfasilitasi tercapainya kesepakatan.
Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani mengonfirmasi kesepakatan tersebut dalam konferensi pers di Doha.
Ia menguraikan tahap pertama, yang akan berlangsung selama 42 hari, mencakup pembebasan 33 tahanan Israel dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina.
Gencatan senjata terjadi pada hari ke-467 genosida Israel terhadap Gaza, yang, dengan dukungan AS, telah merenggut lebih dari 156.000 korban, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Perang ini juga telah menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang, serta kehancuran luas dan krisis kemanusiaan yang telah merenggut banyak nyawa orang tua dan anak-anak, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan terburuk dalam sejarah dunia modern.
Sumber: Anadolu