Pakar jelaskan prinsip FPIC terkait status PT ANA

id Budi Mulyanto,Astra Agro Lestari,Agro Nusa Abadi ,Perkebunan Kelapa Sawit

Pakar jelaskan prinsip FPIC terkait status PT ANA

Dokumentasi - Perkebunan kelapa sawit. (FOTO ANTARA)

Palu (ANTARA) -

Pakar Agraria Profesor Budi Mulyanto menjelaskan status PT Agro Nusa Abadi (ANA) dengan prinsip pendekatan Free, Prior and Informed Consent (FPIC).

Dalam keterangan tertulis di Palu, Selasa, dia menjelaskan dalam lanskap pengelolaan lahan global dengan prinsip FPIC, telah menjadi tolak ukur krusial bagi perusahaan yang beroperasi di wilayah yang berdampingan dengan masyarakat adat dan komunitas lokal.

Dia menjelaskan FPIC yang menekankan persetujuan, informasi lengkap dan dilakukan sebelum suatu kegiatan usaha dimulai. Sejatinya, selaras dengan konsep Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa), yang dilaksanakan oleh Panitia B. Mereka adalah komite yang beranggotakan para pemangku kepentingan mulai dari pemerintah daerah, pemerintah desa, masyarakat setempat hingga pemerintah pusat.

Mantan Direktur Jendral Pengadaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu menjelaskan, mekanisme Panitia B dalam proses pengurusan izin usaha perkebunan, sejatinya telah mengadopsi substansi dari prinsip FPIC, sebagaimana dipahami secara internasional. Dia pun menyatakan bila Panitia B adalah FPIC dalam versi Indonesia.

Dia menambahkan bahwa konsep persetujuan masyarakat yang sebelumnya dikenal melalui pendekatan atau terminologi berbeda di wilayah-wilayah lain, kini diakomodasi dan diresmikan dalam kerangka FPIC yang lebih universal. Adapun Panitia B sebagai bagian dari prosedur formal dalam pemberian izin sesuai peraturan pertanahan di Indonesia telah melibatkan unsur-unsur kunci FPIC.

“Panitia B itu di dalamnya ada masyarakat. Unsur utamanya adalah masyarakat. Itulah esensi dari FPIC. Jadi, panitia B itu merupakan prinsip FPIC yang telah dijalankan jauh sebelum hak legalitas tanah diterbitkan,” katanya menegaskan.

Budi menjelaskan dalam Panitia B salah satu tugasnya ialah memastikan bahwa masyarakat mendapatkan informasi lengkap, mengenai rencana penggunaan tanah sebelum keputusan diambil. Proses ini juga mencakup persetujuan masyarakat terhadap rencana penggunaan tanah, termasuk pembahasan kompensasi apabila masyarakat mengelola tanah yang akan dijadikan usaha. Kehadiran masyarakat sebagai unsur utama dalam Panitia B menjadi esensi dari prinsip persetujuan ini.

Sementara itu, entitas usaha PT Astra Agro Lestari Tbk (Astra Agro) yakni PT Agro Nusa Abadi (PT ANA) mendapat tudingan pelanggaran hak masyarakat, karena tidak menerapkan FPIC. Adapun EcoNusantara lembaga riset dan audit independen yang ditunjuk untuk melakukan penilaian terhadap implementasi FPIC justru menemukan fakta sebaliknya.

Dalam laporan verifikasi EcoNusantara pada Oktober 2023 menyatakan, bahwa operasi Astra Agro senantiasa melibatkan seluruh pemangku kepentingan berdasarkan prosedur pelibatan masyarakat sesuai dengan kerangka yang disyaratkan.

Laporan tersebut secara spesifik mencatat keterlibatan aktif masyarakat melalui tokoh adat, lembaga desa, hingga forum musyawarah lokal, terutama terkait keluhan yang berhubungan dengan anak perusahaannya di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Selain itu, perusahaan juga disebut telah memberikan kompensasi kepada pihak-pihak yang secara sah mengelola lahan di wilayah konsesi, sesuai hasil verifikasi Panitia B.

“Kami melihat prinsip dan nilai-nilai FPIC sudah termaktub dalam aturan perundang-undangan di bidang perkebunan, meskipun secara bahasa tidak menggunakan istilah FPIC,” kata Chief Executive Officer EcoNusantara Zulfahmi, mengomentari prinsip FPIC dalam operasional perkebunan sawit, termasuk di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Pewarta :
Editor : Andilala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.