Palu, (antaranews.com) - Marena, salah satu desa di
Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah patut dijadikan contoh sebagai
desa yang selama ini sangat peduli dengan hutan di sekitarnya.
"Masyarakat di desa kami sangat menjaga hutan sehingga sampai sekarang
ini tidak pernah ada bencana alam banjir atau tanah longsor," kata Yeni,
salah satu tokoh masyarakat dan adat di Kecamatan Kulawi Selatan,
Sabtu.
Ia mengatakan sejak turun temurun nenek moyang kami
telah meletakan suatu dasar/pondasi adat istiadat yang kuat bagaimana
menjaga dan melestarikan hutan dan segala sumber hayati di didalamnya
demi kelangsungan kehidupan anak cucu.
Dan sampai sekarang
ini, masyarakat yang ada di Desa Marena dengan populasi penduduk
berjumlah 1.875 jiwa atau 502 kepala keluarga(KK) itu sangat memegang
teguh adat dan budaya yang telah diwariskan para leluhur secara turun
temurun.
Kerarifan lokal masyarakat Desa Marena tetap
dipertahankan hingga saat ini, misalkan tidak boleh menebang pohon
sembarangan, membuka kebun, memburu hewan dan juga mengganggu
sumber-sumber mata air yang ada di sekitarnya.
Bagi
masyarakat baik dari maupun yang ada di dalam Desa Marena, jika sampai
menggar adat, maka sanksi pasti akan dikenakan kepada bersangkutan.
Ia mencontohkan, jika terbukti ada warga yang menebang pohon atau
membuka kebun tanpa seizin lembaga adat setempat, maka bersangkutan akan
dikenakan sanksi adat.
Dan sanksi adat yang berlaku di
wilayah ini cukup berat. "Dendanya satu ekor kerbau," kata Yeni,
perempuan yang cukup peduli terhadap kesejahteraan masyarakat dan juga
alam sekitarnya.
Ada filosofi menarik di Desa Marena untuk
dijadikan rujukan bagi desa lainnya dalam menjaga dan melestarikan Taman
Nasional yaitu batu yang ada di kawasan adalah gambaran dari tubuh
mereka, air yang mengalir dari kawasan konservasi itu adalah darah
mereka dan pohon yang ada di kawasan tersebut adalah tulang mereka.
Inilah filosofi masyarakat Desa Marena sehingga siapapun dia yang
mengganggu flora dan fauna yang ada di kawasan Taman Nasional akan
dikenakan sanksi, tanpa memandang bulu.
Kepala Desa Marena, Nixen
Sementara Kepala Desa Marena, Nixen membenarkan masyarakat di desanya sangat peduli dengan hutan yang ada disekitarnya.
Dia mengaku, bahwa secara administrasi wilayah, Desa Marena terletak di
jalur jalan Palu-Gimpu dan berbatasan dengan kawasan hutan lindung dan
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
Masyarakat Desa Marena,
kata dia, hampir seluruhnya adalah petani. Rata-rata petani di desa ini
menanam tanaman pertanian antara lain padi ladang, jagung, kedelain,
ubi kayu dan ubi ungu serta tanaman lainnya.
Juga tanaman
perkebunan seperti yang selama ini dikembangkan di Desa Marena adalah
kakao dan kopi biji. "Komoditas-komoditas itu yang selama ini menjadi
sumber utama penghasilan ekonomi masyarakat Desa Marena," kata dia.
Masyarakat, kata Nixen sangat berharap kepada pihak Balai Besar Taman
Nasional (TNLL) sebagai pengelola kawasan konservasi tersebut bisa
bersama-sama mengelolah sumber daya alam yang ada di kawasan bagi
peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat tanpa mengganggu
flora dan fauna yang ada di dalamnya.
"Mari kita bersama-sama mengolah hutan dan segala yang ada di dalamnya, tanpa merusak sedikitpun," kata dia.
Karena kebutuhan yang paling utama seperti air baik untuk sawah
maupun air bersih bersumber dari dalam kawasan TNLL. "Nah kalau kita
rusak hutan di dalamnya, maka sama berati kita merusak kehidupan kita
sendiri," kata Nixen.
Ia juga mengatakan, masyarakat di
Desa Marena saat ini dalam rangka menambah penghasilan keluarga atau
rumah tangga, khususnya di kalangan kaum perempuan sedang mengembangkan
usaha keterampilan seperti membuat berbagai jenis produk kerajinan dari
bahan baku daum pandan hutan.
Produk-produk yang mulai
dihasilkan, meski masih dalam jumlah terbatas seperti tikar, keranjang,
tempat makanan dll, semuanya menggunakan bahan baku lokal.
Bahan baku tersebut sangat banyak tumbuh di sekitar hutan yang ada di Desa Marena.
Jika permintaan pasar semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan akan
memproduksi lebih banyak lagi untuk dipasarkan ke berbagai pangsa
pasar, terutama ke Kota Palu dan juga daerah lainnya.
Masyarakat juga sangat berharap adanya perhatian dari pemerintah pusat
dan daerah, termasuk TNLL yang punya kawasan konservasi bisa bersinergi
dengan pemerintah desa, BPD dan lembaga adat untuk kepentingan bersama.
"Saya sangat setuju sekali kalau hutan, bukan hanya kawasan konservasi
saja, tetapi semua yang namanya hutan dijaga bersama dengan baik karena
tidak bisa terpisahkan dengan manusia," kata Kades Nixen dalam wawancara
khusus dalam rangka kegiatan travelling jounalist menggali kekayaan dan
potensi alam/hutan yang akan dikembangkan untuk pengelolaan hutan
lestasi berkelanjutan mengadopsi adat dan buadaya lokal di cagar biosfer
Lore Lindu.
Humas Balai Besar TNLL, Eko mengatakan Cagar Biosfer Lore Lindu (CBLL)
sebagian berada di wilayah Kabupaten Poso dan sebagian lagi di Kabupaten
Sigi. TNLL merupakan salah satu warisan dunia yang ditetapkan oleh
UNESCO menjadi Cagar Biosfer pada 1977.
CBLL memiliki keunikan dari segi ekosistem yang berada dipaparan wallacea yang merupakan peralihan dari Asia ke Australia.
Berikutnya, karena keanekaragaman hayati yang signifikan sangatlah
bagus untuk fungsi penelitian dan pendidikan serta memiliki potensi
dikembangkan dalam pembangunan hijau berkelanjutan mendukung visi
pemerintah Sulawesi Tengah.
CBLL terbagi menjadi tiga zonasi yakni zonasi inti terdapat di TNLL, zonasi penyangga dan zonasi transisi.
Potensi sumber daya alam di CBLL, khususnya di hutan zonasi inti TNLL
sangat banyak dan beragam yang dapat digunakan oleh masyarakat
sekitarnya.
Sebagian besar desa di Kabupaten Sigi dan Poso
(khususnya Lembah Bada dan Behoa berada di sekitar kawasan TNLL. Ada
sedikitnya empat suku besar yang mendiami sekitar wilayah Lore Lindu
yaitu Suku Bada,Suku Behoa,Suku Kaili dan Suku Pekurehua.
Keunikan dan keragaman setiap etnik dan suku sangat erat hubunganya
dengan budaya yang berhubungan dengan kelestarian alam/hutan.
Ini menjadi ciri khas di Lore Lindu yang perlu dilestarikan dan dipelihara dengan baik.
Dalam beberapa tahun terakhur ini, ada banyak sekali peneliti dalam
maupun luar negeri yang melakukan penelitian menyangkut adat dan budaya
serta flora dan fauna di kawasan TNLL.
Begitu pula halnya,
semakin banyak wisatawan, termasuk dari mancanegara yang setiap tahunnya
mengunjungi berbagai obyek wisata yang ada di dalam maupun sekitar
kawasan Taman Nasional.
Untuk bisa mengenal lebih jauh
keberadaan TNLL yang merupakan paru-paru dunia karena hutannya masih
terbilang bagus dan banyak menyimpan berbagai jenis flora dan fauna
endemik serta berbagai obyek wisata menarik dan unit ada lebih baik jika
berkunjung langsung.(BK03/)
Berita Terkait
OIKN rancang Nusantara Ekspo enam bulan di hutan IKN
Minggu, 7 April 2024 8:03 Wib
KLHK integrasikan geolokasi dengan sistem informasi hasil hutan
Rabu, 20 Maret 2024 10:23 Wib
Pemkab Sigi segera bentuk tim khusus tangani kasus penjualan lahan hutan adat
Selasa, 20 Februari 2024 9:20 Wib
Korban tewas kebakaran hutan di Chile jadi 51 orang
Senin, 5 Februari 2024 8:54 Wib
IKN tidak merusak hutan karena dibangun di tanah monokultur
Senin, 29 Januari 2024 7:33 Wib
Kepala Otorita IKN sebutkan ada mobil terbang di IKN tahun 2045
Sabtu, 27 Januari 2024 10:27 Wib
Adaro rehabilitasi daerah aliran sungai terdampak karhutla
Selasa, 23 Januari 2024 7:49 Wib
Sindikat penjahat lingkungan incar satwa lindung di Aceh
Sabtu, 20 Januari 2024 8:41 Wib