Marena Percontohan Desa Peduli Kawasan Konservasi

id tnll, hutan

Marena Percontohan Desa Peduli Kawasan Konservasi

Foto bersama para peserta Travelling Jounarlist Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) (Foto Antara/Anas Massa)

Palu,  (antaranews.com) - Marena, salah satu desa di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah patut dijadikan contoh desa yang masyarakatnya selama ini sangat peduli dengan kawasan hutan konservasi.

Sejak turun temurun nenek moyang masyarakat setempat telah meletakkan suatu dasar adat istiadat yang kuat tentang bagaimana menjaga dan melestarikan hutan serta segala sumber hayati lain di dalamnya demi kelangsungan kehidupan anak cucu.

Sampai sekarang ini, masyarakat yang ada di Desa Marena dengan populasi penduduk berjumlah 1.875 jiwa atau 502 kepala keluarga itu sangat memegang teguh adat dan budaya yang telah diwariskan para leluhur secara turun temurun.

Kearifan lokal masyarakat Desa Marena tetap dipertahankan hingga saat ini, misalkan mereka tidak boleh menebang pohon secara sembarangan, membuka kebun, memburu hewan, dan juga mengganggu sumber-sumber mata air yang ada di sekitarnya.

Bagi masyarakat, baik dari maupun yang ada di dalam Desa Marena, jika sampai ada yang melanggar adat, maka sanksi pasti akan dikenakan kepada yang bersangkutan.

Jika terbukti ada warga yang menebang pohon atau membuka kebun tanpa seizin lembaga adat setempat, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi adat.

Sanksi adat yang berlaku di wilayah ini cukup berat.

"Dendanya satu ekor kerbau," kata Yeni, tokoh perempuan yang selama cukup peduli terhadap kesejahteraan masyarakat dan juga kelestarian hutan atau alam sekitarnya.

Filosofi

Ada filosofi menarik di Desa Marena untuk dijadikan rujukan bagi desa lainnya dalam menjaga dan melestarikan taman nasional, yaitu batu yang ada di kawasan adalah gambaran dari tubuh mereka, air yang mengalir dari kawasan konservasi itu adalah darah mereka, dan pohon yang ada di kawasan tersebut adalah tulang mereka.

"Siapapun dia yang mengganggu flora dan fauna yang ada di kawasan taman nasional akan dikenakan sanksi, tanpa memandang bulu," kata Yeni.

Sementara itu, Kepala Desa Marena, Nixen, menyatakan bahwa masyarakat desanya sangat peduli dengan hutan yang ada di sekitarnya.

Secara administrasi, wilayah Desa Marena terletak di jalur jalan Palu-Gimpu dan berbatasan dengan kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).

Masyarakat Desa Marena hampir seluruhnya adalah petani. Rata-rata petani di desa ini menanam tanaman pertanian, antara lain padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi ungu, serta tanaman lainnya.

Mereka juga menggarap tanaman perkebunan, seperti yang selama ini dikembangkan di Desa Marena, yakni kakao dan kopi biji.

Sejumlah komoditas tersebut, selama ini menjadi sumber utama penghasilan ekonomi masyarakat Desa Marena.

Masyarakat, kata Nixen, sangat berharap kepada pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) sebagai pengelola kawasan konservasi tersebut bisa bersama-sama mengelola sumber daya alam yang ada di kawasan bagi peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat, tanpa mengganggu flora dan fauna yang ada di dalamnya.

Hal itu disadari masyarakat karena kebutuhan yang paling utama, seperti air, baik untuk sawah maupun air bersih, bersumber dari dalam kawasan TNLL.

"Nah, kalau kita rusak hutan di dalamnya, maka sama berarti kita merusak kehidupan kita sendiri," kata Nixen.

Ia juga mengatakan bahwa masyarakat khususnya kaum perempuan di Desa Marena saat ini, dalam rangka menambah penghasilan keluarga atau rumah tangga, sedang mengembangkan usaha keterampilan, seperti membuat berbagai jenis produk kerajinan dari bahan baku daun pandan hutan.

Berbagai produk yang mulai dihasilkan, meski masih dalam jumlah terbatas, seperti tikar, keranjang, dan tempat makanan yang semuanya menggunakan bahan baku lokal.

Bahan baku tersebut sangat banyak tumbuh di sekitar hutan yang ada di Desa Marena.

Jika permintaan pasar makin meningkat, tidak menutup kemungkinan mereka akan memproduksi lebih banyak lagi untuk dipasarkan ke berbagai pangsa pasar, terutama ke Kota Palu dan daerah lainnya.

Masyarakat juga sangat berharap adanya perhatian dari pemerintah pusat dan daerah, termasuk TNLL yang mempunyai kawasan konservasi, bisa bersinergi dengan pemerintah desa, BPD, dan lembaga adat untuk kepentingan bersama.

Dalam wawancara khusus saat "travelling journalist" menggali kekayaan dan potensi alam/hutan yang akan dikembangkan untuk pengelolaan hutan lestasi berkelanjutan mengadopsi adat dan budaya lokal di cagar biosfer Lore Lindu, ia menyatakan setuju dengan usaha-usaha secara bersama menjaga kelestarian hutan dan kawasan konservasi.

Ia menyebut bahwa hutan dan kawasan konservasi tidak bisa dipisahkan dengan manusia.



Warisan Dunia

Kepala Humas Balai Besar TNLL Eko mengatakan Cagar Biosfer Lore Lindu (CBLL) sebagian berada di wilayah Kabupaten Poso dan sebagian lainnya di Kabupaten Sigi. Taman nasional itu salah satu warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO menjadi Cagar Biosfer pada 1977.

Cagar Biosfer Lore Lindu memiliki keunikan dari segi ekosistem yang berada di paparan Wallacea yang merupakan peralihan dari Asia ke Australia.

Oleh karena keanekaragaman hayati yang signifikan, hal itu sangatlah bagus untuk fungsi penelitian dan pendidikan, serta memiliki potensi dikembangkan dalam pembangunan hijau berkelanjutan, mendukung visi Pemerintah Sulawesi Tengah.

Cagar biosfer itu terbagi menjadi tiga zonasi, yakni zonasi inti terdapat di TNLL, zonasi penyangga, dan zonasi transisi.

Potensi sumber daya alam di CBLL, khususnya di hutan zonasi inti TNLL, sangat banyak dan beragam yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitarnya.

Sebagian besar desa di Kabupaten Sigi dan Poso (khususnya Lembah Bada dan Behoa) berada di kawasan TNLL. Ada sedikitnya empat suku besar yang mendiami sekitar wilayah Lore Lindu, yaitu Suku Bada, Suku Behoa, Suku Kaili, dan Suku Pekurehua.

Keunikan dan keragaman setiap etnik dan suku sangat erat hubunganya dengan budaya yang berhubungan dengan kelestarian alam dan hutan.

Hal itu, menjadi ciri khas di Lore Lindu yang perlu dilestarikan dan dipelihara dengan baik.

Dalam beberapa tahun terakhur ini, ada banyak peneliti dari dalam maupun luar negeri yang melakukan penelitian menyangkut adat dan budaya, serta flora dan fauna di kawasan TNLL.

Selain itu, makin banyak wisatawan, termasuk dari mancanegara yang setiap tahun mengunjungi berbagai obyek wisata di dalam maupun sekitar kawasan taman nasional itu.

Taman nasional itu merupakan paru-paru dunia. Hutannya masih terbilang bagus dan banyak menyimpan berbagai jenis flora dan fauna endemik, serta berbagai objek wisata yang menarik.

Untuk bisa mengenal lebih jauh keberadaan Taman Nasional Lore Lindu, lebih baik jika orang berkunjung secara langsung! (skd)