Anggota DPR: Tidak Bayar Royalti Harus Ditindaki

id dpr, kukmi

Anggota DPR: Tidak Bayar Royalti Harus Ditindaki

Ilustrasi-Ketua DPD Kukmi Sulawesi Tengah Amin Badawi (Foto : Adha Nadjemuddin)

Bila perlu cabut izin usaha pertambangannya. Itu kan jelas merugikan negara. Sudah jual material ke luar negeri tapi tidak bayar royalti, keterlaluan," kata Azwir Dainy

Palu - Anggota Komisi VII DPR RI HM Azwir Dainy Tara mengatakan perusahaan tambang yang tidak membayar royalti ataupun kewajiban lainnya kepada negara harus ditindak karena merugikan negara.

"Bila perlu cabut izin usaha pertambangannya. Itu kan jelas merugikan negara. Sudah jual material ke luar negeri tapi tidak bayar royalti, keterlaluan," kata Azwir Dainy saat berkunjung ke Palu, Jumat.

Azwir dan rombongan tiba di Palu dalam rangka konsolidasi dengan panitia rapat kerja nasional Kerukunan Usahawan Kecil dan Menengah Indonesia (KUKMI). Rencananya Rakernas tersebut akan dilaksanakan 20 hingga 24 November 2012 di Kota Palu.

Azwir juga bertemu dengan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Sudarto dan Pemerintah Kota Palu terkait dengan rencana pelaksanaan Rakernas tersebut.

Di sela-sela kegiatan itu, Azwir mengatakan sebagian besar daerah hanya mengandalkan pertumbuhan ekonominya dari sektor pertambangan sehingga kalau ada perusahaan yang tidak membayar royalti akan sangat merugikan daerah itu sendiri.

Azwir mengatakan banyak juga perusahaan tambang yang nakal, namun kata dia, belakangan ini sudah mulai tumbuh kesadaran karena peran Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dan DPR yang terus melakukan perbaikan mekanisme pengelolaan dan peraturan pertambangan.

Dia mencontohkan, regulasi yang dikeluarkan pemerintah atas larangan ekspor bahan baku mineral seperti nikel menunjukkan upaya pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan memperkuat kedaulatan sumber daya alam dalam negeri.

"Tanah-tanah kita di dalam negeri dijual keluar. Di sana tanah kita menjadi gunung, sementara daerah kita banyak yang berlubang," kata Azwir.

Dia mengatakan, perusahaan yang hendak mengekspor nikel harus membangun pabrik olahan di daerah atau bekerjasama dengan perusahaan lainnya yang sudah memiliki pabrik pengolahan.

Dia mengatakan, secara nasional terdapat 10.800 perusahaan yang mendapat izin pertambangan, namun baru sekitar 5.800 perusahaan yang diverifikasi oleh Kementerian ESDM.

Azwir mengatakan, verifikasi atau "clean and clear" yang dilakukan pemerintah karena banyaknya perusahaan yang mendapat izin tumpang tindih dengan lahan perusahaan lain.

"Ada satu lokasi sampai empat izinnya," kata Azwir.(A055/SKD)