Palu (Antaranews Sulteng) - Salah satu kontraktor pelaksana pelebaran jalan nasional paket batas Kabupaten Konawe Utara dan Konawe ke Pohara, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kinerjanya tidak sesuai harapan.
"Kami sedang berkoordinasi dengan TP4D (Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah) di kejaksaan setempat untuk melakukan kajian hukum terkait rencana menjatuhkan sanksi kepada kontraktor tersebut," kata Ir Akhmad Cahyadi, M.Eng.Sc, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XIV Sulteng-Sultra kepada Antara, Rabu, usai meninjau ruas jalan tersebut pekan lalu.
Proyek pelebaran jalan sepanjang 17 kilometer yang melintasi Desa Paku Jaya, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe ini, dikerjakan secara kontrak tahun jamak (MYC-multy years contract) tahun 2015-2018 oleh PT Tirta Dea Adonics Pratama.
Pada tahun 2017, kontraktor tersebut mendapat alokasi anggaran pengerjaan lanjutan sebesar Rp56 miliar dengan masa kontrak hingga Agustus 2018, namun persentase kemajuan fisik pekerjaan saat ini masih jauh dari harapan yakni baru sekitar 75 persen.
Menurut Cahyadi, sanksi yang bisa dijatuhkan terhadap kontraktor tersebut yakni memutus kontrak dan menjatuhkan penalti lalu mengalihkan penyelesaian pekerjaan itu kepada kontraktor yang dinilai lebih mampu.
Ruas jalan dari titik batas Konawe Utara dan Konawe menuju Jembatan Pohara itu adalah poros yang sangat strategis karena merupakan urat nadi perekonomian di Provinsi Sultra dan Sulteng, karena menjadi penghubung dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi penting di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara (Sultra) serta Morowali dan Morowali Utara (Sulteng), yang semuanya menjadi pusat industri pertambangan nikel dan minyak kelapa sawit.
"Karena itu, kami sangat berkepentingan untuk segera menyelesaikan pekerjaan ini agar ruas tersebut secepat-cepatnya fungsional dengan konstuksi mulus untuk mendukung arus barang dan jasa di antara kedua provinsi," ujar Cahyadi.
Baca juga: Trans Sulawesi Sulteng - Sultra siap dukung kelancaran arus mudik
Saat ini, kondisi ruas jalan itu cukup memprihatinkan. Ada beberapa titik di sekitar Desa Paku Jaya, Kecamatan Morosi, nyaris tidak bisa dilewati kendaraan karena badan jalan berlumpur akibat musim hujan berkepanjangan, sehingga kontraktornya pun tidak bisa efektif mengerjakan proyeknya.
Kondisi alam itu, kata Cahyadi, semakin diperparah oleh tingginya arus lalu lintas truk bermuatan batu gunung untuk mensuplai proyek pembangunan smelter nikel PT Firtue Dragon di Desa Besu, Kecamatan Morosi.
"Di ruas ini, puluhan truk bermuatan penuh batu gunung, lalu lalang setiap hari membawa batu ke lokasi pembangunan smelter nikel. Muatannya penuh dan kendaraannya juga umumnya hanya satu sumbu (enam roda), sehingga bebannya sangat berat untuk kondisi jalan yang sedang dikerjakan," kata Tony Januar Perkasa, Penanggung jawab Pelaksana Kegiatan (PPK) ruas batas Konut-Pohara tersebut.
Akibatnya, kata Tony, badan jalan yang baru saja diperkeras dan siap diaspal, akhirnya rusak kembali sebelum aspal sempat dihampar karena dilindas oleh truk-truk tersebut, apalagi dalam kondisi hujan berkepanjangan seperti saat ini.
"Kontraktor pembangunan smelter nikel itu kalau membeli batu, dibayar berdasarkan tonase (berat muatan), bukan ukuran kubikasi. Jadi truk-truk itu berupaya memuat kendaraannya sepenuh mungkin, karena semakin berat muatan semakin besar bayaran yang akan mereka peroleh. Ini sangat mengancam kelestarian jalan," ujar Tony lagi.
Baca juga: Transportasi Sulteng-Sultra lumpuh akibat banjir
Pengemudi mengeluh
Sejumlah pengemudi truk dan angkutan umum yang melayani rute Kendari-Bungku (Sulteng) dan Kendari-Asera (Sultra), mengeluh soal rusak beratnya ruas jalan batas Konawe Utara - Pohara ini.
"Kerusakan ini sudah bertahun-tahun pak. Jalan ini tidak pernah baik. Meski kontraktornya ada, tetapi kelihatannya tidak sanggup, alat beratnya saja cuma sedikit, tidak seperti kontraktor lainnya di Konawe Utara," ujar Aco, seorang pengemudi mobil rental yang ditemui di sekitar Jembatan Lamonae, Konawe Utara.
Karena ruas jalan nasional lewat Desa Paku Jaya ini tidak bisa dilewati, maka pengguna jalan memanfaatkan jalur alternatif berstatus jalan kabupaten melalui Desa Morosi sepanjang sekitar 15 kilometer, namun kondisinya juga sangat memprihatinkan sebab sepanjang ruas itu jalanan berlubang-lubang dan berlumpur.
"Kalau lewat di jalur alternatif ini, mobil itu berjalan seperti kapal yang dihempas ombak. Dalam jarak sekitar 15 kilometer, waktu tempuhnya hampir dua jam," ujar Sarjono, seorang warga Kendari.
Menurut Sarjono, para pengemudi kendaraan yang lalu lalang dari Kota Kendari ke Konawe Utara dan Bungku, Kabupaten Morowali (Sulteng), menyebut ruas jalan Paku Jaya itu sebagai "jalur neraka" karena beratnya medan bila melintas, terutama di musim hujan seperti saat ini.
Bupati Konawe Utara Ruksamin berharap BPJN XIV Kementerian PUPR memberikan perhatian khusus terhadap penanganan ruas jalan nasional itu demi kepentingan akselerasi perekonomian dan kegiatan sosial kemasyarakatan di Konawe Utara.
"Yang paling merasakan dampak akibat kerusakan jalan ini adalah masyarakat Konawe Utara," katanya.