Jakarta (ANTARA) - Esports dikenal dengan dominasi pemainnya yang berusia muda. Namun, kebanyakan dari mereka memutuskan untuk pensiun dari dunia "olahraga" ini di usia yang tak kalah dininya. Dikutip dari Nikkei Asia, rata-rata atlet Esports pensiun di usia 25 tahun.
Hal ini kemudian dibenarkan oleh Presiden Indonesia Esports Premier League (IESPL) Giring Ganesha. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi "budaya" ini untuk terus terjadi.
"Sebenarnya di setiap Esports juga beda-beda age restriction-nya. Untuk pensiunnya sendiri, dipengaruhi karena mungkin refleks, ketajaman mata, kecepatan, dan fokus pemain memang lebih oke bagi pemain muda; mengingat Esports itu tentang strategi dan jam terbang," kata Giring, Selasa.
Lebih lanjut, mantan vokalis band Nidji itu mengatakan, anak-anak yang sudah terlihat memiliki bakat dan keinginan untuk menekuni dunia gaming dan Esports harus didukung agar bisa terjun sebagai pemain atau atlet profesional.
"Karena Esports itu tentang strategi dan jam terbang, maka kalau dimulai dari kecil dan dilatih terus akan bagus skill-nya," kata Giring.
"Di masa pandemi ini juga harus ada event-event yang kompetitif untuk membiasakan anak-anak muda berkompetisi di bidang ini, walaupun memang age restriction di Esports belum ada regulasi yang kuat," ujarnya melanjutkan.
Sementara itu, dikutip dari Nikkei Asia, menurut Masumi Fukuda dari majalah Esports "Game Star", terdapat sejumlah opsi bagi para mantan atlet yang menyudahi karir profesionalnya sebagai atlet Esports.
Beberapa di antaranya adalah menjadi penyelenggara acara Esports, komentator ("shoutcasters"), atau menjadi seorang "streamer" di kanal YouTube dan Twitch.
Streamer dapat mencari nafkah melalui langganan berbayar ke saluran dan penghasilan dari iklan terafiliasi, serta dari sumbangan dari penggemar.
Di sisi lain, Federasi Esports Internasional yang berbasis di Korea Selatan sedang mempersiapkan untuk meluncurkan "e-Sports Academy" untuk mendidik para pemain sehingga mereka dapat lebih siap untuk kehidupan setelah karir kompetitif mereka.
Hal ini kemudian dibenarkan oleh Presiden Indonesia Esports Premier League (IESPL) Giring Ganesha. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi "budaya" ini untuk terus terjadi.
"Sebenarnya di setiap Esports juga beda-beda age restriction-nya. Untuk pensiunnya sendiri, dipengaruhi karena mungkin refleks, ketajaman mata, kecepatan, dan fokus pemain memang lebih oke bagi pemain muda; mengingat Esports itu tentang strategi dan jam terbang," kata Giring, Selasa.
Lebih lanjut, mantan vokalis band Nidji itu mengatakan, anak-anak yang sudah terlihat memiliki bakat dan keinginan untuk menekuni dunia gaming dan Esports harus didukung agar bisa terjun sebagai pemain atau atlet profesional.
"Karena Esports itu tentang strategi dan jam terbang, maka kalau dimulai dari kecil dan dilatih terus akan bagus skill-nya," kata Giring.
"Di masa pandemi ini juga harus ada event-event yang kompetitif untuk membiasakan anak-anak muda berkompetisi di bidang ini, walaupun memang age restriction di Esports belum ada regulasi yang kuat," ujarnya melanjutkan.
Sementara itu, dikutip dari Nikkei Asia, menurut Masumi Fukuda dari majalah Esports "Game Star", terdapat sejumlah opsi bagi para mantan atlet yang menyudahi karir profesionalnya sebagai atlet Esports.
Beberapa di antaranya adalah menjadi penyelenggara acara Esports, komentator ("shoutcasters"), atau menjadi seorang "streamer" di kanal YouTube dan Twitch.
Streamer dapat mencari nafkah melalui langganan berbayar ke saluran dan penghasilan dari iklan terafiliasi, serta dari sumbangan dari penggemar.
Di sisi lain, Federasi Esports Internasional yang berbasis di Korea Selatan sedang mempersiapkan untuk meluncurkan "e-Sports Academy" untuk mendidik para pemain sehingga mereka dapat lebih siap untuk kehidupan setelah karir kompetitif mereka.