Palu (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan bahwa politik identitas menjadi tantangan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020.

"Salah satu masalah dalam arena kontestasi pemilihan serentak yakni, adanya politik identitas yang dipraktekkan oleh suatu kelompok yang berbeda dalam kompetisi pemilihan kepala daerah," ucap Komisioner KPU Sulteng Bidang Partisipasi Masyarakat, Sosialisasi dan SDM, Sahran Raden, terkait dengan pilkada serentak di Sulteng tahun 2020, Sabtu.

Sahran Radeng mengemukakan hampir semua momentum pemilihan atau pemilu, terhitung sejak pemilu dan pilkada, politik identitas ini selalu ada dan kadang menemukan temanya.

"Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok tersebut," sebut Sahran Raden.

Sahran Raden yang merupakan akademisi nonaktif IAIN Palu ini mengutarakan, identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrem, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.

Kemudian, kata dia, politik identitas menjadi bermasalah jika dipraktekkan secara ekstrem dengan menjatuhkan, memfitnah dan menghina atas nama agama, suku dan ras.

"Jadi agama, suku dan ras dipolitisasi untuk tujuan memenangkan kontestasi pemilihan. Sebab karakter politik pilkada itu adalah rivalitas dan perebutan kursi kekuasaan," kata dia.

Dia menerangkan, dalam pilkada praktek politik identitas terlihat saat pencalonan dan tahapan kampanye. Dalam pencalonan misalnya ada narasi publik yang dikembangkan oleh suatu kelompok terhadap calon tertentu untuk membatasi dan menghambat pencalonan seseorang karena hanya berbeda agama, suku dan ras.

"Politik identitas dengan secara ekstrim digunakan dalam pilkada akan mengganggu demokrasi lokal di daerah. Untuk mencega itu maka dibutuhkan pemilu atau pemilihan yang berintegritas," ungkap Sahran Raden.

Menurut dia, terdapat tiga indikator pemilihan berintegritas yaitu, pertama pemilihan berdasarkan prinsip demokratis dengan hak Pilih yang berlaku secara universal, setara dan adil dalam mewujudkan konstitusionalisme politik dan hak hak sipil warga negara.

Kedua, penyelenggara pemilu yang Melaksanakan pemilihan secara profesional, imparsial dan transparan. Pada semua tahapan pemilihan. Ketiga, Kepatuhan terhadap kerangka hukum pemilihan dan menghadirkan etika pemilihan yang bermartabat pada semua siklus dan tahapan pemilihan.


 

Pewarta : Muhammad Hajiji
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024