Palu (ANTARA) - Seorang anak berhak tumbuh sehat, dan mendapat jaminan pemenuhan kesehatan gizi sebagai bentuk perlindungan terhadap tumbuh kembangnya yang bebas dari ancaman dan gangguan stunting atau kekerdilan.
Fenomena kasus stunting atau tumbuh kembang fisik anak yang tidak sejalan dengan tumbuh usianya, menjadi satu tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menyelenggarakan pembangunan manusia.
Masalah stunting memang tidak terlepas dari persoalan asupan gizi yang diperoleh sang anak.
Di Sulawesi Tengah, prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang di Sulteng tahun 2018 tercatat sebesar 19,7 persen, angka itu menurun dari hasil Riskesdas 2013 sebesar 24 persen.
Data pemprov Sulteng juga menyebut bahwa prevalensi balita pendek dan sangat pendek pun juga ikut menurun dari 41 persen menjadi 32,3 persen, tetapi prevalensi balita kurus dan sangat kurus justru yang mengalami peningkatan dari 9,4 persen menjadi 12,8 persen.
Salah satu Kabupaten di Sulteng yang kasus stunting terbilang masih cukup tinggi adalah Kabupaten Sigi. Berdasarkan data Pemkab Sigi melalui Dinas Kesehatan bahwa angka kasus stunting di Sigi tahun 2019 dengan status pendek dan sangat pendek untuk usia 0 - 23 bulan mencapai 1.199 kasus atau 20,2 persen, sementara untuk usia 0-59 bulan mencapai 3.580 kasus atau 24,7 persen.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan.
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Karena itu, Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta menyatakan pengentasan stunting atau kasus kekerdilan menjadi salah satu fokus pembangunan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Pemerintah Kabupaten Sigi, telah menetapkan 10 desa sebagai lokasi fokus (lokus) pencegahan dan penanganan kasus kekerdilan atau stunting guna memperbaiki dan mewujudkan tumbung kembang anak dengan kualitas yang tinggi.
“Sepuluh desa lokasi kerja ini harus menjadi perhatian kita bersama,” ucap Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta.
Ke-10 desa tersebut ditetapkan oleh Pemkab Sigi melalui Keputusan Bupati Sigi Nomor: 444-185 Tahun 2020 terdiri atas Desa Lemosiranindi, Pelempea, Morui, Marena, Siwongi, Rantewulu, Waturalele, Langko, Sibalaya Selatan dan Sibalaya Barat.
Dengan penetapan tersebut, kata bupati, diharap menjadi konvergensi percepatan penurunan stunting tahun 2021, dengan mendorong pelibatan semua pihak baik pemerintah dan masyarakat.
“Semua 'stakeholders' harus terlibat untuk bersama-sama menurunkan angka stunting khususnya di Kabupaten Sigi dan OPD terkait seperti Dinas PUPR, DKPP, Dikbud, Dinsos harus menjadi 'leader' bersama-sama Dinas Kesehatan dan menjalankan fungsinya masing-masing,” sebut Irwan.
Dampak stunting
Salah satu faktor yang mempengaruhi anak gagal tumbuh ialah kurang asupan gizi diberikan kepada bayi sejak masih dalam janin. Pemberian asupan gizi yang maksimal kepada bayi, akan memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembangnya, baik fisiknya dan mentalnya.
Karena itu, Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan masalah gizi kronis pada balita ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya atau stunting yang dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
"Bisa dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya manusia di masa mendatang, jika saat ini banyak anak yang menderita stunting," kata Gubernur Longki Djanggola.
Anak penderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit hingga ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit penyakit seperti jantung hingga darah tinggi.
"Bisa dipastikan bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi tantangan global. Karena itu, saya mengajak OPD beserta mitra kerja, agar berperan serta menyukseskan program terobosan dalam rangka penanggulangan dan percepatan penurunan stunting di Sulawesi Tengah," harap Gubernur Longki.
Salah satu langkah pemerintah di Sulteng untuk mencegah stunting yakni mendorong pemberian asupan gizi berupaya pemberian ASI eksklusif secara maksimal kepada bayi.
Gubernur Longki Djanggola meminta seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menyediakan ruangan khusus ibu menyusui sebagai upaya menurunkan angka balita stunting atau bayi kerdil akibat kurangnya asupan gizi.
“Saya akan minta seluruh OPD agar menyediakan ruangan khusus untuk ibu-ibu yang akan menyusui anaknya untuk menurunkan angka stunting di Sulteng,” tegas Gubernur Longki.
Gubernur menjelaskan menyusui merupakan salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial serta ekonomi individu dan bangsa. Meskipun kata dia, angka inisiasi menyusu dini secara global relatif tinggi, namun hanya 40 persen dari semua bayi di bawah enam bulan yang mendapatkan asi eksklusif.
Sementara 45 persen yang mendapatkan asi sampai usia 24 bulan dengan meningkatkan praktek menyusui secara optimal, sesuai rekomendasi dapat mencegah lebih dari 823 ribu kematian anak dan 20 ribu kematian ibu setiap tahun. selain itu, tidak menyusui dikaitkan dengan tingkat kecerdasan yang lebih rendah dan mengakibatkan kerugian ekonomi.
Manager Communication & advocacy Save The Children atau Yayasan Tunas Cilik Dewi Sri Sumanah Pemberian ASI eksklusif kepada bayi khususnya enam bulan pertama kehidupan dinilai penting untuk meningkatkan gizi agar tumbuh kembangnya lebih optimal.
"Pemberian ASI eksklusif sangat baik untuk pemenuhan gizi selain itu mencerdaskan otak anak. ASI satu-satunya asupan komplit mengandung berbagai jenis nutrisi yang dapat menyehatkan bayi," ujar Dewi.
Pangan berkualitas
Untuk mengentaskan stunting atau kasus kekerdilan, dalam rangka mendukung tumbuh kembang anak yang baik secara fisik dan mental, maka perlu didukung dengan ketersediaan pangan dari sektor pertanian yang sehat dan berkualitas.
Perum Bulog wilayah Sulawesi Tengah telah resmi memperkenalkan beras jenis fortivit sebagai solusi dan strategi program pemenuhan gizi masyarakat untuk mencegah kasus kekerdilan atau 'stunting'.
"Beras ini memiliki kualitas yang baik dan sangat cocok untuk program pengentasan kasus kekerdilan anak," kata Kepala Perum Bulog Sulteng Miftahul Ulum.
Beras fortifikasi hasil produksi Bulog itu diolah dari beras lokal hasil panen petani, baik beras merah maupun beras putih dengan keunggulan memiliki sejumlah kandungan vitamin yang dinilai mampu membantu menekan pertumbuhan angka stunting.
Muftahul mengemukakan, produk Bulog tersebut kaya akan vitamin A, B1,B3 dan B6 serta B9 yang sangat baik untuk pertumbuhan anak.
"Beras ini langsung bisa dimasak tidak perlu proses pencucian sebab sudah bersih. Beras ini juga sudah di kemas dalam ukuran 1kilogram," ungkapnya.
Rencananya, Bulog Sulteng akan mengajukan permohonan ke Bulog pusat agar provinsi ini bisa memproduksi sendiri beras protivit yang diolah dari beras lokal milik petani setempat.
"Ada mekanisme pengelolaan dan pemasarannya sesuai standar produksi. Olehnya mengapa kita harus mengajukan terlebih dulu supaya kita diberi izin memproduksi sendiri," kata Muftahul menambahkan.
Menurutnya, Sulteng sangat cocok jika di beri rekomendasi memproduksi beras protivit, sebab daerah ini menjadi salah satu fokus penurunan angka kekerdilan anak oleh pemerintah pusat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Berkaitan dengan ketersediaan pangan, Pemerintah Kabupaten Sigi, mengupayakan peningkatan kualitas pangan melalui sektor pertanian yang salah satu tujuannya untuk mencegah stunting atau kekerdilan.
"Peningkatan produktivitas setiap komoditas pertanian penting dilakukan, namun peningkatan kesehatan dari produktivitas itu juga tak kalah penting untuk digenjot," ucap Bupati Sigi, Mohammad Irwan Lapatta di Sigi.
Pemkab Sigi, kata Mohammad Irwan Lapatta, menggandeng instansi terkait lainnya dalam hal meningkatkan kualitas pangan dari sektor pertanian, agar petani dalam kegiatan bercocok tanam memperhatikan aspek kesehatan, dengan menggunakan teknologi dan varietas unggulan untuk peningkatan produktivitas.
Menurut Irwan Lapatta, pangan dengan kualitas dan kesehatan yang tinggi, salah satunya yang memberikan dampak maksimal terhadap upaya mencegah kasus stunting atau kekerdilan di Sigi.
Penanganan Terpadu
Agar stunting atau kekerdilan bisa dicegah, maka butuh keterpaduan langkah dan gagasan lewat program-program yang dilakukan secara sinergitas antar organisasi perangkat daerah, dan pelibatan masyarakat.
Longki Djanggola mengemukakan stunting atau kekerdilan merupakan kondisi balita gagal tumbuh dikarenakan kurang mendapat asupan gizi, sehingga dibutuhkan penanganan secara terpadu.
"Oleh karenanya, penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu dari berbagai pihak yang terkait di mana intervensi itu mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif," kata Gubernur Sulteng Longki Djanggola.
Aksi intervensi penurunan stunting salah satu prioritas nasional yang harus didukung oleh setiap daerah dan wajib diseriusi oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Menurut Gubernur Longki, penanganan stunting penting dilakukan dengan pendekatan multi sektor melalui sinkronisasi program nasional, lokal dan masyarakat di tingkat pusat maupun daerah, serta penurunan stunting ditetapkan sebagai program prioritas nasional yang harus dimasukkan ke dalam rencana kerja pemerintah (RKP).
Karena itu, pemerintah mencanangkan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi yang ditetapkan melalui peraturan presiden nomor 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK).
Dari situ, indikator dan target penurunan stunting telah dimasukkan sebagai sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015 - 2019 dan rencana aksi nasional tujuan pembangunan berkelanjutan 2017 - 2019.
Atas hal itu, Pemprov Sulteng melakukan intervensi intervensi dengan memasukkan program dan kegiatan terkait pada dokumen perencanaan seperti RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2016 - 2021 yang saat ini dalam proses perubahan.
Kemudian, penurunan stunting menjadi salah satu rencana aksi daerah ketahanan pangan dan gizi Sulawesi Tengah tahun 2015 - 2019, yang saat ini dilakukan penyusunan kembali untuk periodisasi tahun 2020 - 2024.
Selanjutnya intervensi stunting menjadi salah satu RAD tujuan pembangunan berkelanjutan tahun 2018 - 2021.
Mewujudkan aksi penurunan stunting yang berkualitas tidak dapat dilaksanakan oleh satu sektor saja, tetapi memerlukan kerjasama berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah provinsi, kabupaten, legislatif, dunia usaha, masyarakat madani dan keluarga sebagai ujung tombak terdepan," kata Gubernur.
Fenomena kasus stunting atau tumbuh kembang fisik anak yang tidak sejalan dengan tumbuh usianya, menjadi satu tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menyelenggarakan pembangunan manusia.
Masalah stunting memang tidak terlepas dari persoalan asupan gizi yang diperoleh sang anak.
Di Sulawesi Tengah, prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang di Sulteng tahun 2018 tercatat sebesar 19,7 persen, angka itu menurun dari hasil Riskesdas 2013 sebesar 24 persen.
Data pemprov Sulteng juga menyebut bahwa prevalensi balita pendek dan sangat pendek pun juga ikut menurun dari 41 persen menjadi 32,3 persen, tetapi prevalensi balita kurus dan sangat kurus justru yang mengalami peningkatan dari 9,4 persen menjadi 12,8 persen.
Salah satu Kabupaten di Sulteng yang kasus stunting terbilang masih cukup tinggi adalah Kabupaten Sigi. Berdasarkan data Pemkab Sigi melalui Dinas Kesehatan bahwa angka kasus stunting di Sigi tahun 2019 dengan status pendek dan sangat pendek untuk usia 0 - 23 bulan mencapai 1.199 kasus atau 20,2 persen, sementara untuk usia 0-59 bulan mencapai 3.580 kasus atau 24,7 persen.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan.
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Karena itu, Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta menyatakan pengentasan stunting atau kasus kekerdilan menjadi salah satu fokus pembangunan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Pemerintah Kabupaten Sigi, telah menetapkan 10 desa sebagai lokasi fokus (lokus) pencegahan dan penanganan kasus kekerdilan atau stunting guna memperbaiki dan mewujudkan tumbung kembang anak dengan kualitas yang tinggi.
“Sepuluh desa lokasi kerja ini harus menjadi perhatian kita bersama,” ucap Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapatta.
Ke-10 desa tersebut ditetapkan oleh Pemkab Sigi melalui Keputusan Bupati Sigi Nomor: 444-185 Tahun 2020 terdiri atas Desa Lemosiranindi, Pelempea, Morui, Marena, Siwongi, Rantewulu, Waturalele, Langko, Sibalaya Selatan dan Sibalaya Barat.
Dengan penetapan tersebut, kata bupati, diharap menjadi konvergensi percepatan penurunan stunting tahun 2021, dengan mendorong pelibatan semua pihak baik pemerintah dan masyarakat.
“Semua 'stakeholders' harus terlibat untuk bersama-sama menurunkan angka stunting khususnya di Kabupaten Sigi dan OPD terkait seperti Dinas PUPR, DKPP, Dikbud, Dinsos harus menjadi 'leader' bersama-sama Dinas Kesehatan dan menjalankan fungsinya masing-masing,” sebut Irwan.
Dampak stunting
Salah satu faktor yang mempengaruhi anak gagal tumbuh ialah kurang asupan gizi diberikan kepada bayi sejak masih dalam janin. Pemberian asupan gizi yang maksimal kepada bayi, akan memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembangnya, baik fisiknya dan mentalnya.
Karena itu, Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan masalah gizi kronis pada balita ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya atau stunting yang dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
"Bisa dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya manusia di masa mendatang, jika saat ini banyak anak yang menderita stunting," kata Gubernur Longki Djanggola.
Anak penderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit hingga ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit penyakit seperti jantung hingga darah tinggi.
"Bisa dipastikan bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi tantangan global. Karena itu, saya mengajak OPD beserta mitra kerja, agar berperan serta menyukseskan program terobosan dalam rangka penanggulangan dan percepatan penurunan stunting di Sulawesi Tengah," harap Gubernur Longki.
Salah satu langkah pemerintah di Sulteng untuk mencegah stunting yakni mendorong pemberian asupan gizi berupaya pemberian ASI eksklusif secara maksimal kepada bayi.
Gubernur Longki Djanggola meminta seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menyediakan ruangan khusus ibu menyusui sebagai upaya menurunkan angka balita stunting atau bayi kerdil akibat kurangnya asupan gizi.
“Saya akan minta seluruh OPD agar menyediakan ruangan khusus untuk ibu-ibu yang akan menyusui anaknya untuk menurunkan angka stunting di Sulteng,” tegas Gubernur Longki.
Gubernur menjelaskan menyusui merupakan salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial serta ekonomi individu dan bangsa. Meskipun kata dia, angka inisiasi menyusu dini secara global relatif tinggi, namun hanya 40 persen dari semua bayi di bawah enam bulan yang mendapatkan asi eksklusif.
Sementara 45 persen yang mendapatkan asi sampai usia 24 bulan dengan meningkatkan praktek menyusui secara optimal, sesuai rekomendasi dapat mencegah lebih dari 823 ribu kematian anak dan 20 ribu kematian ibu setiap tahun. selain itu, tidak menyusui dikaitkan dengan tingkat kecerdasan yang lebih rendah dan mengakibatkan kerugian ekonomi.
Manager Communication & advocacy Save The Children atau Yayasan Tunas Cilik Dewi Sri Sumanah Pemberian ASI eksklusif kepada bayi khususnya enam bulan pertama kehidupan dinilai penting untuk meningkatkan gizi agar tumbuh kembangnya lebih optimal.
"Pemberian ASI eksklusif sangat baik untuk pemenuhan gizi selain itu mencerdaskan otak anak. ASI satu-satunya asupan komplit mengandung berbagai jenis nutrisi yang dapat menyehatkan bayi," ujar Dewi.
Pangan berkualitas
Untuk mengentaskan stunting atau kasus kekerdilan, dalam rangka mendukung tumbuh kembang anak yang baik secara fisik dan mental, maka perlu didukung dengan ketersediaan pangan dari sektor pertanian yang sehat dan berkualitas.
Perum Bulog wilayah Sulawesi Tengah telah resmi memperkenalkan beras jenis fortivit sebagai solusi dan strategi program pemenuhan gizi masyarakat untuk mencegah kasus kekerdilan atau 'stunting'.
"Beras ini memiliki kualitas yang baik dan sangat cocok untuk program pengentasan kasus kekerdilan anak," kata Kepala Perum Bulog Sulteng Miftahul Ulum.
Beras fortifikasi hasil produksi Bulog itu diolah dari beras lokal hasil panen petani, baik beras merah maupun beras putih dengan keunggulan memiliki sejumlah kandungan vitamin yang dinilai mampu membantu menekan pertumbuhan angka stunting.
Muftahul mengemukakan, produk Bulog tersebut kaya akan vitamin A, B1,B3 dan B6 serta B9 yang sangat baik untuk pertumbuhan anak.
"Beras ini langsung bisa dimasak tidak perlu proses pencucian sebab sudah bersih. Beras ini juga sudah di kemas dalam ukuran 1kilogram," ungkapnya.
Rencananya, Bulog Sulteng akan mengajukan permohonan ke Bulog pusat agar provinsi ini bisa memproduksi sendiri beras protivit yang diolah dari beras lokal milik petani setempat.
"Ada mekanisme pengelolaan dan pemasarannya sesuai standar produksi. Olehnya mengapa kita harus mengajukan terlebih dulu supaya kita diberi izin memproduksi sendiri," kata Muftahul menambahkan.
Menurutnya, Sulteng sangat cocok jika di beri rekomendasi memproduksi beras protivit, sebab daerah ini menjadi salah satu fokus penurunan angka kekerdilan anak oleh pemerintah pusat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Berkaitan dengan ketersediaan pangan, Pemerintah Kabupaten Sigi, mengupayakan peningkatan kualitas pangan melalui sektor pertanian yang salah satu tujuannya untuk mencegah stunting atau kekerdilan.
"Peningkatan produktivitas setiap komoditas pertanian penting dilakukan, namun peningkatan kesehatan dari produktivitas itu juga tak kalah penting untuk digenjot," ucap Bupati Sigi, Mohammad Irwan Lapatta di Sigi.
Pemkab Sigi, kata Mohammad Irwan Lapatta, menggandeng instansi terkait lainnya dalam hal meningkatkan kualitas pangan dari sektor pertanian, agar petani dalam kegiatan bercocok tanam memperhatikan aspek kesehatan, dengan menggunakan teknologi dan varietas unggulan untuk peningkatan produktivitas.
Menurut Irwan Lapatta, pangan dengan kualitas dan kesehatan yang tinggi, salah satunya yang memberikan dampak maksimal terhadap upaya mencegah kasus stunting atau kekerdilan di Sigi.
Penanganan Terpadu
Agar stunting atau kekerdilan bisa dicegah, maka butuh keterpaduan langkah dan gagasan lewat program-program yang dilakukan secara sinergitas antar organisasi perangkat daerah, dan pelibatan masyarakat.
Longki Djanggola mengemukakan stunting atau kekerdilan merupakan kondisi balita gagal tumbuh dikarenakan kurang mendapat asupan gizi, sehingga dibutuhkan penanganan secara terpadu.
"Oleh karenanya, penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu dari berbagai pihak yang terkait di mana intervensi itu mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif," kata Gubernur Sulteng Longki Djanggola.
Aksi intervensi penurunan stunting salah satu prioritas nasional yang harus didukung oleh setiap daerah dan wajib diseriusi oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Menurut Gubernur Longki, penanganan stunting penting dilakukan dengan pendekatan multi sektor melalui sinkronisasi program nasional, lokal dan masyarakat di tingkat pusat maupun daerah, serta penurunan stunting ditetapkan sebagai program prioritas nasional yang harus dimasukkan ke dalam rencana kerja pemerintah (RKP).
Karena itu, pemerintah mencanangkan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi yang ditetapkan melalui peraturan presiden nomor 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK).
Dari situ, indikator dan target penurunan stunting telah dimasukkan sebagai sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015 - 2019 dan rencana aksi nasional tujuan pembangunan berkelanjutan 2017 - 2019.
Atas hal itu, Pemprov Sulteng melakukan intervensi intervensi dengan memasukkan program dan kegiatan terkait pada dokumen perencanaan seperti RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2016 - 2021 yang saat ini dalam proses perubahan.
Kemudian, penurunan stunting menjadi salah satu rencana aksi daerah ketahanan pangan dan gizi Sulawesi Tengah tahun 2015 - 2019, yang saat ini dilakukan penyusunan kembali untuk periodisasi tahun 2020 - 2024.
Selanjutnya intervensi stunting menjadi salah satu RAD tujuan pembangunan berkelanjutan tahun 2018 - 2021.
Mewujudkan aksi penurunan stunting yang berkualitas tidak dapat dilaksanakan oleh satu sektor saja, tetapi memerlukan kerjasama berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah provinsi, kabupaten, legislatif, dunia usaha, masyarakat madani dan keluarga sebagai ujung tombak terdepan," kata Gubernur.