Pemkot Palu: Percepatan penanganan stunting perlu kolaborasi
Palu (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, Sulawesi Tengah mengatakan percepatan penanganan stunting atau tengkes perlu kolaborasi lintas sektor supaya program dilaksanakan lebih terarah.
"Penanganannya tidak bisa hanya dilakukan satu instansi tertentu, kita harus bekerja kolektif dengan melibatkan berbagai pihak lintas sektor," kata Wakil Wali Kota Palu Reny A Lamadjido saat memimpin rapat koordinasi pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Palu, Senin.
Menurut dia, organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkot Palu masing-masing memiliki peran, oleh karena itu perlu kerja sama yang solid dalam membangun ketahanan masyarakat yang tangguh terhadap stunting.
Dinas Kesehatan misalnya, ditunjuk sebagai salah satu OPD pengampun harus melibatkan seluruh Puskesmas untuk membantu promosi kesehatan dengan melakukan edukasi yang melibatkan kader Posyandu.
Begitu pun dengan Dinas Sosial, bergerak melakukan pendampingan program keluarga harapan (PKH) dengan membangun ketahanan sosial masyarakat terbebas dari kemiskinan.
"Sektor kesehatan, pendidikan, sosial politik dan ekonomi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam melakukan intervensi program," ujarnya.
Percepatan penanganan stunting, katanya, tidak bisa berjalan dengan baik tanpa kerja sama yang solid, karena penanggulangan tengkes adalah ikhtiar pemerintah membangun generasi unggul untuk masa depan.
Saat ini, Pemkot Palu telah melakukan berbagai intervensi program di mulai dari hulu, yakni pencegahan perkawinan di usia dini, bimbingan konseling kehamilan kepada pasangan usia subur, hingga pra per persalinan dan pascapersalinan.
"Pencegahan dimulai dari 1.000 hari kehidupan, maka program dilaksanakan oleh masing-masing OPD berkesinambungan atau berkaitan satu sama lain," ucapnya.
Lebih lanjut di jelaskannya, Pemkot Palu juga menyiapkan dua skema penanggulangan, yakni pencegahan risiko dan penanganan risiko.
"Pencegahan risiko melalui intervensi bimbingan atau konseling terhadap calon pasangan suami istri, edukasi tentang perencanaan kehamilan pada pasangan usia subur dan ibu hamil, termasuk melakukan pencegahan pernikahan di usia sini," tuturnya.
Kemudian, penanganan risiko melalui mekanisme pemantauan gizi ibu hamil melalui intervensi pemberian makanan bergizi, pemberian tablet tambah darah, pemeriksaan kesehatan melalui Posyandu termasuk pengukuran lingkar lengan, begitu pun intervensi terhadap anak usia di bawah dua tahun (baduta) dengan memastikan ketersediaan gizi seimbang, pemberian makanan tambahan, imunisasi dan tindakan kesehatan lainnya.
Menurut data elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPBGM) tahun 2022, sekitar 1.221 balita di daerah ini terkena stunting dari 22.400 lebih balita di Kota Palu.
Kemudian, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023, angka prevalensi stunting Kota Palu 24,7 persen dari tahun sebelumnya 23,9 persen atau meningkat 0,8 persen.
"Pemkot Palu harus bekerja keras menurunkan prevalensi stunting, supaya tahun 2024 Kota Palu bisa mencapai angka di bawah 14 persen, sebagaimana standar nasional," kata Reny berharap.
"Penanganannya tidak bisa hanya dilakukan satu instansi tertentu, kita harus bekerja kolektif dengan melibatkan berbagai pihak lintas sektor," kata Wakil Wali Kota Palu Reny A Lamadjido saat memimpin rapat koordinasi pencegahan dan percepatan penurunan stunting di Palu, Senin.
Menurut dia, organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkot Palu masing-masing memiliki peran, oleh karena itu perlu kerja sama yang solid dalam membangun ketahanan masyarakat yang tangguh terhadap stunting.
Dinas Kesehatan misalnya, ditunjuk sebagai salah satu OPD pengampun harus melibatkan seluruh Puskesmas untuk membantu promosi kesehatan dengan melakukan edukasi yang melibatkan kader Posyandu.
Begitu pun dengan Dinas Sosial, bergerak melakukan pendampingan program keluarga harapan (PKH) dengan membangun ketahanan sosial masyarakat terbebas dari kemiskinan.
"Sektor kesehatan, pendidikan, sosial politik dan ekonomi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam melakukan intervensi program," ujarnya.
Percepatan penanganan stunting, katanya, tidak bisa berjalan dengan baik tanpa kerja sama yang solid, karena penanggulangan tengkes adalah ikhtiar pemerintah membangun generasi unggul untuk masa depan.
Saat ini, Pemkot Palu telah melakukan berbagai intervensi program di mulai dari hulu, yakni pencegahan perkawinan di usia dini, bimbingan konseling kehamilan kepada pasangan usia subur, hingga pra per persalinan dan pascapersalinan.
"Pencegahan dimulai dari 1.000 hari kehidupan, maka program dilaksanakan oleh masing-masing OPD berkesinambungan atau berkaitan satu sama lain," ucapnya.
Lebih lanjut di jelaskannya, Pemkot Palu juga menyiapkan dua skema penanggulangan, yakni pencegahan risiko dan penanganan risiko.
"Pencegahan risiko melalui intervensi bimbingan atau konseling terhadap calon pasangan suami istri, edukasi tentang perencanaan kehamilan pada pasangan usia subur dan ibu hamil, termasuk melakukan pencegahan pernikahan di usia sini," tuturnya.
Kemudian, penanganan risiko melalui mekanisme pemantauan gizi ibu hamil melalui intervensi pemberian makanan bergizi, pemberian tablet tambah darah, pemeriksaan kesehatan melalui Posyandu termasuk pengukuran lingkar lengan, begitu pun intervensi terhadap anak usia di bawah dua tahun (baduta) dengan memastikan ketersediaan gizi seimbang, pemberian makanan tambahan, imunisasi dan tindakan kesehatan lainnya.
Menurut data elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPBGM) tahun 2022, sekitar 1.221 balita di daerah ini terkena stunting dari 22.400 lebih balita di Kota Palu.
Kemudian, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023, angka prevalensi stunting Kota Palu 24,7 persen dari tahun sebelumnya 23,9 persen atau meningkat 0,8 persen.
"Pemkot Palu harus bekerja keras menurunkan prevalensi stunting, supaya tahun 2024 Kota Palu bisa mencapai angka di bawah 14 persen, sebagaimana standar nasional," kata Reny berharap.