Palu (ANTARA) - Paham dan gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme menjadi satu virus berbahaya, yang harus dicegah tumbuh dan berkembangnya di semua daerah di Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah.
Pencegahan terhadap paham tersebut, tidak hanya menjadi tugas pemerintah semata, melainkan butuh keterlibatan semua pihak untuk menangkalnya.
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tengah menjadi satu komponen mitra kerja dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang ada di daerah.
BNPT mengharapkan FKPT di daerah, termasuk FKPT Sulteng dapat berfungsi maksimal mencegah tumbuh dan berkembangnya gerakan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. FKPT dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengidentifikasi program pencegahan/penanggulangan terorisme.
Pemaksimalan terhadap program pencegahan di daerah, dikuatkan dengan koordinasi lintas sektor seperti di antaranya pemerintah, TNI, Polri, tenaga pendidik dan kependidikan yang, juga di dalamnya diharapkan menggandeng peran tokoh-tokoh agama dari semua agama.
Kemudian, peran pemuda, kelompok perempuan, dan insan pers, juga diharapkan terlibat aktif dalam pencegahan paham dan gerakan tersebut.
Pelibatan-pelibatan semua unsur tersebut penting dilakukan, dalam rangka menunjang upaya pencegahan yang berbasis pembangunan kesejahteraan masyarakat.
"Saat ini dan ke depan fokus program penanggulangan berbasis pada pembangunan kesejahteraan masyarakat," ucap Kepala BNPT RI Komjen Pol Boy Rafli Amar.
Pola penanganan dan penanggulangan terorisme, radikalisme dan intoleransi berbasis pembangunan kesejahteraan dilakukan dengan melibatkan Tim Satgas Sinergitas Nasional dan Daerah, katanya.
Tim Sinergisitas Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di dalamnya terdapat 38 lembaga, kementerian, badan, forum dan masyarakat yang semuanya akan terlibat aktif dalam program berbasis pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Lewat sinergisitas tersebut langkah pemberdayaan masyarakat akan lebih maksimal dilakukan dengan menggenjot beberapa sektor, termasuk sektor perkebunan, industri kecil dan menengah, serta sektor-sektor lainnya, katanya.
Pendekatan tersebut menjadi upaya memutus mata rantai agar warga di satu wilayah atau di satu kawasan yang di dalamnya ada indikasi gerakan intoleransi, tidak mengikuti gerakan atau paham tersebut.
Skema penanggulangan yang berbasis pembangunan kesejahteraan dilakukan dengan mengedepankan pembangunan fisik dan non-fisik. Program non-fisik di antaranya meliputi deradikalisasi dan kontraradikalisasi yang bertujuan agar paham-paham tersebut tidak berkembang.
Selain itu juga diikutkan dengan tiga strategi penanganan. Pertama yakni kontraradikalisasi yang ditujukan terhadap kelompok atau orang pendukung, simpatisan dan masyarakat yang belum terpapar paham radikal, yaitu dengan melaksanakan kegiatan pencegahan.
Kedua, strategi deradikalisasi yang merupakan upaya menanggulangi paham radikal atau menurunkan kadarnya menjadi tidak radikal, pada kegiatan di dalam lembaga pemasyarakatan dan di luar lembaga pemasyarakatan.
Ketiga, pemenuhan sarana kontak yang merupakan strategi intelijen penggalangan dengan memfokuskan pada aspek pemenuhan sarana kontak, yang ditujukan untuk membantu membangun, memperbaiki, mengadakan, mengoptimalkan, mendukung sarana dan fasilitas umum secara terbatas.
Hal itu dilakukan melalui kerjasama BNPT, pemerintah provinsi, kementerian/lembaga dengan mengkoordinasikan kegiatan masing-masing sesuai kesepakatan dan koordinasi.
Moderasi Dari Sekolah
Penanaman nilai-nilai moderasi beragama dari sekolah menjadi satu langkah pencegahan atau kontraradikalisasi yang ditempuh oleh FKPT Sulteng bekerjasama dengan BNPT.
Guru-guru agama yang di tingkatan pendidikan TK/Paud, SD dan Madrasyah Ibtidaiyah, SMP dan Madrasyah Tsanawiyah menjadi sasaran untuk ditingkatkan kapasitasnya dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada para siswa.
Kasubdit Pemberdayaan BNPT RI Dr Andi Intang Dulung mengatakan upaya tersebut agar siswa juga lebih memahami agamanya dengan baik dan menjadi inspirasi bagi para siswa untuk menumbuhkan harmoni, kebersamaan, toleransi, mencintai sesama, dan menghargai perbedaan.
Guru agama di semua jenjang tingkatan sekolah, perlu menjadi inspirator bagi para siswa dalam menumbuhkan harmonisasi, kebersamaan dan toleransi, untuk mencintai sesama.
Oleh karena itu urgensi penguatan kapasitas mengajar para guru kelas TK/PAUD dan guru pendidikan agama SD/MI sederajat dan SMP/MTs sederajat sangat penting untuk menyamakan persepsi tentang radikal terorisme, peta kerawanan dan cara menghadapinya dengan benar.
Untuk mendukung program tersebut, kata Andi Intang Dulung, BNPT telah bekerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya Kementerian Agama dan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia.
BNPT dan FKPT Sulteng percaya pendekatan lunak adalah pilihan tepat untuk langkah pencegahan terorisme. Karena terorisme bisa terjadi di mana pun dan kapan pun secara tak terduga. Dan para pelaku juga merupakan bagian dari masyarakat yang setiap saat ada dan bisa jadi mendiami lingkungan sekitar kita, tambahnya.
Intang juga mengutarakan bahwa BNPT membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, termasuk para tenaga pendidik, baik kepala sekolah maupun para guru yang langsung berhadapan dengan peserta didik di kelas, dalam upaya pencegahan terorisme.
Bukan hanya agama, namun juga pendekatan budaya menjadi satu upaya penting mencegah radikalisme. Agama dan budaya merupakan dua hal yang saling terkait, seperti disampaikan Ketua FKPT Sulteng Dr Muhd Nur Sangadji.
Menurut dia, agama dan budaya memiliki keterkaitan, sehingga perlu dipahami dan dikembangkan oleh para guru dalam membina para siswa, termasuk dalam menanamkan moderasi beragama.
Agama dan budaya bisa menjadi pendekatan efektif dalam pembinaan akhlak para siswa. "Problemnya bagaimana mensinkronkan agama dan budaya, serta menyatukan agama dan budaya, sehingga menjadi satu kekuatan dalam pembinaan mental siswa, lewat metode pembelajaran di kelas, sehingga penting dilakukan internalisasi nilai-nilai budaya dan agama di sekolah, dalam menumbuhkan moderasi beragama," kata dia.
Pencegahan terhadap paham tersebut, tidak hanya menjadi tugas pemerintah semata, melainkan butuh keterlibatan semua pihak untuk menangkalnya.
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tengah menjadi satu komponen mitra kerja dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang ada di daerah.
BNPT mengharapkan FKPT di daerah, termasuk FKPT Sulteng dapat berfungsi maksimal mencegah tumbuh dan berkembangnya gerakan radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. FKPT dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengidentifikasi program pencegahan/penanggulangan terorisme.
Pemaksimalan terhadap program pencegahan di daerah, dikuatkan dengan koordinasi lintas sektor seperti di antaranya pemerintah, TNI, Polri, tenaga pendidik dan kependidikan yang, juga di dalamnya diharapkan menggandeng peran tokoh-tokoh agama dari semua agama.
Kemudian, peran pemuda, kelompok perempuan, dan insan pers, juga diharapkan terlibat aktif dalam pencegahan paham dan gerakan tersebut.
Pelibatan-pelibatan semua unsur tersebut penting dilakukan, dalam rangka menunjang upaya pencegahan yang berbasis pembangunan kesejahteraan masyarakat.
"Saat ini dan ke depan fokus program penanggulangan berbasis pada pembangunan kesejahteraan masyarakat," ucap Kepala BNPT RI Komjen Pol Boy Rafli Amar.
Pola penanganan dan penanggulangan terorisme, radikalisme dan intoleransi berbasis pembangunan kesejahteraan dilakukan dengan melibatkan Tim Satgas Sinergitas Nasional dan Daerah, katanya.
Tim Sinergisitas Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di dalamnya terdapat 38 lembaga, kementerian, badan, forum dan masyarakat yang semuanya akan terlibat aktif dalam program berbasis pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Lewat sinergisitas tersebut langkah pemberdayaan masyarakat akan lebih maksimal dilakukan dengan menggenjot beberapa sektor, termasuk sektor perkebunan, industri kecil dan menengah, serta sektor-sektor lainnya, katanya.
Pendekatan tersebut menjadi upaya memutus mata rantai agar warga di satu wilayah atau di satu kawasan yang di dalamnya ada indikasi gerakan intoleransi, tidak mengikuti gerakan atau paham tersebut.
Skema penanggulangan yang berbasis pembangunan kesejahteraan dilakukan dengan mengedepankan pembangunan fisik dan non-fisik. Program non-fisik di antaranya meliputi deradikalisasi dan kontraradikalisasi yang bertujuan agar paham-paham tersebut tidak berkembang.
Selain itu juga diikutkan dengan tiga strategi penanganan. Pertama yakni kontraradikalisasi yang ditujukan terhadap kelompok atau orang pendukung, simpatisan dan masyarakat yang belum terpapar paham radikal, yaitu dengan melaksanakan kegiatan pencegahan.
Kedua, strategi deradikalisasi yang merupakan upaya menanggulangi paham radikal atau menurunkan kadarnya menjadi tidak radikal, pada kegiatan di dalam lembaga pemasyarakatan dan di luar lembaga pemasyarakatan.
Ketiga, pemenuhan sarana kontak yang merupakan strategi intelijen penggalangan dengan memfokuskan pada aspek pemenuhan sarana kontak, yang ditujukan untuk membantu membangun, memperbaiki, mengadakan, mengoptimalkan, mendukung sarana dan fasilitas umum secara terbatas.
Hal itu dilakukan melalui kerjasama BNPT, pemerintah provinsi, kementerian/lembaga dengan mengkoordinasikan kegiatan masing-masing sesuai kesepakatan dan koordinasi.
Moderasi Dari Sekolah
Penanaman nilai-nilai moderasi beragama dari sekolah menjadi satu langkah pencegahan atau kontraradikalisasi yang ditempuh oleh FKPT Sulteng bekerjasama dengan BNPT.
Guru-guru agama yang di tingkatan pendidikan TK/Paud, SD dan Madrasyah Ibtidaiyah, SMP dan Madrasyah Tsanawiyah menjadi sasaran untuk ditingkatkan kapasitasnya dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada para siswa.
Kasubdit Pemberdayaan BNPT RI Dr Andi Intang Dulung mengatakan upaya tersebut agar siswa juga lebih memahami agamanya dengan baik dan menjadi inspirasi bagi para siswa untuk menumbuhkan harmoni, kebersamaan, toleransi, mencintai sesama, dan menghargai perbedaan.
Guru agama di semua jenjang tingkatan sekolah, perlu menjadi inspirator bagi para siswa dalam menumbuhkan harmonisasi, kebersamaan dan toleransi, untuk mencintai sesama.
Oleh karena itu urgensi penguatan kapasitas mengajar para guru kelas TK/PAUD dan guru pendidikan agama SD/MI sederajat dan SMP/MTs sederajat sangat penting untuk menyamakan persepsi tentang radikal terorisme, peta kerawanan dan cara menghadapinya dengan benar.
Untuk mendukung program tersebut, kata Andi Intang Dulung, BNPT telah bekerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya Kementerian Agama dan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia.
BNPT dan FKPT Sulteng percaya pendekatan lunak adalah pilihan tepat untuk langkah pencegahan terorisme. Karena terorisme bisa terjadi di mana pun dan kapan pun secara tak terduga. Dan para pelaku juga merupakan bagian dari masyarakat yang setiap saat ada dan bisa jadi mendiami lingkungan sekitar kita, tambahnya.
Intang juga mengutarakan bahwa BNPT membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, termasuk para tenaga pendidik, baik kepala sekolah maupun para guru yang langsung berhadapan dengan peserta didik di kelas, dalam upaya pencegahan terorisme.
Bukan hanya agama, namun juga pendekatan budaya menjadi satu upaya penting mencegah radikalisme. Agama dan budaya merupakan dua hal yang saling terkait, seperti disampaikan Ketua FKPT Sulteng Dr Muhd Nur Sangadji.
Menurut dia, agama dan budaya memiliki keterkaitan, sehingga perlu dipahami dan dikembangkan oleh para guru dalam membina para siswa, termasuk dalam menanamkan moderasi beragama.
Agama dan budaya bisa menjadi pendekatan efektif dalam pembinaan akhlak para siswa. "Problemnya bagaimana mensinkronkan agama dan budaya, serta menyatukan agama dan budaya, sehingga menjadi satu kekuatan dalam pembinaan mental siswa, lewat metode pembelajaran di kelas, sehingga penting dilakukan internalisasi nilai-nilai budaya dan agama di sekolah, dalam menumbuhkan moderasi beragama," kata dia.