Palu (ANTARA) - Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Banawa Lalundu di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah melibatkan pelaku usaha untuk memasarkan potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) jenis rotan yang ada di wilayah hutan KPH tersebut.
"KPH Banawa Lalundu bekerja sama dengan salah satu perusahaan pelaku usaha untuk pemasaran rotan," ucap Kepala KPH Banawa Laludu Mirwan Lamandura di Palu, Selasa.
KPH Banawa Lalundu resmi bekerja sama dengan UD Tritunggal Perkasa untuk memasarkan HHBK jenis rotan yang ada di wilayah hutan KPH Banawa Lalundu. Kerjasama itu ditandai dengan penandatangan MoU yang oleh dua belah pihak berlangsung di Palu.
Mirwan menjelaskan seiring dengan adanya peralihan dalam pengelolaan kehutanan, yang memberikan kewenangan langsung kepada KPH untuk mengelola potensi hutan di tingkat tapak, maka perizinan pengelolaan HHBK seperti rotan tidak lagi dalam bentuk izin.
Melainkan, sebut dia cukup dengan membangun kerjasama yang ditandai dengan penandatanganan MoU antardua belah pihak.
"Kerjasama ini untuk lebih memberikan kepastian kepada masyarakat khususnya petani rotan, dalam rangka meningkatkan ekonomi petani rotan," sebutnya.
Ia menyebut, sebelum adanya peralihan, pengurusan prizinan pengelolaan hasil hutan oleh pelaku usaha, harus melewati prosedur administrasi dan birokrasi yang sangat penjang.
Karena itu, kata dia, pemerintah menerbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Permen nomor P.49/MenLHK/Setjen/Kum.1/9/2017 tentang kerjasama pemanfaatan hutan pada kesatuan pengelolaan hutan, kemudian diikutkan dengan Pergub Sulteng nomor 44 Tahun 2019 tentang Tata Cara Kerja Sama Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan.
"Dari regulasi yang ada dimungkinkan bahwa prosedur atau tata cara dalam pemanfataan potensi hutan tidak lagi dalam bentuk izin, melainkan dalam bentuk kerjasama," ujarnya.
Hal itu tidak membatasi ruang bagi masyarakat untuk mengelola potensi hutan jenis rotan. Melainkan, kata dia masyarakat tetap bisa mengelola potensi hutan di wilayah KPH Banawa Lalundu.
"Jadi masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan, cukup bekerjasama dengan pihak ketiga yang telah bekerjasama dengan kami, untuk bisa mengelola potensi hutan," ungkap dia.
Mirwan mengutarakan lewat kerjasama itu, UD Tritunggal Perkasa diberikan kewenangan untuk memanfaatkan potensi hasil hutan berupa rotan dengan luas lahan 1.000 hektare dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak ditandatangani MoU.
"Jadi pelaku usaha juga berkewajiban untuk melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang langsung ke sistem yang telah disediakan oleh Pemerintah Pusat, dan membayar PAD untuk daerah juga melalui sistem yang telah disediakan," sebutnya.
Berkaitan dengan itu Perwakilan UD Tritunggal Perkasa Ahmad Mattaroe mengemukakan bahwa sebelum mendapatkan izin pengangkutan HHBK jenis rotan, pihaknya terlebih dahulu akan melakukan pembayaran PNBP dan PAD.
Kemudian, kata Ahmad pihaknya tidak mengambil langsung rotan di wilayah hutan. Melainkan mengambil atau mengangkut rotan yang telah dipanen oleh petani.
"Dengan kerjasama ini menjadi satu peluang untuk lebih memberdayakan masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat dalam hal melakukan pemanfaatan potensi HHBK jenis rotan," kata dia.
Kepala KPH Banawa Lalundu Mirwan Lamandura (kiri) dan Perwakilan UD Tritunggal Perkasa Ahmad Mattaroe memandatangani berkas MoU pemanfaatan HHBK jenis rotan, di Palu, Selasa. (ANTARA/Muhammad Hajiji)
"KPH Banawa Lalundu bekerja sama dengan salah satu perusahaan pelaku usaha untuk pemasaran rotan," ucap Kepala KPH Banawa Laludu Mirwan Lamandura di Palu, Selasa.
KPH Banawa Lalundu resmi bekerja sama dengan UD Tritunggal Perkasa untuk memasarkan HHBK jenis rotan yang ada di wilayah hutan KPH Banawa Lalundu. Kerjasama itu ditandai dengan penandatangan MoU yang oleh dua belah pihak berlangsung di Palu.
Mirwan menjelaskan seiring dengan adanya peralihan dalam pengelolaan kehutanan, yang memberikan kewenangan langsung kepada KPH untuk mengelola potensi hutan di tingkat tapak, maka perizinan pengelolaan HHBK seperti rotan tidak lagi dalam bentuk izin.
Melainkan, sebut dia cukup dengan membangun kerjasama yang ditandai dengan penandatanganan MoU antardua belah pihak.
"Kerjasama ini untuk lebih memberikan kepastian kepada masyarakat khususnya petani rotan, dalam rangka meningkatkan ekonomi petani rotan," sebutnya.
Ia menyebut, sebelum adanya peralihan, pengurusan prizinan pengelolaan hasil hutan oleh pelaku usaha, harus melewati prosedur administrasi dan birokrasi yang sangat penjang.
Karena itu, kata dia, pemerintah menerbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Permen nomor P.49/MenLHK/Setjen/Kum.1/9/2017 tentang kerjasama pemanfaatan hutan pada kesatuan pengelolaan hutan, kemudian diikutkan dengan Pergub Sulteng nomor 44 Tahun 2019 tentang Tata Cara Kerja Sama Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan.
"Dari regulasi yang ada dimungkinkan bahwa prosedur atau tata cara dalam pemanfataan potensi hutan tidak lagi dalam bentuk izin, melainkan dalam bentuk kerjasama," ujarnya.
Hal itu tidak membatasi ruang bagi masyarakat untuk mengelola potensi hutan jenis rotan. Melainkan, kata dia masyarakat tetap bisa mengelola potensi hutan di wilayah KPH Banawa Lalundu.
"Jadi masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan, cukup bekerjasama dengan pihak ketiga yang telah bekerjasama dengan kami, untuk bisa mengelola potensi hutan," ungkap dia.
Mirwan mengutarakan lewat kerjasama itu, UD Tritunggal Perkasa diberikan kewenangan untuk memanfaatkan potensi hasil hutan berupa rotan dengan luas lahan 1.000 hektare dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak ditandatangani MoU.
"Jadi pelaku usaha juga berkewajiban untuk melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang langsung ke sistem yang telah disediakan oleh Pemerintah Pusat, dan membayar PAD untuk daerah juga melalui sistem yang telah disediakan," sebutnya.
Berkaitan dengan itu Perwakilan UD Tritunggal Perkasa Ahmad Mattaroe mengemukakan bahwa sebelum mendapatkan izin pengangkutan HHBK jenis rotan, pihaknya terlebih dahulu akan melakukan pembayaran PNBP dan PAD.
Kemudian, kata Ahmad pihaknya tidak mengambil langsung rotan di wilayah hutan. Melainkan mengambil atau mengangkut rotan yang telah dipanen oleh petani.
"Dengan kerjasama ini menjadi satu peluang untuk lebih memberdayakan masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat dalam hal melakukan pemanfaatan potensi HHBK jenis rotan," kata dia.