Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan mengingatkan impor beras tidak boleh dilakukan ketika stok komoditas tersebut dalam keadaan cukup dan bisa dipenuhi ketersediaannya dari produksi dalam negeri.
Johan dalam rilis di Jakarta, Selasa, meminta pemerintah membatalkan rencana impor beras satu juta ton mengingat data ketersediaan stok beras nasional cukup untuk memenuhi kebutuhan beras termasuk untuk kepentingan bantuan sosial maupun cadangan beras pemerintah (CBP).
"Selain itu, berdasarkan proyeksi dari BPS bahwa produksi beras kita akan meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu naik sekitar 26,84 persen, bahkan kenaikan produksi Januari sampai April 2021 ini telah mencapai 26,88 persen dari periode yang sama tahun lalu, yang saat ini mencapai 25,37 juta ton gabah," ujarnya.
Ia merinci prognosa ketersediaan beras tahun 2021 ini yaitu stok akhir Desember 2020 lalu sebesar 6.749.305 ton kemudian perkiraan produksi dalam negeri tahun 2021 oleh Kementerian Pertanian sebesar 8.263.879 ton.
"Maka, prognosa jumlah total ketersediaan beras nasional tahun 2021 mencapai 15.013.183 ton. Sementara, perkiraan kebutuhan beras tahun 2021 ini berkisar 7.480.042 ton, sehingga berdasarkan prognosa Kementan, stok beras kita cukup dan tidak perlu impor," paparnya.
Johan menambahkan jika pemerintah beralasan demi menjaga stok cadangan beras pemerintah, maka hal tersebut juga kurang tepat karena data CBP per Januari 2021 di Bulog terdapat stok beras sebesar 977.000 ton dan Februari 2021, Bulog menyerap beras dari petani lokal sebesar 35.000 ton.
Baca juga: Dirut Bulog: RI masih bisa dapat impor beras negara lain
Baca juga: Pemerintah disarankan segera realisasikan impor beras ditengah penyebaran COVID-19
Dengan demikian, lanjutnya, maka jumlah tersebut telah memenuhi standar stok CBP minimal satu juta ton, bahkan neraca stok beras secara nasional saat ini mencapai sekitar 7,5 juta ton beras.
Pemerintah, menurut dia, sebaiknya fokus untuk memperbaiki pengelolaan stok beras pemerintah melalui skema pengadaan yang dilengkapi dengan insentif menarik, agar membuat petani atau pabrik penggilingan mau menjual gabah atau berasnya ke Bulog.
"Hal ini penting dilakukan agar dapat menyerap secara penuh hasil produksi petani kita," katanya.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa selama ini Bulog kerap mengalami kesulitan untuk melakukan pengadaan beras dari dalam negeri.
Ia berpendapat bahwa pemerintah bisa menggunakan acuan standar FAO dalam membuat kebijakan terkait stok beras nasional dan stok beras yang dikuasai pemerintah sehingga tidak gegabah untuk merencanakan impor beras.
Menurut FAO, imbuhnya, idealnya stok beras di suatu negara sekitar 17-18 persen dari total kebutuhan konsumsi beras, sedangkan angka stok yang kita miliki sekarang sudah di atas rata-rata yang direkomendasikan oleh FAO itu.
Pemerintah berencana melakukan impor beras satu juta ton pada awal 2021. Jumlah tersebut dialokasikan untuk penyediaan CBP sebanyak 500 ribu ton dan kebutuhan Perum Bulog sebanyak 500 ribu ton dengan memperhatikan serapan produksi padi nasional.
Johan dalam rilis di Jakarta, Selasa, meminta pemerintah membatalkan rencana impor beras satu juta ton mengingat data ketersediaan stok beras nasional cukup untuk memenuhi kebutuhan beras termasuk untuk kepentingan bantuan sosial maupun cadangan beras pemerintah (CBP).
"Selain itu, berdasarkan proyeksi dari BPS bahwa produksi beras kita akan meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu naik sekitar 26,84 persen, bahkan kenaikan produksi Januari sampai April 2021 ini telah mencapai 26,88 persen dari periode yang sama tahun lalu, yang saat ini mencapai 25,37 juta ton gabah," ujarnya.
Ia merinci prognosa ketersediaan beras tahun 2021 ini yaitu stok akhir Desember 2020 lalu sebesar 6.749.305 ton kemudian perkiraan produksi dalam negeri tahun 2021 oleh Kementerian Pertanian sebesar 8.263.879 ton.
"Maka, prognosa jumlah total ketersediaan beras nasional tahun 2021 mencapai 15.013.183 ton. Sementara, perkiraan kebutuhan beras tahun 2021 ini berkisar 7.480.042 ton, sehingga berdasarkan prognosa Kementan, stok beras kita cukup dan tidak perlu impor," paparnya.
Johan menambahkan jika pemerintah beralasan demi menjaga stok cadangan beras pemerintah, maka hal tersebut juga kurang tepat karena data CBP per Januari 2021 di Bulog terdapat stok beras sebesar 977.000 ton dan Februari 2021, Bulog menyerap beras dari petani lokal sebesar 35.000 ton.
Baca juga: Dirut Bulog: RI masih bisa dapat impor beras negara lain
Baca juga: Pemerintah disarankan segera realisasikan impor beras ditengah penyebaran COVID-19
Dengan demikian, lanjutnya, maka jumlah tersebut telah memenuhi standar stok CBP minimal satu juta ton, bahkan neraca stok beras secara nasional saat ini mencapai sekitar 7,5 juta ton beras.
Pemerintah, menurut dia, sebaiknya fokus untuk memperbaiki pengelolaan stok beras pemerintah melalui skema pengadaan yang dilengkapi dengan insentif menarik, agar membuat petani atau pabrik penggilingan mau menjual gabah atau berasnya ke Bulog.
"Hal ini penting dilakukan agar dapat menyerap secara penuh hasil produksi petani kita," katanya.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa selama ini Bulog kerap mengalami kesulitan untuk melakukan pengadaan beras dari dalam negeri.
Ia berpendapat bahwa pemerintah bisa menggunakan acuan standar FAO dalam membuat kebijakan terkait stok beras nasional dan stok beras yang dikuasai pemerintah sehingga tidak gegabah untuk merencanakan impor beras.
Menurut FAO, imbuhnya, idealnya stok beras di suatu negara sekitar 17-18 persen dari total kebutuhan konsumsi beras, sedangkan angka stok yang kita miliki sekarang sudah di atas rata-rata yang direkomendasikan oleh FAO itu.
Pemerintah berencana melakukan impor beras satu juta ton pada awal 2021. Jumlah tersebut dialokasikan untuk penyediaan CBP sebanyak 500 ribu ton dan kebutuhan Perum Bulog sebanyak 500 ribu ton dengan memperhatikan serapan produksi padi nasional.