Jakarta (ANTARA) - "Tak ada yang tak bisa," itulah ungkapan kali pertama ketika bertemu dengan Kelik Sudaryanto (41), pria lulusan jurusan akuntansi salah satu universitas di Yogyakarta.

Dari bengkel sederhana di Jalan Swadaya III, Pondok Gede, Bekasi, Kelik mengawali usahanya sebagai penerima jasa las seperti aluminium, titanium, perunggu, dan kuningan. Namun sejak tahun 2019, Kelik mendapat tantangan dari teman pehobi sepeda untuk mengerjakan konversi sepeda manual atau pit ontel menjadi sepeda listrik.

Demi melayani permintaan pehobi sepeda tersebut, Kelik mulai mempelajari skema sepeda listrik secara otodidak dengan mencari informasi melalui modul sasis dan teknologi dinamo listrik di internet hingga mempelajari spesifikasi sepeda listrik yang sudah beredar terlebih dahulu.

Dari hasil "kursus otodidak" tersebut, Kelik menyakini dapat membuat sepeda listrik yang tidak hanya sekadar layak dipakai, tapi lebih tangguh dan tahan lama karena disesuaikan dengan kontur jalan di Jakarta dan wilayah penyangganya.

Untuk menghasilkan modifikasi satu sepeda listrik dibutuhkan sejumlah alat, seperti mesin bubut, mesin milling, las aluminium, hingga cetakan untuk komponen-komponen yang dibuat sendiri. Adapun proses pengerjaan yang disanggupi Kelik adalah 1 hingga 2 bulan tergantung pesanan atau model yang diminta pelanggan.

Dalam proses pengerjaan, Kelik terlebih dahulu mengukur berat badan pengguna untuk disesuaikan dengan sepeda yang dimodifikasi menjadi sepeda listrik agar hasilnya menjadi nyaman dan lebih kuat saat digunakan.

Bagian utama atau kerangka penopang sepeda (frame) untuk sepeda yang dapat dimodifikasi menjadi sepeda listrik adalah komponen berbahan material metal campuran aluminium (alloy).

Kerangka material alloy ini paling populer dan banyak digunakan pada hampir semua kelas sepeda karena bobot yang ringan namun kuat, dan lebih tahan terhadap korosi.

Kelik merekomendasi untuk jenis sepeda manual yang akan dimodifikasi menjadi sepeda listrik adalah jenis yang secara khusus dirancang untuk penggunaan di jalanan tanah atau gravel dan sepeda gunung (mountain bike/MTB).

Pada bagian pengerjaan, Kelik memodifikasi sepeda dari konsumen dengan memotong kerangka penopang sepeda bagian atas dan menggantinya menjadi frame aluminium. Setelah itu, Kelik merancang posisi yang tepat untuk membuat tempat dudukan baterai.

Setelah tempat baterai dibuat, proses selanjutnya adalah membuat lengan atau arm khusus sebagai penghubung roda dengan ukuran yang lebih panjang dari versi standar.

Sebelum diserahkan ke pelanggan, hasil modifikasi sepeda listrik buatannya dilakukan pengujian dan pengecatan sesuai permintaan warna yang diminta konsumen. Biaya modifikasi sepeda manual ke sepeda listrik tersebut berkisar dari Rp22 juta hingga Rp50 juta per sepeda, tergantung permintaan konsumen.

Ia mengeklaim sepeda listrik rancangannya memiliki kualitas yang lebih bagus karena perawatan baterainya tergolong mudah dan tahan lama dibandingkan sepeda listrik yang dijual pabrikan sekitar Rp6 juta hingga Rp20 juta.

Baterai sepeda modifikasi buatannya didaku bisa bertahan hingga 10 tahun kalau konsumen rutin mengisi daya saat baterai di posisi 50 persen.

Seiring tingginya permintaan, saat ini sudah ada ratusan modifikasi sepeda manual ke sepeda listrik yang telah dikerjakan, bahkan sepeda listrik modifikasi Kelik pernah dipesan sebanyak 30 buah untuk perhelatan G-20 di Bali beberapa waktu lalu.

Selain itu, dia juga melayani permintaan pelanggan yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia seperti Jabodetabek, Bali, Malang, Yogyakarta, Pekanbaru, dan Pontianak.

Sejumlah kendala ditemui dalam proses perakitan sepeda listrik tersebut seperti ketersediaan bahan suku cadang seperti dinamo dan baterai jenis lithium yang harus diimpor dari China.

“Dinamo dan baterai masih impor,” katanya.

Kelik berharap produk baterai jenis lithium ini bisa diproduksi di Indonesia agar biaya modifikasi sepeda listrik lebih efisien dan menguntungkan bagi pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dimilikinya.


Solusi mobilitas bersih

Pengalihan kendaraan konvensional ke kendaraan berbasis listrik menjadi solusi agar tercipta kualitas udara yang baik, khususnya di wilayah perkotaan seperti Jakarta dan daerah penyangganya.

Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Puji Lestari mengatakan dibutuhkan sejumlah solusi guna mengatasi polusi udara di Ibu Kota Jakarta.

Salah satunya pengurangan emisi karbon di sektor transportasi bisa dilakukan dengan menerapkan stimulus untuk kepemilikan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) guna menggantikan kendaraan berbahan bakar minyak.

Selanjutnya, perlu disiapkan infrastruktur pendukungnya seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) untuk kendaraan besar dan fasilitas penjualan maupun sewa baterai untuk sepeda.

Puji menyarankan agar dilakukan kajian mendalam sehingga nantinya masyarakat luas bisa menggunakan kendaraan listrik untuk mengurangi polusi udara. Dengan demikian, penjualan kendaraan berbasis listrik dan pembangunan fasilitas stasiun pengisian kendaraan listrik umum bisa tepat sasaran.

"Perlu ada implementasi kebijakan agar dapat secara efektif dan simultan mengurangi tingkat polusi di Jakarta,” katanya.

Kendati baru menyasar segmen tertentu, yakni kalangan pehobi sepeda, hadirnya konversi sepeda listrik ini dapat diapresiasi karena turut menyediakan opsi transportasi yang ramah lingkungan. Keiritan yang ditawarkan baterai juga bisa mendorong masyarakat untuk mulai beralih dari kendaraan berbahan bensin ke kendaraan baterai.

Harapannya, semakin banyak pengguna mobil atau sepeda motor yang beralih menggunakan sepeda listrik sebagai alat mobilitas menuju tempat kerja. Atau, sebagai opsi mobilitas dari rumah menuju transportasi umum dengan memarkir sepeda di stasiun.


 

Pewarta : Irwen Azhari
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024