Bali (ANTARA) - Terik sang surya teredam oleh rimbunnya pepohonan kala melintas dari Balikpapan menuju Kabupaten Penajam Paser Utara melalui jalur darat.

Disuguhi pemandangan hijau di sisi kanan dan kiri jalan yang memukau, menjadi pembuka bagi perjalanan berdurasi kurang lebih dua jam dari pusat Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.


Melintasi jalur yang berkelok dan tanjakan cukup tajam juga memacu adrenaline selama perjalanan, dan jika beruntung, sesekali akan terlihat monyet melintas di antara pohon-pohon besar khas Borneo timur.

Sejumlah truk hilir mudik membawa material bangunan menjadi tanda bahwa lokasi Titik Nol Nusantara sudah dekat. Wisatawan akan disambut dengan sejumlah pembangunan yang masih berlangsung, tanah-tanah yang tengah diratakan, serta bedeng yang menutupi lokasi pembangunan itu menyebabkan pepohonan sekitar terselimuti debu.

Meski demikian, setibanya di lokasi Titik Nol Nusantara, rasa lelahnya perjalanan selama dua jam terbayar, sepanjang pandangan mata dimanjakan dengan pepohonan yang mengelilingi lahan lapang.

Kemudian untuk menuju lokasi yang belakangan menjadi tempat wisata idaman kalangan masyarakat ini, pengunjung perlu menapaki sejumlah anak tangga kayu sambil menikmati pemandangan khas ala hutan tropis.

Setibanya di lokasi Titik Nol Nusantara, wisatawan dapat berswafoto atau sekadar menikmati pemandangan serta dapat berjalan kaki menaiki tangga menuju atas. Di sepanjang perjalanan, sejumlah bibit tanaman menghiasi kiri kanan anak tangga.

Tanaman itu merupakan bibit yang ditanam pada tahun lalu oleh para Gubernur se-Indonesia, bersamaan dengan prosesi penyatuan tanah dan air oleh Presiden Joko Widodo dan 34 gubernur.

Hal lain tak boleh terlewatkan jika berencana ke kawasan ini siang hari, disarankan untuk menggunakan tabir surya karena panas yang cukup terik di musim kemarau.

Menilik dari sisi transportasi, kawasan yang menjadi lokasi Presiden Jokowi dan Ibu Negara berkemah tahun lalu itu, memang belum dilintasi kendaraan, seperti angkutan umum. Namun seiring dengan perkembangan infrastruktur, Direktur Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Muhsin Palinrugi meyakini infrastruktur akan semakin mendukung sektor pariwisata di sekitar IKN. Stalaktit gua yang memiliki bentuk mirip dengan tapak kaki di Goa Tapak Raja, Desa Wonosari kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. ANTARA/Sinta Ambar Goa Tapak Raja

Beralih ke lokasi wisata lain yang berpotensi dikembangkan untuk mendukung sektor pariwisata di IKN. Objek ini adalah Goa Tapak Raja yang berlokasi di Desa Wonosari, Sepaku, Penajam Paser Utara.

Memiliki jarak sekitar 30 kilometer dari Titik Nol Nusantara ini dapat ditempuh melalui jalur darat.

Menyajikan jalur dengan jembatan sepanjang 200 meter, gua yang ditemukan oleh pendatang pada 1983 itu menyajikan pemandangan yang teduh, dengan dikelilingi pepohonan serta 10 jenis pohon beringin.

Saat rombongan yang tergabung dalam Forum Wartawan Parekraf (Forwaparekraf) bertolak ke kawasan gua itu, pembangunan untuk fasilitas pujasera dan toilet masih dilakukan. Ke depan, kawasan itu akan dibangun fasilitas pemandian mata air, flying fox, hingga trek sepeda untuk menarik kunjungan wisatawan.

Menilik ke dalam lokasi gua yang agak gelap, suara kepakan kelelawar seakan menyambut kedatangan pengunjung. Di dalamnya terdapat dua lorong besar yang dapat dilintasi, salah satu di antara lorong yang menuju sebuah stalaktit apik berbentuk telapak kaki raja yang menjadikan gua ini dinamai Goa Tapak Raja.
Hutan Mangrove Mentawir


Perjalanan berlanjut ke lokasi selanjutnya dengan menempuh sekitar 42 kilometer dari Titik Nol Nusantara, wisatawan dapat menikmati rimbunnya hutan mangrove yang syahdu dipandang mata.

Dengan merogoh kocek Rp10 ribu, wisatawan akan diantarkan menuju jembatan kayu yang berada di atas perairan. Melalui jembatan itu, pengunjung dapat menyusuri hutan mangrove yang rimbun, bila menjelang sore hari sejumlah burung bangau tong-tong nan eksotis bakal bertengger di atas pohon mangrove sebagai penghibur. Bila beruntung, pengunjung dapat melihat bekantan yang menghuni kawasan tersebut.

Usai menjelajah hutan mangrove, wisatawan juga dapat menikmati perairan Teluk Balikpapan dengan merogoh kocek tambahan sebesar Rp200 ribu hingga Rp250 ribu untuk menaiki perahu motor.

Selama perjalanan dengan perahu motor, tersaji keindahan akar mangrove yang menjuntai dan kokoh diiringi alunan percikan air yang menyejukkan, rasanya lelah penat sekejap sirna, diganti ketenangan.

Perjalanan wisata rasanya tak cukup hanya dengan berkeliling ke hutan mangrove. Wisatawan yang ingin menikmati kudapan khas Mentawir, dapat menikmati olahan mangrove yang diproduksi oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

Produk tersebut, di antaranya kopi mangrove, sirup dan teh. Kopi yang memiliki komposisi 60 persen biji kopi robusta serta 40 persen buah mangrove ini memiliki cita rasa khas, namun tidak mengganggu rasa utama dari kopi dan justru saling melengkapi.

Semenjak pandemi COVID-19 melanda, rupanya pariwisata di Mentawir turut terimbas hingga sepi pengunjung. Selain itu, Titik Nol Nusantara yang kini menjadi primadona seakan menggeser keberadaan wisata mangrove Mentawir.

Karenanya, Ketua Pokdarwis Mentawir Lamale berharap keberadaan wisata mangrove ini dapat menjadi wisata nasional yang mendukung keberadaan IKN Nusantara, termasuk dengan kehadiran oleh-oleh yang dibuat dari mangrove.

Seakan gayung bersambut, ke depan Otorita IKN Nusantara akan terus mengembangkan objek wisata hutan mangrove Mentawir dengan menyediakan paket-paket wisata dari Titik Nol Nusantara menuju Goa Tapak Raja, hingga hutan mangrove Mentawir, serta potensi wisata lain yang memang sudah ada di sekeliling IKN Nusantara.
 

 
 

Pewarta : Sinta Ambarwati
Editor : Andilala
Copyright © ANTARA 2024