Jakarta (ANTARA) - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan aktivitas penunjaman atau subduksi yang juga disebut gempa bumi intraslab dengan mekanisme sesar naik telah memicu gempa bumi di wilayah selatan Jawa Barat.
"Morfologi wilayah tersebut pada umumnya berupa dataran pantai yang dibatasi pada bagian utara dengan morfologi perbukitan bergelombang hingga perbukitan terjal," kata Pelaksana tugas Badan Geologi, Muhammad Wafid dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Pada 19 Oktober 2023, pukul 21.08 WIB, gempa bumi berkekuatan 5,2 magnitudo berpusat di Samudera Hindia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan titik koordinat gempa bumi itu pada 107,34 bujur timur dan 8,09 lintang selatan berjarak sekitar 115,5 kilometer barat daya Kota Garut, 143,8 kilometer tenggara Kota Cianjur.
Berdasarkan informasi dari The United States Geological Survey (USGS) Amerika Serikat, lokasi pusat gempa bumi terletak pada koordinat 107,208 bujur timur dan 7,870 lintang selatan dengan kekuatan 5,2 magnitudo pada kedalaman 59,7 kilometer.
Sedangkan menurut data Geo Forschungs Zentrum (GFZ) Jerman, lokasi pusat gempa bumi berada pada koordinat 107,47 bujur timur dan 7,74 lintang selatan dengan kekuatan 5,3 magnitudo pada kedalaman 69 kilometer.
Wafid menjelaskan wilayah pada morfologi pantai tersebut umumnya tersusun oleh tanah lunak (kelas E) hingga tanah sedang (kelas D) dan pada bagian utara tersusun oleh tanah keras (kelas C).
Wilayah itu secara umum tersusun oleh batuan berumur tersier (berupa batuan sedimen dan rombakan gunung api) dan endapan kuarter berupa aluvial pantai, aluvial sungai dan batuan rombakan gunung api muda (breksi gunung api, lava, tuff).
Sebagian batuan berumur tersier dan batuan rombakan gunung api muda tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan kuarter dan batuan yang telah mengalami pelapukan pada umumnya bersifat lunak, lepas, belum kompak dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi.
Selain itu, morfologi perbukitan bergelombang hingga terjal yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan berpotensi terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
Menurut data Badan Geologi, sebaran pemukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi terletak pada kawasan rawan bencana gempa bumi menengah hingga tinggi.
Kejadian gempa bumi itu tidak menyebabkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut, karena tidak mengakibatkan terjadinya deformasi di dasar laut yang dapat memicu terjadinya tsunami.
"Pantai selatan Jawa Barat tergolong rawan tsunami dengan potensi tinggi tsunami lebih dari tiga meter," kata Wafid.
Badan Geologi merekomendasikan agar bangunan di wilayah selatan Jawa Barat menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi untuk menghindari risiko kerusakan dan harus dilengkapi dengan jalur dan tempat evakuasi.
Selain itu, peningkatan upaya mitigasi melalui mitigasi struktural dan non-struktural juga harus dilakukan mengingat wilayah selatan Jawa Barat tergolong rawan gempa bumi dan tsunami.
"Kejadian gempa bumi itu diperkirakan tidak berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan berupa retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi," pungkas Wafid.
Pada 19 Oktober 2023, pukul 21.08 WIB, gempa bumi berkekuatan 5,2 magnitudo berpusat di Samudera Hindia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan titik koordinat gempa bumi itu pada 107,34 bujur timur dan 8,09 lintang selatan berjarak sekitar 115,5 kilometer barat daya Kota Garut, 143,8 kilometer tenggara Kota Cianjur.
Berdasarkan informasi dari The United States Geological Survey (USGS) Amerika Serikat, lokasi pusat gempa bumi terletak pada koordinat 107,208 bujur timur dan 7,870 lintang selatan dengan kekuatan 5,2 magnitudo pada kedalaman 59,7 kilometer.
Sedangkan menurut data Geo Forschungs Zentrum (GFZ) Jerman, lokasi pusat gempa bumi berada pada koordinat 107,47 bujur timur dan 7,74 lintang selatan dengan kekuatan 5,3 magnitudo pada kedalaman 69 kilometer.
Wafid menjelaskan wilayah pada morfologi pantai tersebut umumnya tersusun oleh tanah lunak (kelas E) hingga tanah sedang (kelas D) dan pada bagian utara tersusun oleh tanah keras (kelas C).
Wilayah itu secara umum tersusun oleh batuan berumur tersier (berupa batuan sedimen dan rombakan gunung api) dan endapan kuarter berupa aluvial pantai, aluvial sungai dan batuan rombakan gunung api muda (breksi gunung api, lava, tuff).
Sebagian batuan berumur tersier dan batuan rombakan gunung api muda tersebut telah mengalami pelapukan. Endapan kuarter dan batuan yang telah mengalami pelapukan pada umumnya bersifat lunak, lepas, belum kompak dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi.
Selain itu, morfologi perbukitan bergelombang hingga terjal yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan berpotensi terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
Menurut data Badan Geologi, sebaran pemukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi terletak pada kawasan rawan bencana gempa bumi menengah hingga tinggi.
Kejadian gempa bumi itu tidak menyebabkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut, karena tidak mengakibatkan terjadinya deformasi di dasar laut yang dapat memicu terjadinya tsunami.
"Pantai selatan Jawa Barat tergolong rawan tsunami dengan potensi tinggi tsunami lebih dari tiga meter," kata Wafid.
Badan Geologi merekomendasikan agar bangunan di wilayah selatan Jawa Barat menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi untuk menghindari risiko kerusakan dan harus dilengkapi dengan jalur dan tempat evakuasi.
Selain itu, peningkatan upaya mitigasi melalui mitigasi struktural dan non-struktural juga harus dilakukan mengingat wilayah selatan Jawa Barat tergolong rawan gempa bumi dan tsunami.
"Kejadian gempa bumi itu diperkirakan tidak berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan berupa retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi," pungkas Wafid.