Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyampaikan bahwa Kementerian Kominfo melakukan adaptasi terhadap laju penggunaan AI mengacu pada regulasi atau rancangan peraturan yang diberlakukan di negara maju.
“Kami selalu memantau perkembangan pengaturan AI di tingkat dunia, misalnya di Amerika Presiden Joe Biden mengeluarkan Executive Order untuk pengaturan AI,” ucapnya.
Menurutnya, setidaknya terdapat empat negara di dunia yang dijadikan benchmark dalam pengembangan tata kelola AI di Indonesia. Amerika Serikat yang diketahui menerapkan Executive Order on the Safe, Secure, and Trustworthy Development and Use of AI tahun 2023.
Sementara itu, Uni Eropa melalui European Union AI Act, China memiliki Interim Measures for the Management of Generative AI Services, dan Brasil menyiapkan rancangan regulasi tentang AI Bill No.2238 on the Use of AI.
“Kita sudah punya Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial yang sifatnya soft-regulations, sebuah aturan yang legally binding tetapi cukup untuk menjadi rujukan tingkat awal bagi ekosistem pengembangan AI yang ada di Indonesia untuk bisa mengacu kepada nilai-nilai etik yang ada disana,” jelasnya.
Wamenkominfo menjelaskan negara maju dan berkembang memiliki dua perspektif dalam implementasi pengembangan AI yaitu Principle Based atau Rule Based.
“Yang Principle Based ini diadopsi oleh Uni Eropa, mereka tidak peduli prosesnya bagaimana yang penting comply dengan prinsip dan nilai etik yang sudah ditetapkan. Sementara Amerika dan China cenderung kepada Rule Based mengatur proses-prosesnya, mereka tidak begitu melihat soal apakah nanti hasil atau output dari pengembangan AI itu menuju ke arah mana,” kata dia.
Nezar menilai bahwa regulasi halus melalui Surat Edaran Etika AI yang didukung dengan rujukan dari negara maju memperkecil risiko penyalahgunaan AI.
Seperti penggunaan AI generatif oleh masyarakat yang berpotensi menghasilkan dampak negatif lainnya seperti diskriminasi, halusinasi hingga berpotensi menyebarkan misinformasi dan disinformasi.
Mengutip laporan World Economic Forum yang dirilis Januari 2024, Wamenkominfo menyatakan AI-Generated Misinformations and Misinformations menjadi lima top isu yang sangat ditakuti oleh sekitar 1.400 CEO dunia.
Oleh karena itu, Nezar menegaskan arti penting keberadaan tata kelola AI untuk menghindari disinformasi dan misinformasi. “Jadi, tata kelola AI ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan,” pungkasnya.
“Kami selalu memantau perkembangan pengaturan AI di tingkat dunia, misalnya di Amerika Presiden Joe Biden mengeluarkan Executive Order untuk pengaturan AI,” ucapnya.
Menurutnya, setidaknya terdapat empat negara di dunia yang dijadikan benchmark dalam pengembangan tata kelola AI di Indonesia. Amerika Serikat yang diketahui menerapkan Executive Order on the Safe, Secure, and Trustworthy Development and Use of AI tahun 2023.
Sementara itu, Uni Eropa melalui European Union AI Act, China memiliki Interim Measures for the Management of Generative AI Services, dan Brasil menyiapkan rancangan regulasi tentang AI Bill No.2238 on the Use of AI.
“Kita sudah punya Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial yang sifatnya soft-regulations, sebuah aturan yang legally binding tetapi cukup untuk menjadi rujukan tingkat awal bagi ekosistem pengembangan AI yang ada di Indonesia untuk bisa mengacu kepada nilai-nilai etik yang ada disana,” jelasnya.
Wamenkominfo menjelaskan negara maju dan berkembang memiliki dua perspektif dalam implementasi pengembangan AI yaitu Principle Based atau Rule Based.
“Yang Principle Based ini diadopsi oleh Uni Eropa, mereka tidak peduli prosesnya bagaimana yang penting comply dengan prinsip dan nilai etik yang sudah ditetapkan. Sementara Amerika dan China cenderung kepada Rule Based mengatur proses-prosesnya, mereka tidak begitu melihat soal apakah nanti hasil atau output dari pengembangan AI itu menuju ke arah mana,” kata dia.
Nezar menilai bahwa regulasi halus melalui Surat Edaran Etika AI yang didukung dengan rujukan dari negara maju memperkecil risiko penyalahgunaan AI.
Seperti penggunaan AI generatif oleh masyarakat yang berpotensi menghasilkan dampak negatif lainnya seperti diskriminasi, halusinasi hingga berpotensi menyebarkan misinformasi dan disinformasi.
Mengutip laporan World Economic Forum yang dirilis Januari 2024, Wamenkominfo menyatakan AI-Generated Misinformations and Misinformations menjadi lima top isu yang sangat ditakuti oleh sekitar 1.400 CEO dunia.
Oleh karena itu, Nezar menegaskan arti penting keberadaan tata kelola AI untuk menghindari disinformasi dan misinformasi. “Jadi, tata kelola AI ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan,” pungkasnya.