Palu,  (antarasulteng.com) - Insiden bom bunuh diri di halaman Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Poso, Sulawesi Tengah, pada Senin (3/6) mengejutkan banyak pihak. 

Itulah bom bunuh diri pertama di Kabupaten Poso, di sela-sela seringnya terdapat tebaran ancaman teror bom rakitan di wilayah yang dikenal rawan konflik ini.

Polisi menduga pelaku bom bunuh diri adalah kader baru yang dirangkul oleh kelompok teroris karena wajahnya tidak tercantum dalam daftar pencarian orang (DPO) yang terlibat kasus kekerasan di Poso selama beberapa tahun terakhir.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menduga kelompok sipil bersenjata di Kabupaten Poso jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Apalagi jaringan kelompok radikal di Poso dan Solo masih terangkai sehingga muncul kader-kader baru.

"Mata rantai inilah yang harus diputus agar radikalisme di Poso bisa dihentikan," ujar Neta.

Polisi mengakui, untuk memberantas gerombolan sipil bersenjata di Kabupaten Poso tidaklah semudah membalik telapak tangan.

Mantan Kepala Polda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Dewa Parsana mengatakan, untuk mengembalikan Poso menjadi daerah yang benar-benar bersih dari ajaran jihad menyimpang membutuhkan proses bertahun-tahun.

Berbagai operasi pemulihan keamanan kerap dilakukan sambil dibarengi pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama guna mencegah meluasnya paham terorisme.

Operasi keamanan itu juga menghabiskan dana besar, bahkan sejumlah nyawa prajurit Polri pun menjadi tumbal demi terwujudnya kembali keamanan di Kabupaten Poso.

Selama operasi keamanan tersebut, polisi tidak berhasil menangkap 20 buronan kasus Poso, justru buronan polisi bertambah satu orang ketika narapidana Lapas Ampana Basri melarikan diri pada pertengahan April 2013 silam.

Basri adalah narapidana kasus terorisme Poso yang mendapat vonis 19 tahun sejak 2007 silam. Dia saat ini diduga masih bersembunyi di wilayah Poso.

Ketika pasukan keamanan mengendurkan pengamanan karena situasi dinilai kondusif, tiba-tiba bom bunuh diri meledak di halaman Polres Poso. Polisi kaget, status siaga satu hingga kini masih diberlakukan.


Identitas pelaku


Empat warga Kabupaten Poso saat ini mengaku kenal atau sebagai kerabat pelaku bom bunuh diri di Mapolres Poso. Keempat warga itu mendatangi Polres Poso pada Kamis (6/6).

Sampel darah empat orang tersebut telah diambil oleh tim medis untuk selanjutnya diteliti di laboratorium Mabes Polri guna proses pencocokan DNA.

Proses pencocokan DNA itu membutuhkan waktu beberapa hari.

Pejabat Humas Polda Sulawesi Tengah Kompol Rostin Tumaloto saat ditanya wartawan belum bersedia menyebutkan identitas warga yang mengaku kenal atau kerabat pelaku bom bunuh diri.

"Mudah-mudahan ada titik terang dari kasus bom bunuh diri ini," katanya.

Polisi saat ini telah menempel foto wajah pelaku berikut ciri-ciri fisiknya di sejumlah tempat. 

Sementara itu tersiar kabar bahwa pria misterius pelaku bom bunuh diri adalah inisial W yang berasal dari Desa Labuan, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso.

Kapolres Poso AKBP Susnadi belum bersedia mengomentari pelaku bom bunuh diri berinisial W itu dengan alasan polisi masih memeriksa pihak yang mengaku kerabat pelaku bom.

Saat ini jenazah pelaku bom bunuh diri masih berada di RS Bhayangkara Palu yang berjarak 220 kilometer dari Kabupaten Poso.

Tubuh pelaku hancur namun kepalanya masih utuh sehingga bisa dikenali.

Dari hasil otopsi beberapa hari lalu diperoleh ciri-ciri fisik pelaku bom poso, antara lain tinggi badan sekitar 170 cm, kulit sawo matang, rambut hitam lurus dan berkumis.

Sedangkan ciri-ciri khusus, yakni adanya tahi lalat berambut di dada kiri dan tangan kanan depan, dua keloid sepanjang 2 cm pada siku kanan, bekas luka pada kepala bagian kanan, serta bekas jahitan lengan bawah kiri.

Pelaku bom bunuh diri berjenis kelamin laki-laki itu bukan termasuk dalam 20 buron kekerasan Poso yang ada di daftar pencarian orang (DPO). 

"Tapi diduga pelaku berasal dari kelompok lama," kata Rostin.


Merangkul warga


Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah kini dipimpin oleh Brigjen Pol Ari Dono Sukmanto. Berbagai upaya untuk merangkul masyarakat Poso masih tetap dilanjutkan.

Usai pelaksanaan Operasi Aman Maleo II berakhir, polisi masih gencar melakukan pertemuan dengan masyarakat dan tokoh agama guna mengantisipasi terus merebaknya ajaran agama yang disalahartikan.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (komnas HAM) Siane Indiani juga berharap aparat keamanan lebih persuasif, meningkatkan peran masyarakat dalam ikut serta mengatasi aksi terorisme dan tindakan deradikalisasi sehingga kondisi keamanan di Kabupaten Poso tetap terjaga. 


Makin berani


Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, aksi teror di Kabupaten Poso semakin berani menyusul terjadinya bom bunuh diri.

Menurut Neta sikap polisi yang dinilai terlalu represif ternyata disikapi masyarakat dengan aksi nekat.

Sikap polisi yang represif dalam mengatasi masalah, terutama terorisme, ternyata menimbulkan dendam tersendiri bagi sebagian masyarakat terhadap aparat.

Pada 29 Desember 2012, misalnya, lima dari 15 warga Poso yang dibebaskan polisi mengalami lebam-lebam karena dianiaya saat menjalani pemeriksaan selama tujuh hari pascapenembakan anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah.

Selain itu, adanya provokasi dari kelompok-kelompok radikal yang masih bercokol di Poso membuat kelompok bersenjata semakin berani dan nekat dalam menebar teror.

"Itu terbukti adanya beberapa anggota polisi yang diculik dan dibunuh," katanya.

Saat ini Santoso merupakan buronan yang paling dicari di Kabupaten Poso. Santoso diduga menjadi aktor terbunuhnya dua polisi saat berjaga di Kantor BCA Cabang Palu pada 2011, pembunuhan dua polisi, serta penembakan empat polisi di Kabupaten Poso pada 2012. 

Dalam persembunyiannya, Santoso juga berupaya merekrut anggota baru untuk melancarkan aksi teror kepada polisi atau siapapun yang berupaya menggagalkan niat jahat mereka.

Santoso dan anak buahnya diperkirakan bersembunyi di hutan Tamanjeka Poso yang di dalamnya telah disediakan aneka jebakan dan ranjau untuk siapa saja yang mencoba menangkapnya.

Luas Kabupaten Poso mencapai 8.710 kilometer persegi yang sebagian besar wilayahnya adalah hutan dan lembah.

Jika aparat berniat menumpas habis para teroris maka titik-titik yang dicurigai akan dikepung guna meringkus para buronan, hidup atau mati.

"Tidak semudah itu, kita tidak ingin terpancing dan jadi sasaran mereka," kata juru bicara Polda Sulawesi Tengah AKBP Soemarno.(SKD)

Pewarta : Riski Maruto
Editor : Santoso
Copyright © ANTARA 2024