Psikolog: tetap berpikir positif di tengah pandemi

id Berpikir Positif,Pandemi COVID-19,Muhammad Chalid,Psikolog,Penanganan COVID-19,Satgas Penanganan COVID-19

Psikolog:  tetap berpikir positif di tengah pandemi

Ilustrasi - Berpikir bahagia dan positif. ANTARA/Ardika/am.

Yang perlu kita pahami, pandemi COVID-19 ini terjadi di seluruh dunia, tidak hanya di daerah kita atau negara kita saja. Kita harus yakin setiap penyakit akan ada obatnya, setiap pandemi pasti akan ada akhirnya

Jakarta (ANTARA) - Psikolog Muhammad Chalid menyarankan kepada masyarakat untuk tetap berpikir positif di tengah pandemi COVID-19 agar tidak stres yang bisa menurunkan sistem kekebalan tubuh.

"Yang perlu kita pahami, pandemi COVID-19 ini terjadi di seluruh dunia, tidak hanya di daerah kita atau negara kita saja. Kita harus yakin setiap penyakit akan ada obatnya, setiap pandemi pasti akan ada akhirnya," kata pimpinan Tim SAHABATKU itu dalam acara bincang-bincang dengan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia dari Gedung Graha BNPB, Jakarta, Jumat.

Chalid mengatakan pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung selama enam bulan lebih di Indonesia tentu sudah membuat masyarakat bisa menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, dan lingkungan yang mengharuskan perilaku hidup sehat dengan menjalankan protokol kesehatan.

Begitu pula dengan kegiatan bekerja, belajar, bermain, dan beribadah yang harus lebih banyak dilakukan di rumah, Chalid mengatakan sudah banyak orang yang mulai terbiasa. Namun, kegiatan-kegiatan yang hanya bisa dilakukan di rumah itu harus dibarengi dengan pola pikir yang positif.

"Jangan karena dilakukan di rumah, kemudian kegiatan-kegiatan itu menjadi kebablasan. Misalnya proses belajar anak dari rumah harus dimulai pukul 07.00 pagi. Padahal pada saat itu anak-anak bisa menghirup udara segar dulu, bisa bermain-main di luar rumah dulu meskipun hanya sebentar," tuturnya.

Begitu pula dengan pekerja yang diharuskan bekerja dari rumah. Jangan sampai karena pekerjaan bisa dikerjakan dari rumah, kemudian menjadi bekerja berlebihan.

"Sebelumnya bekerja di kantor hanya delapan jam, karena bisa bekerja di rumah kebablasan jadi bekerja 12 jam. Hal-hal itu bisa mempengaruhi pikiran kita yang seharusnya dibawa berpikir positif menjadi negatif," katanya.

Chalid mengatakan pengaruh pola pikir atau psikis terhadap kesehatan tubuh sangat besar. Bahkan secara medis, banyak penyakit yang penanganannya harus disertai dengan penanganan secara psikis untuk memaksimalkan penyembuhan.

Menurut dia, pola pikir atau psikis yang tidak sehat juga akan berpengaruh terhadap kesehatan fisik secara keseluruhan.

"Seseorang yang kerja psikisnya berlebihan atau lebih dominan, bisa menjadi kurang tidur, kurang istirahat, atau pola makan menjadi tidak teratur karena memikirkan hal-hal tertentu. Jadi ada keterkaitan antara fisik dan psikis," tuturnya.