Menanti kebijakan untuk stabilkan harga kedelai

id Tahu,tempe

Menanti kebijakan untuk stabilkan harga kedelai

Tempe yang di produksi oleh pengrajin tempe dan tahu rumahan di kota Sorong, Papua Barat. ANTARA/Ernes Broning Kakisina

Jakarta (ANTARA) - Sejumlah lapak pedagang tahu dan tempe di Pasar Bengkok, Tangerang, terlihat kosong. Tak hanya itu, gerobak susu kedelai yang biasanya dikerubuti para pembeli pun tak terlihat mangkal di tempatnya.

Hal tersebut lantaran produsen tahu dan tempe di Jabodetabek mogok produksi menyusul tingginya harga kedelai impor yang mencapai Rp12.000 per kilogram (kg), lebih tinggi dari harga normal yakni Rp9.500-Rp10.000 per kg.

Kenaikan harga tersebut sudah diperingatkan Kementerian Perdagangan sejak awal Februari 2022. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan menyebut, kenaikan harga kedelai impor terjadi karena melonjaknya harga kedelai internasional.

Dalam sebuah konferensi pers, Oke menyampaikan bahwa penyebab lainnya yakni inflasi di negara pengimpor kedelai ke Indonesia, yakni Amerika Serikat, mencapai 7 persen yang berdampak pada kenaikan harga daripada input produk kedelai.

Dalam hal ini, diperkirakan harganya akan terus mengalami kenaikan hingga Mei 2022 yang bisa mencapai 15,79 dolar AS per bushel. Selanjutnya, akan terjadi penurunan pada Juli 2022 ke angka 15,74 dolar AS per bushel di tingkat importir.

Untuk itu, Oke mengatakan bahwa kenaikan harga kedelai dunia itu akan berdampak pada kenaikan harga kedelai di tingkat perajin tahu dan tempe di dalam negeri.

Seminggu setelah konferensi pers tersebut, tahu dan tempe masih dapat ditemui di pasar-pasar tradisional dengan harga normal. Namun, sebelum terjadi kenaikan harga di pasaran, kedua makanan kegemaran rakyat Indonesia itu sudah tak dapat ditemui di pasaran.


Impor

Meskipun menjadi makanan rakyat, namun sekitar 86,4 persen kebutuhan kedelai berasal dari impor.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi kedelai Indonesia pada 2021 hanya 200 ribu ton. Sementara permintaan kedelai untuk memproduksi tahu tempe sekitar 1 juta ton per tahun.

Hingga 2020, BPS mencatat impor kedelai sebesar 2,48 juta ton dengan nilai mencapai 1 miliar dolar AS.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah kepada Antara menyampaikan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor kedelai karena produksi di dalam negeri belum mencukupi.

Selain itu, lidah rakyat Indonesia yang terbiasa mengonsumsi tempe dan tahu dari kedelai impor membuat sulit beradaptasi dengan bahan baku dari kedelai lokal.

Padahal, Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian Yuris Tiyanto mengungkapkan kedelai lokal memiliki dua kelebihan dibandingkan dengan kedelai impor yaitu kandungan gizi yang lebih tinggi dan organik.

Selain tinggi gizi, kedelai lokal disebut non-GMO (Genetically Modified Organis) atau non-transgenik. GMO atau transgenik adalah rekayasa genetik yang dilakukan pada suatu tanaman untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Sementara produk kedelai lokal seluruhnya organik.

Yuris menyebut bahwa kandungan gizi yaitu protein yang lebih tinggi dan metode penanaman yang organik membuat kedelai lokal memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan kedelai impor.

Itulah yang menjadi alasan mengapa rasa tempe dan tahu di sentra produksi kedelai seperti Jawa Tengah memiliki rasa yang lebih gurih dibandingkan tahu dan tempe yang diproduksi dari kedelai impor.


Produksi

Sebagai upaya meningkatkan produktivitas kedelai dan mengurangi ketergantungan impor, Kementerian Pertanian menargetkan memproduksi 1 juta ton kedelai pada 2022.

Direktur Aneka Kacang dan Umbi Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Yuris Tiyanto mengatakan, target produksi tersebut akan direalisasi melalui penanaman kedelai di 650 ribu lahan pada 14 provinsi Indonesia.

Strateginya, Kementan sudah melakukan pemberian bantuan ke petani seluas 52 ribu hektare ini lewat dana APBN untuk ditanami kedelai.

Dengan target luas tanam 650 ribu hektare pada 2022, sisanya sekitar 598 ribu hektare akan dibiayai melalui pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Lahan seluas 52 ribu hektare sudah mulai ditanami kedelai pada Januari 2022. Sementara sekitar 600 ribu lahan sisanya akan mulai ditanami kedelai pada April hingga Oktober 2022.

Lahan seluas 650 ribu hektare tersebut merupakan lahan monokultur yang sudah ada dan akan ditanami kedelai untuk bisa mencapai target produksi 2022.

Selain menggunakan lahan yang sudah ada, strategi peningkatan produksi kedelai juga dilakukan dengan teknik tanam tumpang sisip, yaitu menanam dua jenis tanaman pada satu bidang lahan yang sama.


Harga acuan

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pemerintah bakal segera mengatur harga acuan tahu dan tempe untuk menjaga kestabilan harga di pasaran menyusul kenaikan harga kedelai impor.

Lutfi menyebut, Kemendag akan menjembatani antara perajin dan penjual tempe di pasar dengan menentukan harga acuan daripada tahu dan tempe. "Ini akan segara kami keluarkan," tegas Mendag.

Menurut Lutfi, harga kedelai saat ini memang tinggi. Namun demikian, sebetulnya masih lebih rendah jika dibandingkan harga pada Mei 2021.

Ia menyadari bahwa tingginya harga kedelai telah memicu perajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok berproduksi. Kendati demikian, menurut dia, tidak semua perajin mengikuti aksi itu.

Lutfi menuturkan bahwa harga kedelai telah diatur secara internasional karena merupakan salah satu komoditas yang tinggi di level internasional.

Saat ini, Indonesia masih memiliki stok kedelai mencapai 300 ribu ton sehingga diperkirakan masih bisa memenuhi kebutuhan selama dua bulan ke depan.

Sebagai regulator, kebijakan Kemendag tentunya dinantikan produsen, perajin, termasuk juga konsumen tempe dan tahu di Indonesia.

Sehingga, lapak pedagang dapat kembali menjajakan salah satu panganan pokok rakyat Indonesia tersebut. Dan yang tidak kalah penting, rakyat Indonesia dapat kembali mengakses protein murah dari tempe dan tahu di tengah situasi pandemi seperti saat ini.