Pekerja migran dan iming-iming bekerja ilegal

id pekerja migran,pmi bermasalah,PLBN Entikong,malaysia

Pekerja migran dan  iming-iming bekerja ilegal

Pekerja migran Indonesia yang bermasalah saat dideportasi Imigrasi Malaysia dan dijemput petugas di PLBN Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalbar. (ANTARA/Nurul Hayat)

Sambas (ANTARA) - Pekerja migran yang hendak kembali ke Malaysia, namun izin kerja sudah habis, wajib mengurus kembali izinnya sebelum kembali ke negara jiran itu agar tak sengsara karena menjadi pekerja bermasalah dan ilegal di negeri orang.

Musim libur Lebaran tahun 2022 ini, pekerja migran dari Malaysia banyak yang pulang ke kampung halaman di Indonesia. Mereka itu ada yang pulang setelah mengajukan izin cuti dan karena izin kerja sudah habis.

Selain itu, ada juga yang pulang tak berbekal dokumen resmi (paspor), namun bisa lolos di pemeriksaan Imigrasi Malaysia. Ironisnya, ada yang pulang karena dideportasi setelah tertangkap aparat keamanan karena tak punya izin kerja atau pun paspor.

Keempat hal ini ini bisa ditemukan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Pos ini berbatasan darat langsung dengan gerbang Tebedu, Sarawak, Malaysia Timur.

Saat arus mudik Lebaran, sebelum tiba waktu cuti bersama, yakni Jumat (29/4), lalulintas kepulangan para pekerja migran melalui PLBN Entikong cukup tinggi, baik yang berkelompok maupun sendirian.

Di antara mereka ada juga yang tanpa paspor. Ketika ditanya petugas Imigrasi Indonesia di Entikong, alasan mereka beragam. Kebanyakan mengatakan paspor ditahan majikan atau dikumpulkan oleh agen (calo) dan mereka nekad pulang tanpa paspor.

Saat di pemeriksaan Imigrasi PLBN Entikong, pekerja migran seperti ini akan mengisi beberapa lembaran formulir agar dapat melanjutkan perjalanan pulang kampung. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengajukan diskresi ke Imigrasi, agar pekerja migran tanpa paspor dapat masuk kembali Indonesia.

Sementara untuk pekerja migran yang memiliki paspor, baik yang habis masa kerja maupun hanya cuti pulang kampung, saat ketibaan di Tebedu dan Entikong tak mengalami masalah berarti. Mereka tak perlu berlama-lama berurusan dengan pihak imigrasi.

Kondisi yang memprihatinkan adalah mereka yang pulang karena deportasi. Pekerja migran bermasalah itu diangkut menggunakan mobil tahanan berteralis, yang pria dalam kondisi kepala pelontos, dan sebagian bahkan bertelanjang kaki. Jumlahnya beratus orang dengan pemulangan berkisar 4-5 kali dalam sebulan.

Pada Kamis (28/4) lalu, merupakan pemulangan terakhir sebelum tiba Idul Fitri 1443 H/ 2022. Jumlah mereka 286 orang yang terdiri dari 279 orang yang dideportasi Imigresen Malaysia dan tujuh orang merupakan repatriasi oleh Konsulat Jenderal RI di Kuching, salah satu alasannya karena sakit.

Pada hari itu, proses pemulangan berlangsung dua kali, pagi pukul 08.00 WIB dari Depot Bekenu sebanyak 122 dan siang pukul 13.00 WIB dari Depot Semuja sebanyak 157 orang. Mereka ini rata-rata telah menjalani penahanan selama 1-3 bulan di penjara Imigrasi Malaysia.



PMI bermasalah

Pekerja migran Indonesia (PMI) bermasalah yang dideportasi ini rata-rata hanya berbekalkan baju sepasang di badan dengan kepala tertunduk dan wajah-wajah lelah karena baru lepas dari penjara. Sedangkan baju tak sempat dibawa saat mereka ditangkap beberapa bulan lalu.

Dua pemuda dari Seluas, Kabupaten Bengkayang, Kiki Purwandi dan Sriandi, ditemui bersama para PMI bermasalah lainnya di bawah tenda pendataan vaksinasi Satgas COVID-19 di Entikong.

Kedua pemuda ini masuk negara tetangga itu melalui Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, yang berbatasan dengan Serikin (Malaysia) menggunakan pas lintas batas (PLB). Mereka kerja di kedai kopi Sarawak selama satu tahun.

Namun, saat hendak pulang ke Indonesia melalui jalur yang sama, keduanya tertangkap petugas keamanan Malaysia. Kiki dan Sriandi akhirnya ditahan selama satu bulan di kamp dan dua bulan di Depot Imigresen di Semuja, Sarawak.

Selain itu ada Ela dan Aurelius. Pasangan ini dideportasi setelah sempat ditahan di Depot Semuja selama 28 hari. Aurelius bekerja di perusahaan pengeboran batu. Dia bersama 4 karyawan lainnya tak memiliki izin kerja. Naas baginya, suatu hari ada pengepungan dari polisi dan Imigrasi Malaysia di lokasi pengeboran batu itu. Dia dan keempat temannya tak bisa lolos dari pengepungan itu.

"Saya dengan dua laki-laki dan tiga perempuan lainnya, tak ada izin juga, ditangkap dan masuk Depot Semuja 28 hari," katanya saat ditemui di antara 157 PMI bermasalah yang dideportasi, Kamis (28/4) siang itu.

Kemudian ada Eka, perempuan ini bekerja di kilang (pabrik) kayu papan mal di Sibu. Dia masuk Malaysia secara resmi, namun apes karena ditahan polisi Malaysia. Dia menggantikan abang tirinya yang dituduh sebagai penadah motor curian. Sementara abang tiri yang juga pemilik bengkel motor melarikan diri.

Perempuan asal Kota Pontianak itu baru dua bulan melahirkan anak. Bayinya dibawa suaminya pulang ke Pontianak. Eka ditahan di Sibu selama 4,6 bulan.

Ada pula Nurkaya dan Alimudin yang pulang dari Malaysia melalui Tebedu, namun tanpa membawa tanpa paspor. Saat pemeriksaan Imigrasi Entikong, mereka beralasan paspor dikumpulkan di Malaysia. Karena ingin segera pulang, paspor pada akhirnya tidak mereka bawa pulang.

Beruntung bagi kedua orang ini karena mendapat diskresi dari Imigrasi atas permintaan BP2MI Pos Entikong agar mereka bisa pulang ke kampung halaman di Bulu Kumba, Sulawesi Selatan.



Edukasi

Konselor 1 KJRI Kuching, Budimansyah mengantar pekerja migran Indonesia (PMI) bermasalah yang pulang ke Indonesia melalui perbatasan Tebedu-Entikong setelah dideportasi Malaysia. Konselor 1 memiliki tugas memberikan perlindungan terhadap WNI di Kuching, Sarawak.

"Mereka itu tidak mempunyai dokumen sesuai prosedur saat masuk ke Malaysia. Mereka melalui perbatasan lewat jalan tidak resmi. Mereka masuk dan pihak Malaysia menangkap," katanya menjelaskan.

Setelah diproses hukum, pihak Jabatan Imigresen Malaysia Negeri Sarawak menginformasikan ke KJRI di Kuching untuk membantu proses pemulangan tersebut.

KJRI menyatakan dalam sebulan sudah pasti ada pemulangan seperti itu. "Tidak bisa dipukul rata, tetapi kemungkinan sepekan sekali itu ada dengan jumlah sekitar itu (100-200 orang)," katanya.

Saat pandemi COVID-19 dengan kasus penularan masih tinggi, proses pemulangan berkurang. Namun, setelah pandemi dengan kasus penularan melandai, pemulangan dapat terjadi sepekan sekali.

Budimansyah menyatakan KJRI sudah mencoba mengedukasi para PMI bermasalah itu agar tidak lagi teriming-iming oleh calo yang membujuk mereka bisa bekerja dengan gaji tinggi, tetapi masuk Malaysia tanpa dokumen.

Bentuk edukasi yang diberikan, baik melalui penyuluhan maupun melalui media sosial yang disampaikan bahwa prosedur masuk Malaysia itu ada dan harus dengan dokumen yang lengkap.

Selain itu juga sudah ada nota kesepahaman yang baru ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Malaysia pada 26 April, mengenai tenaga kerja yang baru ditandatangani terkait standar gaji yang sesuai, katanya lagi.

Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mendata sejak Januari hingga April 2022 ada 1.379 PMI bermasalah dengan kategori deportasi, repatriasi, pencegahan keberangkatan, sakit, meninggal dan terlantar yang sudah ditangani BP2MI Pos Entikong.

Sedangkan pada tahun 2021, sebanyak 3.937 PMI bermasalah dan pada 2020 sebanyak 4.845 PMI bermasalah. BP2MI Entikong mendata dan memfasilitasi pemulangan PMI bermasalah tersebut hingga tiba di Kota Pontianak sebelum melanjutkan ke kampung halaman masing-masing di wilayah Indonesia lainnya.

Koordinator Pos Pelayanan BP2MI Entikong, Sutan Ahmad Ridho Harahap menyatakan saat masa pandemi sekitar 40 persen PMI yang pulang ke Indonesia tanpa memiliki dokumen paspor.

Pihaknya lantas meminta bantuan pada Imigrasi Entikong agar memberikan dokumen pengganti paspor yang menjelaskan mereka itu adalah WNI dan memiliki dokumen pelengkap agar mendaftarkan diri ke kantor kecamatan atau Dinas Pencatatan Sipil daerah asal mereka.

"Itu merupakan prosedur diskresi kami di Entikong saja," katanya menambahkan. Karena kasus PMI tanpa dokumen pada masa pandemi ini cukup tinggi, mencapai 40 persen. Mereka masuk Malaysia melalui jalur tidak resmi dan tanpa dokumen.

Terkait ini, BP2MI juga mengimbau para PMI yang akan berangkat keluar negeri untuk melaporkan diri di Kantor Dinas Tenaga Kerja kabupaten/kota yang ada di daerah asal PMI tersebut. Mereka harus melengkapi dokumen yang menjadi syarat seperti paspor, visa kerja, dan menandatangani visa kerja, serta memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan berupa BPJS ketenagakerjaan.

Untuk pekerja migran yang kembali masuk Malaysia setelah cuti dengan izin kerja masih aktif, membawa syarat berupa Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri yang diterbitkan BNP2TKI (BP2MI), kartu BPJS Ketenagakerjaan, bukti pendaftaran PMI masuk lagi (reentry), bukti sudah vaksinasi COVID-19 tahap 2 atau booster, dan hasil tes usap PCR negatif dua hari sebelum berangkat.

Pekerja migran Indonesia harus memenuhi segala syarat untuk bekerja di luar negeri, agar tidak bermasalah di negeri orang dan pulang sia-sia karena deportasi.*


 
PMI bermasalah saat dideportasi Imigrasi Malaysia dan berbaris menuju pos pemeriksaan Satgas COVID-19 di PLBN Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalbar. (ANTARA/Nurul Hayat)