Menilik manfaat merger maskapai BUMN

id Maskapai BUMN,BUMN,Menteri BUMN

Menilik manfaat merger maskapai BUMN

Pesawat Airbus A320-200 maskapai Pelita Air parkir di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Kamis (28/4/2022). PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pelita Air Service (PAS) membuka penerbangan perdana dengan pesawat Airbus A320-200 rute reguler dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali dan sebaliknya guna mewujudkan komitmen mendukung pengembangan industri transportasi udara dan memperkuat konektivitas di tanah air dengan melayani penerbangan komersial berjadwal (regular flight). ANTARA FOTO/Fauzan/tom.

Jakarta (ANTARA) - Efisiensi menjadi agenda utama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga merger atau penggabungan dua atau lebih perusahaan di bawah satu pemilikan terus didorong, termasuk pada tiga maskapai penerbangan yang dimiliki BUMN.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Kementerian BUMN berencana melakukan merger PT Garuda Indonesia (Persero), PT Citilink Indonesia, dan PT Pelita Air Service, sebagai salah satu upaya menekan biaya logistik di Indonesia sehingga industri penerbangan menjadi efisien.


Merger, terutama pada periode kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir, bukanlah hal yang asing. Erick pada 2021 telah memerger empat PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo menjadi satu, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi kepelabuhan nasional.

Merger Pelindo tersebut membuat biaya logistik yang mencapai 23 persen berhasil ditekan menjadi 11 persen.

Selain itu, merger tiga maskapai penerbangan dilakukan untuk memperkuat industri penerbangan Indonesia yang saat ini terdapat sekitar 500 pesawat. Namun demikian, jumlah tersebut belum dapat dikatakan ideal apabila berkaca dari industri penerbangan Amerika Serikat.

Amerika Serikat memiliki 7.200 pesawat dengan jumlah populasi penduduk sekitar 303 juta orang, dan rerata pendapatan domestik bruto (PDB) mencapai 40.000 dolar AS. Sementara Indonesia memiliki 280 juta penduduk dengan PDB sekitar 4.700 dolar AS.

Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, yakni 10 persennya saja, maka idealnya Indonesia memiliki sebanyak 720 pesawat. Artinya, Indonesia kekurangan sekitar 220 pesawat bila dibandingkan dengan jumlah pesawat yang ada saat ini.

Sebab itu, merger dilakukan untuk mengatasi kekurangan tersebut. Adapun rincian kepemilikian tiga maskapai saat ini adalah sebanyak 60 pesawat dimiliki Garuda, Citilink mempunyai 50 pesawat, serta Pelita memiliki 8 pesawat dan sedang didorong hingga mempunyai 20 pesawat.

Di sisi lain, apabila jumlah pesawat yang dimiliki pemerintah bertambah, maka harga tiket pesawat akan semakin kompetitif. Pemerintah saat ini menguasai 35 persen industri penerbangan di Indonesia, sementara 65 persen sisanya dikuasai oleh swasta.

Lebih lanjut, rencana merger yang dipimpin oleh Kementerian BUMN itu akan tetap mempertahankan entitas Garuda Indonesia, sedangkan Citilink dan Pelita Air akan dilebur.

Sementara itu, ketiganya akan tetap beroperasi sesuai dengan target pasar masing-masing, yakni Garuda Indonesia di kelas premium, Citilink pada kelas low cost carrier (LCC) atau bertarif rendah, dan untuk kelas ekonomi premium dilayani oleh Pelita Air.


Manfaat merger

Pengamat ekonomi sekaligus Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyambut positif terhadap rencana merger maskapai penerbangan yang dimiliki pemerintah.

Sentimen positif juga tampak melalui peningkatan harga saham milik Garuda Indonesia (GIAA), usai Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan rencana merger tersebut. Saham GIAA pada 18 Agustus tercatat Rp64 per lembar, dan meningkat hingga Rp96 per lembar pada 25 Agustus, sedangkan pada 8 September berada di posisi Rp91 per lembar.

Merger tersebut, terutama peleburan antara Citilink dengan Pelita Air, dinilai merupakan langkah yang baik seiring dengan pasar yang terus bertumbuh. Bahkan, kelas LCC yang dijalankan nantinya berpotensi akan semakin besar.

Selain itu, merger yang dilakukan dapat memberikan kekuatan besar bagi Pemerintah melalui tambahan aset sehingga dapat menjadi opsi bagi para konsumen nantinya. Terutama, pada rute-rute penerbangan yang masih terdapat keterbatasan atau belum dilayani maskapai dari BUMN, sehingga monopoli dapat dihindari.

Adanya merger yang dilakukan juga dapat mengatasi persoalan di lapangan, yakni keterlambatan penerbangan, sebab hal tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Merger juga dapat menekan harga dari tiket pesawat sehingga terdapat efisiensi biaya yang dikeluarkan masyarakat dan juga biaya logistik.

Namun demikian, proses merger tersebut harus dilakukan dengan perhitungan matang dan dilakukan secara cepat. Selain itu, selama prosesnya juga perlu berhati-hati, agar potensi manfaat dari merger tetap dapat direalisasikan.


Perkembangan merger

Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan hingga saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi, yakni merger antara lini usaha Garuda Indonesia Group atau Citilink bersama dengan Pelita Air, masih berlangsung intensif.

Saat ini perseroan sedang dalam proses penyusunan kajian serta diskusi intensif dengan pihak pihak terkait. Hal tersebut mengingat penjajakan merger masih berada dalam tahapan awal.

Adapun berbagai aspek substantif terkait rencana merger masih dalam tahap awal yang dikaji secara cermat dan berkelanjutan bersama dengan Kementerian BUMN, serta pemangku kepentingan terkait lainnya. Hal itu dilakukan selaras dengan tujuan Kementerian BUMN dalam memperkuat ekosistem industri transportasi udara nasional menuju industri yang semakin berdaya saing.

Sementara itu, Garuda Indonesia Group memandang positif dan mendukung rencana merger tersebut, yang dilandasi dengan kajian serta asesmen yang bijak terhadap proyeksi bisnis perusahaan, termasuk peluang kolaborasi yang dapat diperkuat antara Citilink bersama dengan Pelita Air.

Di sisi lain, Dirut Pelita Air Dendy Kurniawan kepada ANTARA mengatakan, Pelita Air mendukung inisiasi dari Kementerian BUMN terkait rencana merger yang dikemukakan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Terlebih, inisiasi tersebut dinilai menguntungkan semua pihak.

Saat ini, Pelita Air sedang menunggu kajian konsultan terhadap rencana merger tersebut,  sementara pengalihan saham sedang dikaji semua opsinya oleh pihak internal perusahaan.

Sejak 28 April 2022, Pelita Air mulai terjun di industri penerbangan domestik dengan penerbangan perdana Jakarta-Bali. Sebelumnya, Pelita Air berfokus pada industri penerbangan sewaan.

Hingga 10 September 2023, Pelita Air sudah mendapatkan 11 pesawat Airbus A320, tetapi yang baru datang dan dioperasikan berjumlah tujuh pesawat. Pesawat kedelapan akan tiba pada 15 September, dan yang kesembilan dan ke-10 pada Oktober, serta pesawat ke-11 pada November 2023. Target hingga akhir tahun terdapat 12 pesawat untuk dioperasikan.

Efisiensi hasil dari rencana merger Garuda, Citilink, dan Pelita Air tersebut bakal memantik persaingan antarmaskapai penerbangan kian sehat.

Alhasil, masyarakat pula yang akan menikmati hasilnya.