Jakarta (ANTARA) - Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI R.A. Adaninggar Primadia Nariswari mengimbau masyarakat tak perlu khawatir soal penyebaran nyamuk berbakteri Wolbachia yang dilakukan untuk menekan angka DBD di sejumlah wilayah di Indonesia.
"Apa benar nyamuk ini hasil rekayasa genetik? kalau sudah mikir genetik pasti sudah mikir macam-macam, padahal sebenarnya nyamuk ini atau yang nanti disebarkan gak ada rekayasa genetik," katanya dalam akun instagram pribadinya @drningz di Jakarta, Jumat.
dr Ningz, sapaan akrabnya menyebutkan bakteri Wolbachia yang dapat mengurangi virus dengue merupakan bakteri alami yang terdapat pada 60 persen jenis serangga seperti lalat, ngengat, capung, dan kupu-kupu.
"Ini adalah bakteri yang alami ada, jadi gak dibuat-buat," tambahnya.
dr Ningz menjelaskan bakteri Wolbachia dapat diperbanyak dengan cara mengawinkan nyamuk yang sudah memiliki bakteri tersebut dengan nyamuk yang tidak memilikinya.
"Jadi, kalau ada nyamuk jantan yang mengandung Wolbachia dan kawin dengan nyamuk betina yang tidak mengandung Wolbachia, ini telurnya tidak akan menetas. Kalau yang mengandung Wolbachia adalah betina, nanti seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia dan akan menjadi nyamuk yang mengandung Wolbachia," ucapnya.
Melalui beberapa generasi, sambungnya, diharapkan seluruh nyamuk aedes aegypti akan mengandung bakteri Wolbachia, sehingga bisa mengurangi penyebaran virus dengue.
"Sebetulnya gak ada yang rekayasa genetik, baik dari nyamuknya maupun Wolbachia-nya, karena semua prosesnya alami, baik dari Wolbachia-nya maupun proses regenerasi atau perkembangbiakan nyamuknya juga alami," ucapnya.
Kemudian, dr Ningz juga memastikan bahwa penyebaran nyamuk ber-Wolbachia bukan merupakan uji coba yang belum terbukti, karena uji coba dan penelitian tentang bakteri ini telah dilakukan sejak 2011.
Dia menyebutkan terdapat sejumlah negara endemis DBD seperti Brazil, Australia, Vietnam, Meksiko, dan Sri Lanka yang juga menerapkan hal yang sama.
Di Indonesia, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan di Yogyakarta dan mampu menekan angka kesakitan akibat DBD hingga 77 persen, serta mengurangi risiko rawat inap menjadi 86 persen.
"Meskipun teknologi Wolbachia bermanfaat dan efektif, pencegahan DBD harus dilakukan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, dan jangan lupa 3M plus, menutup, menguras, dan mengubur," tutur dr Ningz.
Berita Terkait
Kemenkes catat 455 kematian akibat DBD sampai minggu ke-14 tahun 2024
Senin, 8 April 2024 16:46 Wib
Dinas Kesehatan Kota Palu gencarkan pencegahan DBD tekan penularan
Kamis, 28 Maret 2024 19:30 Wib
Musim pancaroba berpotensi tingkatkan kasus DBD
Sabtu, 2 Maret 2024 15:39 Wib
Ini upaya dalam pencegahan DBD
Kamis, 18 Januari 2024 7:58 Wib
Kemenkes gaet Biofarma dan Takeda untuk target nol kematian akibat DBD 2030,
Sabtu, 13 Januari 2024 10:50 Wib
Bandung sebar 154 ribu nyamuk wolbcahia tekan kasus DBD
Senin, 27 November 2023 16:52 Wib
Nyamuk ber-Wolbachia aman bagi manusia
Sabtu, 25 November 2023 12:42 Wib
Trauma kena DBD, Ringgo dan keluarga jalani hidup bersih
Senin, 6 November 2023 9:37 Wib