"Itu ilusi santer 20 tahun lalu sewaktu internet
baru dikenalkan ke publik. Kalau sekarang, ya, sudah ketinggalan zaman,"
kata pegiat media sosial Damar Juniarto melalui pesan singkat kepada
ANTARA News.
Dalam hukum internasional, prinsip Siracusa
(Siracusa Principles) digunakan untuk membatasi kebebasan berpendapat,
yaitu tidak boleh digunakan untuk mengobarkan perang, menyebarkan
kebencian dan diskriminasi berbasis agama, suku dan ras serta melawan
ketertiban nasional.
Prinsip tersebut mulai banyak diberlakukan di dunia maya, termasuk untuk media sosial.
Damar, pegiat di organisasi SAFEnet,
berpendapat penyedia platform media sosial secara tidak langsung harus
membatasi unggahan yang melanggar hukum internasional itu.
Pegiat lainnya, Enda Nasution, menjelaskan
bahwa penyedia layanan “user generated content” seperti Twitter, Google,
Facebook, Wordpress, Tumblr, Kaskus dan Sebangsa, berhak menghapus
konten yang dianggap melanggar layanan dan ketentuan masing-masing
penyedia layanan yang sudah disepakati oleh pengguna ketika mendaftar,
sign up.
"Jika tidak suka atau tidak setuju, ya, tinggalkan layanannya dan tidak usah digunakan," kata Enda.
Penonaktifan
akun atas laporan pengguna lainnya menurut Damar melalui proses yang
panjang.
Sebagai contoh, microblogging Twitter akan menindaklanjuti laporan
pengguna atas sebuah akun yang dianggap melanggar ketentuan penggunaan.
Platform tersebut dapat menghapus konten, bukan memblokir konten, hingga menonaktifkan akun yang terbukti melanggar aturan.
Bila pemilik akun merasa tidak melanggar
aturan yang terdapat di terms of service, mereka dapat kesempatan untuk
mengajukan keluhan tersebut.
Enda pun berpendapat bila ada akun media
sosial yang ditangguhkan, kemungkinan besar karena dianggap melanggar
ketentuan layanan.
Hal tersebut berbeda dengan akun yang diretas, sebagian besar akun yang diambil aksesnya umumnya karena kelalaian pengguna.
Sebelumnya, tanda pagar #TwitterIDNotSafe
muncul dari para pengguna yang berpendapat penutupan akun seorang pemuka
agama tidak tepat.
Perwakilan Twitter Indonesia menolak memberikan komentar atas tagar yang muncul tersebut.