Jakarta (antarasulteng.com) - Sebagai pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia
(MURI), saya menganggap proses pengadilan kasus dugaan penistaan agama
2016 layak dinobatkan sebagai proses pengadilan yang paling banyak
memperoleh perhatian publik dan pemberitaan.
Ada hal khusus yang menarik perhatian saya pribadi yaitu kesungguhan
tim pembela dalam membela terdakwa penistaan agama 2016.
Berdasarkan pengamatan saya yang awam dan rabun hukum ini, saya
memperoleh kesan bahwa tim pembela terdakwa penistaan agama 2016
benar-benar maju tak gentar "rawe-rawe rantas malang-malang putung",
konsekuen dan konsisten mengejawantahkan profesionalisme tugas mulia
membela terdakwa.
Kebetulan secara pribadi saya mengenal beberapa tokoh hukum yang
tergabung di dalam tim pembela terdakwa penistaan agama 2016 dan saya
tahu benar bahwa para beliau benar-benar merupakan para pejuang hukum
yang tulus ingin menegakkan hukum.
Dalam hal keterampilan teknis jelas bahwa tim pembela terdakwa
penistaan agama 2016 memang sakti madraguna. Di luar sidang pengadilan
para beliau tekun, cermat, seksama melakukan investigasi total terhadap
latar belakang sosial, pendidikan, budaya bahkan pribadi masing-masing
saksi yang diajukan penggugat.
Maka di sidang pengadilan, para saksi harus siap dibongkar segenap
rahasia kehidupan pribadi masing-masing termasuk yang sama sekali tidak
ada hubungan dengan kasus yang sedang diadili seperti misalnya sepatu
yang dikenakan sang saksi.
Secara batiniah memang para saksi harus siap "dibantai" demi
penghancurleburan kredibilitas diri pribadi para saksi masing-masing.
Beberapa saksi merasa terlalu ngeri sampai membatalkan rencana tampil
sebagai saksi di sidang pengadilan.
Terlepas dari pro-kontra terhadap etika menghabisi pribadi saksi,
saya pribadi menilai bahwa tim pembela pengadilan terdakwa penistaan
agama 2016 adalah benar-benar profesional dalam konsekuen dan konsisten
mengejawantahkan profesi mereka demi menegakkan hukum di persada
Nusantara ini.
Pada suatu hari apabila saya menghadapi masalah hukum, pasti saya
akan memohon perkenan tim pembela terdakwa penistaan agama 2016 untuk
membela saya.
Rakyat Tergusur
Sementara ini, saya pribadi belum menghadapi masalah hukum, namun
sanubari saya memang sedang galau bahkan gundah-gulana terhadap nasib
rakyat tak berdaya melawan penggusuran yang dilakukan oleh para
penggusur dengan cara melanggar hukum secara sempurna.
Sebenarnya banyak kasus derita rakyat tergusur atas nama pembangunan
di negeri kita masa kini, namun lebih baik saya fokus ke kasus yang
kebetulan saya saksikan dengan mata kepala sendiri maka dapat ikut
merasakan derita rakyat di lubuk sanubari saya.
Kasus itu adalah Bukit Duri yang pada tanggal 28 September 2016
telah dibumiratakan oleh penggusur meski tanah dan bangunan yang digusur
"de facto" sekaligus "de jure" masih dalam proses hukum.
Antara lain Majelis Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata
Usaha Negara, LBH, Anggota DPR RI Prof Hendrawan Supratikno, mantan
Ketua MK Prof Mahfud MD, Menkumham Dr Yasonna Laoly menegaskan bahwa
penggusuran bangunan dan tanah masih dalam proses hukum benar-benar
merupakan pelanggaran hukum secara sempurna.
Saya pribadi telah menulis surat permohonan baik secara langsung mau
pun melalui surat terbuka di media massa agar pihak penggusur berbelas
kasih untuk menunda penggusuran Bukit Duri selama masih dalam proses
hukum.
Namun permohonan saya mubazir bak berbisik ke rumput tidak bergoyang
karena terbukti pada 28 September 2016 telah dibumiratakan oleh pihak
penggusur dengan menggunakan laskar satpol PP dikawal polisi dan TNI!
Bukit Duri Menggugat
Kini warga Bukit Duri mengajukan gugatan terhadap penggusur di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Bahkan
PTUN telah memenangkan gugatan penggugat namun pihak tergugat
bersikeras untuk mengajukan naik banding.
Memang para relawan (yang benar-benar relawan sebab melakukan
pembelaan secara "con amore" tanpa sepeser pun mengambil uang pihak yang
dibela) penegak hukum dengan ketua Vera Wheni S Soemarwi SH LLM telah
gigih berjuang menegakkan hukum di Bukit Duri.
Namun tentu makin indah, apabila tim pembela terdakwa penistaan
agama yang terbukti benar-benar tulus berjuang menegakkan keadilan
berkenan mendukung para relawan pembela Bukit Duri menunaikan perjuangan
membela rakyat dari penggusuran yang telah dilakukan oleh penggusur
dengan cara yang melanggar hukum secara sempurna.
Pembelaan Bukit Duri bukan saja merupakan pembelaan hukum namun juga
merupakan pembelaan keadilan merangkap pembelaan peradaban sebab
apabila pelanggaran hukum secara sempurna dibiarkan apalagi dibenarkan
maka berarti peradaban dipaksa kembali ke titik awal peradaban di mana
yang hadir cuma kebiadaban belaka.
Sebelumnya, dengan penuh kerendahan hati kami memberanikan diri
mengatasnamakan rakyat tergusur di Bukit Duri mengucapkan terima kasih
atas perkenan tim pembela terdakwa penistaan agama 2016 mendukung
perjuangan tim relawan pembela Bukit Duri menegakkan hukum, keadilan dan
peradaban di Indonesia tercinta kita bersama ini. Merdeka !
*) Penulis adalah seniman dan budayawan, serta pembelajar makna hukum, keadilan dan peradaban
Berita Terkait
Kabareskrim Polerik terima anugerah MURI usai ungkap jaringan Fredy Pratama
Rabu, 13 September 2023 7:36 Wib
Jauh di mata, dekat di hati
Sabtu, 18 April 2020 11:03 Wib
Saran untuk Mas Anies
Kamis, 19 Oktober 2017 11:10 Wib
Menjunjung tinggi hukum yang adil dan beradab
Jumat, 19 Mei 2017 14:03 Wib
Kekeliruan masa lalu jangan terulang kembali
Rabu, 10 Mei 2017 22:54 Wib
Jangan pecah belah bangsaku!
Senin, 24 April 2017 21:54 Wib
Kelirumologi politik Indonesia
Sabtu, 25 Maret 2017 5:23 Wib
Jaya Suprana: Pasar Imlek Semawis Bentuk Toleransi
Sabtu, 28 Januari 2017 14:07 Wib