Xinjiang kembangkan sekolah vokasi berorientasi industri
Beijing (ANTARA) - Gubernur Daerah Otonomi Xinjiang (XUAR) Erkin Tuniyaz menyatakan pemerintahnya akan mengembangkan sekolah vokasi berorientasi industri di provinsi tersebut.
"Kami akan terus memajukan pengembangan sekolah-sekolah vokasi sehingga mencapai standar yang relevan dan mendorong integrasi antara dunia industri dan pendidikan," kata Gubernur Erkin Tuniyaz dalam sidang tahunan "Dua Sesi" Kongres Rakyat Daerah Otonom Uighur Xinjiang ke-14 di Balai Rakyat Xinjiang, Urumqi, China pada Selasa (30/1).
Kongres itu dihadiri oleh 530 dari 548 orang deputi anggota Kongres Rakyat Daerah Otonom Uighur Xinjiang yang untuk pertama kalinya mengundang diplomat dan wartawan asing.
Menurut Erkin, Produk Domestik Bruto (PDB) Xinjiang pada 2023 meningkat 6,8 persen, demikian juga dengan total ekspor dan impor, sedangkan pengangguran perkotaan mencapai 4,4 persen.
Erkin menyebut sektor pertanian masih menjadi unggulan dengan lahan mencapai 2,8 juta hektare dan total panen 21.192 juta ton. Xinjiang adalah penghasil kapas, buah-buahan, daging, dan telur.
Sebanyak 1,693 juta petani dan peternak mendapatkan pelatihan untuk bicara dan menulis bahasa Mandarin standar, kata dia.
"Kami telah mengupayakan untuk membangun Xinjiang yang aman dan semakin maju, dengan menindak tegas berbagai kejahatan yang menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat umum," kata Erkin.
Pemerintah Xinjiang akan terus memberantas terorisme dengan tetap mendukung perkembangan agama secara sehat.
"Kami melindungi kegiatan keagamaan yang sesuai dengan hukum," kata Erkin.
Xinjiang adalah provinsi beretnis minoritas cukup besar. Berdasarkan sensus Oktober 2020, penduduk Xinjiang mencapai 25,85 juta jiwa dengan suku mayoritas Han mencapai 42,4 persen, sedangkan etnis Uighur, Kazakh dan etnis lain mencapai 57,76 persen. Dari jumlah minoritas itu, etnis Uighur mencapai 44,96 persen.
Xinjiang memiliki riwayat terorisme ketika pada 2014 sejumlah teroris Uighur menikam 150 orang di stasiun kereta di Kunming.
Sekitar dua tahun kemudian, pusat-pusat penahanan dibangun di Xinjiang. Orang-orang yang diduga terlibat kelompok radikal dibawa ke pusat-pusat penahanan yang disebut pemerintah China sebagai pusat pelatihan vokasi.
Pada 2019, Beijing kemudian merilis buku putih soal keberadaan kamp pendidikan dan pelatihan vokasi dengan mengatakan pemerintah telah menghancurkan 1.588 kelompok teroris dan kekerasan, menangkap 12.995 orang, menyita 2.052 peledak, menghukum 30.645 orang karena terlibat dalam 4.858 kegiatan keagamaan ilegal dan menyita 345.229 eksemplar salinan materi keagamaan ilegal.
Dalam laporan itu tertulis Xinjiang mendapat pengaruh kebudayaan Islam yang tidak mengubah fakta bahwa kebudayaan Xinjiang adalah wajah kebudayaan China.
Namun kebijakan tersebut mendapatkan sorotan dari dunia terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Pada 2021, pemerintah China menyebutkan beberapa kamp pelatihan dan pendidikan vokasi khusus etnis Uighur di Xinjiang telah dialihfungsikan menjadi sekolah menengah kejuruan.
"Kami akan terus memajukan pengembangan sekolah-sekolah vokasi sehingga mencapai standar yang relevan dan mendorong integrasi antara dunia industri dan pendidikan," kata Gubernur Erkin Tuniyaz dalam sidang tahunan "Dua Sesi" Kongres Rakyat Daerah Otonom Uighur Xinjiang ke-14 di Balai Rakyat Xinjiang, Urumqi, China pada Selasa (30/1).
Kongres itu dihadiri oleh 530 dari 548 orang deputi anggota Kongres Rakyat Daerah Otonom Uighur Xinjiang yang untuk pertama kalinya mengundang diplomat dan wartawan asing.
Menurut Erkin, Produk Domestik Bruto (PDB) Xinjiang pada 2023 meningkat 6,8 persen, demikian juga dengan total ekspor dan impor, sedangkan pengangguran perkotaan mencapai 4,4 persen.
Erkin menyebut sektor pertanian masih menjadi unggulan dengan lahan mencapai 2,8 juta hektare dan total panen 21.192 juta ton. Xinjiang adalah penghasil kapas, buah-buahan, daging, dan telur.
Sebanyak 1,693 juta petani dan peternak mendapatkan pelatihan untuk bicara dan menulis bahasa Mandarin standar, kata dia.
"Kami telah mengupayakan untuk membangun Xinjiang yang aman dan semakin maju, dengan menindak tegas berbagai kejahatan yang menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat umum," kata Erkin.
Pemerintah Xinjiang akan terus memberantas terorisme dengan tetap mendukung perkembangan agama secara sehat.
"Kami melindungi kegiatan keagamaan yang sesuai dengan hukum," kata Erkin.
Xinjiang adalah provinsi beretnis minoritas cukup besar. Berdasarkan sensus Oktober 2020, penduduk Xinjiang mencapai 25,85 juta jiwa dengan suku mayoritas Han mencapai 42,4 persen, sedangkan etnis Uighur, Kazakh dan etnis lain mencapai 57,76 persen. Dari jumlah minoritas itu, etnis Uighur mencapai 44,96 persen.
Xinjiang memiliki riwayat terorisme ketika pada 2014 sejumlah teroris Uighur menikam 150 orang di stasiun kereta di Kunming.
Sekitar dua tahun kemudian, pusat-pusat penahanan dibangun di Xinjiang. Orang-orang yang diduga terlibat kelompok radikal dibawa ke pusat-pusat penahanan yang disebut pemerintah China sebagai pusat pelatihan vokasi.
Pada 2019, Beijing kemudian merilis buku putih soal keberadaan kamp pendidikan dan pelatihan vokasi dengan mengatakan pemerintah telah menghancurkan 1.588 kelompok teroris dan kekerasan, menangkap 12.995 orang, menyita 2.052 peledak, menghukum 30.645 orang karena terlibat dalam 4.858 kegiatan keagamaan ilegal dan menyita 345.229 eksemplar salinan materi keagamaan ilegal.
Dalam laporan itu tertulis Xinjiang mendapat pengaruh kebudayaan Islam yang tidak mengubah fakta bahwa kebudayaan Xinjiang adalah wajah kebudayaan China.
Namun kebijakan tersebut mendapatkan sorotan dari dunia terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Pada 2021, pemerintah China menyebutkan beberapa kamp pelatihan dan pendidikan vokasi khusus etnis Uighur di Xinjiang telah dialihfungsikan menjadi sekolah menengah kejuruan.