Akademisi: JPU punya hak banding di kasus korupsi mantan rektor Untad

id Idham Chalid, Basir Cyio, Rektor Untad, Kasus Korupsi, Korupsi Untad

Akademisi: JPU punya hak banding di kasus korupsi mantan rektor Untad

Idham Chalid dalam satu kesempatan kepada wartawan di Palu. (Adha Nadjemuddin)

Palu (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Tadulako (Untad) Palu Idham Chalid menyatakan jaksa penuntut umum (JPU), mempunyai hak untuk melakukan banding di kasus korupsi mantan Rektor Untad Basir Cyio.

"Secara hukum acara, JPU dan terpidana, masing-masing punya hak untuk melakukan banding ke pengadilan tinggi," katanya di Palu, Rabu.

Hal itu disampaikan Idham, saat diminta tanggapan terkait vonis satu tahun penjara dan denda Rp11 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Basir Cyio oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Selasa (9/7).

Vonis kasus tindak pidana korupsi Internasional Publication and Collaborative Center (IPCC) itu, lebih rendah dari tuntutan JPU dengan pidana penjara 8 tahun dan 6 bulan dan membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

"JPU mempunyai hak untuk melakukan upaya hukum lain, jika merasa belum puas dengan putusan itu," katanya.

Selain itu, secara formal yuridis, tidak menjadi persoalan, kalau pun JPU tidak melakukan banding. Hanya, kemungkinan kesan aspek sosiologisnya, jika JPU tidak melakukan banding dalam rangka penegakan hukum.

"Dalam KUHAP tidak ada kewajiban untuk banding. Tetapi, siapa pun masih dalam rangka praduga tak bersalah, sebelum adanya putusan pengadilan yang mengikat," katanya.

JPU menuntut Basir dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke I, jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kemudian, dakwaan subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menurut Idham, berdasarkan fakta-fakta di pengadilan, JPU hanya bisa membuktikan dakwaan subsidair pada Pasal 3, terkait penyalahgunaan wewenang, dengan ancaman hukuman minimalnya satu tahun. Sementara itu, JPU belum bisa membuktikan Pasal 2 sebagai dakwaan primer, yang ancaman hukumannya minimal empat tahun.