"Pendidikan ini harus dimulai saat anak mengenal akan identitas diri dan keluarga serta mengenal fungsi anggota tubuhnya, terkhusus alat reproduksi," kata Wakil Wali Kota Sukabumi, Achmad Fahmi, di Sukabumi, Sabtu.
Menurut dia, pendidikan seks ini harus disesuaikan usia anak. Misalnya, mengenalkan anak-anak melalui gambar atau poster, lagu dan permainan jika anak itu secara psikologis dan kejiwaan belum tertarik kepada lawan jenis.
Dengan cara tersebut diharapkan penyampaian yang diberikan guru atau tim pengajar bisa diserap si anak; minimal mampu membedakan bagian tubuh mana yang tidak boleh dipegang sembarangan oleh orang lain.
Lanjut dia, pendidikan seks ini konteksnya bukan hubungan layaknya suami istri tetapi lebih mengenalkan alat reproduksi dan kegunaannya. Sehingga si anak bisa menolak atau melawan jika ada yang hendak melecehkan mereka.
Dia juga prihatin dengan kondisi hubungan antarlawan jenis khususnya pelajar di daerah yang dipimpinnya seperti mereka sudah tidak malu lagi bergandengan tangan bahkan hingga berpelukan di muka umum.
"Setiap hari saya selalu menemukan, ada saja anak remaja yang statusnya masih pelajar SMP dan SMA tidak malu bergandengan tangan dan memeluk lawan jenisnya," tambahnya.
Di sisi lain, Fahmi yang juga ketua Komisi Penanggulangan AIDS Kota Sukabumi mengatakan, tayangan televisi khususnya sinetron sudah tidak memberikan nilai positif kepada anak yang tengah tumbuh-kembang dan mencari data diri seperti lebih menonjolkan kisah asmara pelajar.
Diharapkan dengan pendidikan seks anak usia dini bisa mengantisipasi semakin bebasnya hubungan antarlawan jenis di luar nikah khususnya di kalangan.
Namun juga harus dibarengi dengan pendidikan agama yang kuat agar anak paham betul batasan-batasan dan norma-norma dalam perkawanan dan pergaulan mereka dengan lawan jenis.
"Pendidikan seks sejak usia dini, juga membantu kami untuk menekan angka penularan HIV karena sekarang mayoritas kasus baru yang ditemukan penyebaran virus mematikan itu melalui hubungan seks," katanya. (skd)