Moskow (ANTARA) - Setelah bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Washington, Presiden AS Joe Biden kelihatannya tidak akan mengumumkan pencabutan pembatasan penggunaan senjata jarak jauh buatan Barat oleh Ukraina untuk menyerang ke dalam wilayah Rusia; keputusan ini tergantung pada Washington dan London, lapor surat kabar Inggris, The Times, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.
Menurut jadwal resmi, Zelenskyy akan berbicara dalam Sidang Umum PBB di New York pada Rabu (25/9).
Pada Kamis (26/9), ia dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih di Washington untuk bertemu dengan Biden.
Menurut pernyataan Gedung Putih, Biden dan Zelenskyy akan membahas konflik Ukraina, serta perencanaan strategis Ukraina dan dukungan dari AS.
Biden tidak mungkin mengumumkan apakah ia akan memberikan izin kepada Ukraina untuk menggunakan rudal jarak jauh, termasuk Storm Shadows yang dibuat Inggris, di wilayah Rusia, menurut The Times.
Seorang diplomat dari negara anggota NATO yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada The Times bahwa pencabutan pembatasan senjata itu sepenuhnya "keputusan Inggris-Amerika."
Selain itu, surat kabar tersebut menekankan bahwa ada "sedikit peluang keputusan itu akan mengubah arah konflik," bahkan jika keputusan itu diambil sekalipun.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya mengatakan bahwa negara-negara NATO sedang mendiskusikan tidak hanya kemungkinan penggunaan senjata jarak jauh buatan Barat oleh Kiev, tetapi juga secara esensial sedang memutuskan apakah akan terlibat langsung dalam konflik Ukraina.
Keterlibatan langsung negara-negara Barat dalam konflik Ukraina akan mengubah inti persoalannya, dan Rusia akan terpaksa membuat keputusan berdasarkan ancaman yang ditimbulkan, tambahnya.
Rusia percaya bahwa pasokan senjata ke Ukraina menghambat penyelesaian dan secara langsung melibatkan negara-negara NATO dalam konflik.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mencatat bahwa setiap kargo yang mengandung senjata untuk Ukraina akan menjadi target yang sah bagi Rusia.
Menurut Lavrov, AS dan NATO terlibat langsung dalam konflik, tidak hanya dengan menyuplai senjata, tetapi juga dengan melatih personel di Inggris, Jerman, Italia, dan negara lainnya.
Sumber: Sputnik-OANA