Akademisi UIN-Palu ungkap permasalahan pilkada yang harus dibenahi

id Sahran Raden,Pilkada Serentak,UIN Palu,Pemilu,Pilkada Sulteng

Akademisi UIN-Palu ungkap permasalahan pilkada yang harus dibenahi

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Datokarama Palu Sahran Raden menyampaikan sambutannya pada pembukaan pembekalan peserta KKN tematik angkatan I gelombang II Tahun 2024 berlangsung di Palu, Jumat. (ANTARA/HO-Humas UIN Datokarama Palu)

Palu (ANTARA) - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Sahran Raden mengungkapkan sejumlah permasalahan pemilihan kepala daerah (pilkada), yang perlu dibenahi di masa mendatang.

“Tantangan ke depan menyangkut partisipasi pemilih dan pemenuhan hak politik warga negara,” katanya dihubungi di Palu, Jumat.

Dia menjelaskan beberapa evaluasi permasalahan di tahap pemilihan, antara lain daftar pemilih. Permasalahan yang biasa muncul adalah banyak pemilih yang kehilangan hak pilih mereka karena tidak memiliki KTP Elektronik atau surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).

Selain itu, terdapat ketidaktepatan dalam daftar pemilih, di mana ada pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Sementara ada pula pemilih ganda atau pemilih yang tidak memiliki dokumen kependudukan.

"Masalah lainnya adalah adanya pemilih yang terdaftar tetapi tidak menerima pemberitahuan memilih melalui Formulir Model C6,” ungkap komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tengah periode 2013-2023 itu.

Dia melanjutkan, permasalahan kampanye juga menjadi sorotan, misalnya penayangan iklan kampanye di media cetak dan elektronik yang dilakukan di luar yang difasilitasi KPU, penggunaan akun media sosial yang tidak terdaftar di KPU untuk berkampanye, serta pemberitaan dan penyiaran kampanye yang tidak berimbang.

“Selain itu, praktik politik uang juga menjadi salah satu kendala besar yang perlu segera ditangani,” katanya menegaskan.

Selanjutnya, kata dia, proses pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) juga menghadapi berbagai kendala. Beberapa TPS dinilai tidak mudah diakses bagi pemilih berkebutuhan khusus, sementara penyalahgunaan Formulir Model C6 juga ditemukan di beberapa tempat.

“Selain itu, perbedaan jumlah pemilih yang hadir dengan surat suara yang digunakan menjadi masalah yang perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut,” ungkapnya.

Tak hanya itu, kesalahan pencatatan dalam formulir pemungutan dan penghitungan suara juga menjadi tantangan yang dihadapi dalam proses ini.

“Pemetaan TPS di daerah rawan bencana belum berjalan optimal, sementara pelayanan pemilih di TPS khusus seperti rumah sakit dan lembaga pemasyarakatan masih belum maksimal,” katanya.

Di sisi kelembagaan, Sahran juga mengungkap adanya persoalan sumber daya manusia (SDM) dalam penyelenggaraan Pilkada. Sejauh ini, kata dia, masih ditemukan rendahnya pengetahuan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terkait teknis pemungutan dan penghitungan suara.

“Koordinasi antarjenjang penyelenggara pemilu juga masih lemah, sementara monitoring dari panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) kurang optimal,” ungkap Pengajar Hukum Tata Negara (HTN), Hukum Partai Politik, dan Sistem Pemilu itu.

Selain itu, badan adhoc yang bertugas dalam pelaksanaan pemilu juga menghadapi kendala dalam proses rekrutmen. Jumlah pendaftar yang tersedia untuk posisi penyelenggara badan adhoc masih kurang, sementara persyaratan pendidikan di daerah terpencil sulit dipenuhi.

“Masalah lainnya adalah persyaratan pemeriksaan kesehatan yang membutuhkan standar khusus, serta keterbatasan rekrutmen sekretaris PPK yang harus berasal dari unsur aparatur sipil negara (ASN), yang dinilai menyulitkan pelaksanaan tahapan pemilu,” katanya.

Ia berharap adanya evaluasi menyeluruh terhadap berbagai aspek Pilkada 2024 agar pemilu mendatang dapat berjalan lebih baik.

Ia juga menyarankan agar penyelenggara pemilu memperbaiki sistem pendaftaran pemilih, meningkatkan profesionalisme badan adhoc, serta mengoptimalkan mekanisme pemantauan dan penegakan hukum terkait pelanggaran kampanye serta praktik politik uang.