Presiden di tengah badai politik

id pelantikan presiden, bj habibie,Gus Dur, Megawati, presiden RI

Presiden di tengah badai politik

BJ Habibie mengucapkan sumpah saat dilantik menjadi Presiden ke-3 RI menggantikan Soeharto di Istana Merdeka, Jakarta (21 Mei 1998). ANTARA FOTO/Ali Anwar/pras

Jakarta (ANTARA) - Menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019, ANTARA akan menurunkan tulisan mengenai seputar pelantikan para presiden sejak masa Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo. Berikut seri kedua dari tiga seri tulisan.

Seperti mengulang sejarah 20 tahun sebelumnya, pada 21 Mei 1998 Presiden kedua RI Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya meski baru beberapa bulan menjalankan pemerintahan periode ketujuh 1998-2003 sebagai hasil dari pemilu yang diselenggarakan pada 1997.

20 tahun sebelumnya, pada Maret 1968, Soeharto dilantik menjadi Presiden kedua Republik Indonesia setelah sejak 1967 ditunjuk sebagai Penjabat Presiden RI setelah Soekarno ditolak pertanggungjawabannya oleh dalam sidang istimewa MPRS tahun 1966 terkait pascaperistiwa G.30.S.

Krisis ekonomi yang melanda Asia termasuk Indonesia pada 1997, mendorong limbungnya perekonomian nasional yang kemudian diikuti dengan gelombang aksi protes terhadap kebijakan pemerintah yang dimotori oleh mahasiswa. Hampir sama dengan aksi protes yang juga terjadi pada 1966 yang kemudian berujung pada pemakzulan Presiden Soekarno, aksi protes mahasiswa yang terjadi pada 1998 juga mendorong Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dan kemudian digantikan oleh BJ Habibie yang saat itu menjadi wakil presiden.

Dalam biografinya, "Detik-detik yang menentukan : Jalan panjang Indonesia menuju Demokrasi", Bacharuddin Jusuf Habibie menyampaikan kesaksiannya mengenai hari-hari menjelang pengunduran diri Soeharto dan sama sekali tidak menyangka langkah pengunduran diri itu sedemikian cepat diambil.

BJ Habibie mengatakan di kemudian hari, hingga tanggal 20 Mei 1998 malam, ia masih menyusun nama-nama tokoh yang akan masuk ke dalam kabinet reformasi, kabinet yang dibentuk sebagai respon dari desakan mahasiswa, masyarakat dan elite politik untuk melakukan perubahan gaya pemerintahan ke arah yang lebih demokratis.

Habibie mengingat, pada malam 20 Mei sepulangnya dari pertemuan dengan Presiden Soeharto usai menyusun kabinet reformasi, ia mengadakan rapat kabinet terbatas ad hoc mulai pukul 22.00 WIB dengan dihadiri Menko Ekuin dan 14 menteri yang ada di bawahnya.
Presiden BJ Habibie memimpin Sidang Kabinet Terbatas bidang Ekuin di Bina Graha, Jakarta, Rabu (1/7/1998). ANTARA FOTO/Ali Anwar/pras.

Saat hendak melaporkan hasil rapat tersebut kepada Presiden, namun Presiden tidak berkenan berbicara langsung dan menugaskan Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursyid untuk berkomunikasi dengan Habibie dan menyampaikan bahwa Soeharto akan mundur sebagai Presiden pada pukul 10.00 WIB, 21 Mei 1998.

"Saya sangat terkejut dan meminta agar segera dapat berbicara dengan Pak Harto. Permintaan tersebut tidak dapat dikabulkan dan ajudan presiden menyatakan akan diusahakan pertemuan empat mata dengan Pak Harto di Cendana besok pagi sebelum ke Istana Merdeka," kata Habibie.

Seperti yang kemudian sejarah mencatat, bertempat di Istana Merdeka, ruang Credential, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dan saat itu juga wakil presiden BJ Habibie diambil sumpahnya oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Presiden ketiga RI. Acara itu disiarkan langsung oleh sejumlah stasiun televisi sehingga dapat langsung diikuti oleh masyarakat.

BJ Habibie kemudian menyelenggarakan pemilihan umum pada 1999 dan kemudian dilanjutkan dengan sidang istimewa MPR RI yang salah satu agendanya adalah mendengarkan pidato pertanggungjawaban pelaksanaan tugas oleh Presiden ketiga RI dan kemudian pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Sejarah mencatat, pertanggungjawaban Habibie ditolak dalam sidang tersebut dan kemudian Habibie tidak maju ke dalam bursa calon presiden. Habibie wafat pada 11 September 2019 dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata, pusaranya berdampingan dengan pusara istrinya, Hasri Ainun Besari.

MPR memilih Gus Dur dan Megawati

Pernyataan Presiden ketiga RI BJ Habibie yang memutuskan untuk tidak maju dalam bursa calon presiden dalam pemilihan presiden 1999 membuat nama Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur semakin menguat untuk dipilih menjadi Presiden didampingi Megawati Soekarnoputri.

Saat tenggat waktu pendaftaran calon presiden pada 20 Oktober 1999 tiba, muncul empat nama capres yaitu Abdurrahman Wahid, Megawati, Yusril Ihza Mahendra dan Akbar Tanjung. Dalam perjalanannya, dua nama mundur yaitu Yusril dan Akbar Tandjung sehingga tinggal Gus Dur dan Megawati yang kemudian ditentukan melalui voting.

Abdurrahman Wahid kemudian terpilih menjadi Presiden keempat Republik Indonesia setelah hasil voting tertutup menunjukkan bahwa dari 691 anggota MPR, 373 memberikan suara bagi Gus Dur dan 313 memberikan suara bagi Megawati, sementara lima suara abstain.



Untuk pemilihan wakil presiden, melalui kompromi politik akhirnya terdapat empat nama, Megawati Soekarnoputri, Akbar Tandjung, Hamzah Has dan Wiranto. Dalam perjalanannya, dua nama kemudian mengundurkan diri yaitu Akbar Tandjung dan Wiranto hingga kemudian saat voting dilakukan Megawati menggungguli Hamzah Has.

20 Oktober 1999 menjadi hari yang penting karena untuk pertama kalinya setelah pemilu 1997, Presiden dan Wakil Presiden dilantik sebagai hasil pemilu 1999. Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri menjalankan tugas pemerintahan untuk periode 1999-2004.
Pidato pertama Gus Dur sebagai Presiden, ia menyatakan pentingnya persatuan di saat banyaknya tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah.

"Ini bukan tugas ringan, ini tugas berat, apalagi karena kita sedang didera oleh perbedaan paham yang besar oleh longgarnya ikatan-ikatan sebagai bangsa," katanya sebagaimana dituliskan dalam buku "Gus Dur di Istana Rakyat : catatan tahun pertama".

Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 di Jakarta, kemudian di makamkan di kompleks pondok pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur.

Saat Gus Dur digantikan Megawati

Turbulensi politik yang terjadi pada kurun waktu 2000-2001 membuat pemerintahan Abdurrahman Wahid mengalami beberapa kali goncangan yang cukup keras. Puncaknya adalah ketika MPR kemudian melangsungkan Sidang Istimewa pada Juli 2001.

MPR RI kemudian memutuskan untuk memakzulkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan kemudian pada 23 Juli 2001 melantik wakil presiden, Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden kelima Republik Indonesia yang melanjutkan masa jabatan hingga 2004.
Saat Megawati diambil sumpahnya dihadapan anggota MPR RI pada 23 Juli 2001, menandai pergantian kepemimpinan Republik Indonesia setidaknya dalam 3 tahun telah berganti empat presiden sejak pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998, keputusan BJ Habibie untuk tidak maju sebagai capres pada Sidang Umum MPR 1999 dan kemudian keputusan MPR RI untuk memakzulkan Abdurrahman Wahid pada Juli 2001 dan kemudian pelantikan Megawati sebagai Presiden 23 Juli 2001.

Megawati kemudian tercatat sebagai Presiden perempuan pertama sejak Republik Indonesia merdeka.